Depoedu.com-Kekerasan di sekolah terjadi lagi. Kali ini, 18 murid SMAN 1 Ciamis mengalami luka lebam setelah mengikuti salah satu lanjutan kegiatan Pramuka. Dari delapan belas murid tersebut, tiga orang dirawat di rumah sakit. Hal ini disampaikan oleh Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat, Kombes Ibrahim Tempo.
Ibrahim menuturkan, luka tersebut diduga akibat tamparan antar murid yang tergabung dalam satu lingkaran. Mereka menyebutnya sebagai lingkaran setan. Ini adalah tradisi untuk memilih sosok yang akan memimpin pasukan tongkat atau disebut sangga.
Murid dalam lingkaran tersebut saling menempeleng, dan murid yang paling kuat menahan pukulan, termasuk pukulan dari oknum alumni, didaulat menjadi pimpinan sangga (pinsa).
Pihak sekolah mengaku kaget karena kegiatan lingkaran setan ini berlangsung tanpa sepengetahuan sekolah. Wakasek Kesiswaan Lim Imansyah menegaskan bahwa sekolah sama sekali tidak mengetahui adanya kegiatan tersebut.
“Sebelumnya pada Kamis yang lalu, memang ada kegiatan pelantikan cirandika. Pembina telah meminta tidak ada kegiatan lain, setelah pelantikan tersebut. Jadi kegiatan itu adalah inisiatif dari para murid itu sendiri,” jelas Imansyah.
“Tetapi setelah itu malah membuat kegiatan sendiri di Kertaharja Cijeungjing, di rumah salah seorang alumni. Kalau kami tahu pasti mereka dibimbing oleh Pembina,” lanjut Wakil Kepala Sekolah urusan kesiswaan ini.
Ia mengaku baru tahu ada kegiatan tersebut setelah diberitahu oleh rekannya, Wakil Kepala Sekolah urusan humas, pada hari Minggu, pk.10.00 WIB. Karena tiga korban dirawat di kosan, bersama rekannya ia membawa ketiga murid tersebut ke rumah sakit.
Setelah diperiksa oleh dokter, dua murid diizinkan pulang, sedangkan satu murid lainnya dirawat di rumah sakit tersebut.
Baca Juga : Penjaga Moral Tak Bermoral
Kepada wartawan, Imansyah menyebut bahwa ia menyayangkan adanya kejadian tersebut. Selama 18 tahun ia mengajar di SMAN 1 Ciamis, pihak sekolah sama sekali tidak mengetahui jika di sekolahnya ada tradisi lingkaran setan tersebut.
Namun seorang murid kelas XI berinisial J (17), seperti dilansir pada laman merdeka.com mengatakan, kegiatan memilih pinsa melalui kegiatan lingkaran setan tersebut dilakukan turun temurun sehingga telah menjadi tradisi.
J mengatakan, perpeloncoan ini memang dilakukan di luar sekolah. Menurut J, pemilihan pinsa memang dilakukan melalui tradisi lingkaran setan tersebut.
Menurutnya, isi lingkaran setan ini, selain murid kelas X, ada alumni juga. Kata J, pukulan terakhir biasanya berasal dari alumni pada 2 atau 3 murid yang masi bertahan. Murid yang paling kuat bertahan dari pukulan, dia yang nantinya jadi pinsa.
Tiga orang tua yang anaknya menjadi korban, tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu. Mereka kemudian melaporkan kasus ini pada polisi. Mereka berharap kasus ini ditangani polisi hingga tuntas, agar semua pihak belajar, sehingga tidak jatuh korban lain pada saat yang akan datang.
Menghentikan Tradisi Kekerasan
Kita berharap peyelidikan polisi menemukan siapa yang bertanggung jawab. Kasus ini akan dilimpahkan ke pengadilan atau tidak, akan tergantung pada kesepakatan dengan pihak-pihak terkait. Yang paling penting adalah, pihak-pihak terkait mengambil pelajaran dan memiliki komitmen untuk mengakhiri tradisi kekerasan.
Baca Juga : Apa Kata Jusuf Kalla Tentang Perbedaan Antara Lembaga Pendidikan Nahdatul Ulama Dan Muhammadiyah?
Di samping itu, sekolah wajib melakukan evaluasi untuk menemukan akar masalah kekerasan, bahkan kekerasan yang menjadi tradisi di kalangan murid. Tanpa proses ini, penyelesaian melalui jalur hukum tidak akan mengubah apa-apa, karena akar masalahnya tidak sungguh disentuh.
Menelusuri Akar Masalah
Dari informasi yang kami himpun, saya berkesimpulan bahwa akar masalah dari peristiwa ini adalah tidak tuntasnya koordinasi antara orang tua dan pihak sekolah di satu pihak, dan di pihak lain ada masalah terkait pengawasan guru terhadap kegiatan sekolah.
Dari informasi yang kami himpun, pada hari Kamis (6/1/2022), ada percakapan antara korban (F) dengan Ibunya. F minta restu pada Ibunya, akan dilantik dan mudah-mudahan terpilih menjadi pinsa.
Ibunya F pun mengetahui dari pihak sekolah, aktivitas Pramuka akan berakhir hari Kamis (6/1/2022), dan tidak ada kegiatan lain lagi. Informasi ini menggambarkan ada koordinasi yang tidak jelas.
Informasi seperti ini harusnya diperoleh orang tua melalui jalur koordinasi resmi antara sekolah dan orang tua. Misalnya melalui pertemuan diawal smester atau menjelang kegiatan dengan sekolah, atau melalui surat resmi dari sekolah.
Jika orang tua hanya menerima informasi dari anak, informasinya bisa saja tidak tuntas, tidak akurat, atau dalam bamyak kasus, anak dapat memanipulasi informasi untuk kepentingannya.
Dalam kasus ini tampak juga bahwa inisiatif koordinasi terlebih dahulu dari pihak orang tua juga tidak terjadi. Misalnya, orang tua tidak jelas tentang pinsa, tetapi tidak menanyakan kepada guru. Atau pada hari Sabtu F tidak dapat dihubungi, orang tua tidak berinisiatif untuk bertanya pada guru.
Baca Juga : Nasihat Bernas Dari Elon Musk Bagi Pelajar Dan Mahasiswa Jika Ingin Sukses
Ini menunjukkan, untuk perbaikan ke depan, koordinasi antara orang tua dan sekolah perlu ditata. Perlu ada pertemuan rutin yang diselenggarakan sekolah, atau ada surat resmi yang dikeluarkan sekolah setiap kali sekolah menyelenggarakan kegiatan.
Dalam rangka koordinasi pula, group whatsapp kelas dapat dibuat. Sehingga antar orang tua ada komunikasi untuk mengklarifikasi segala informasi.
Selain masalah koordinasi, tampak sekali ada masalah pengawasan. Jika J benar, bahwa kegiatan memilih pinsa melalui praktek lingkaran setan telah menjadi tradisi, maka ini bukan hanya menggambarkan pengawasan yang tidak jalan, tetpi juga menggambarkan ketidakpedulian guru pada murid.
Menurut hemat saya, ketidak pedulian tersebut membuat guru meskipun sudah mengetahui keberadaan kegiatan tersebut tetapi tidak menangani lebih lanjut, pada hal dari kacamata pendidikan kegiatan ini berdampak tidak baik bagi psikis murid.
Selain itu, dalam banyak kasus, pengawasan dianggap sudah dilakukan jika guru sudah melarang kegiatan lain di luar kegiatan resmi yang sedang diselenggarakan. Harusnya, selain melarang, guru perlu memiliki strategi lain untuk memastikan larangan sekolah efektif dilakukan murid.
Menurut hemat saya, kekerasn seperti dialami oleh murid SMAN 1 Ciamis dapat dihentikan jika ada perbaikan dalam koordinasi antara sekolah dengan orang tua, perbaikan dalam strategi pengawasan kegiatan murid dan guru yang lebih peduli terhadap pertumbuhan murid.
Foto:harapanrakyat.com
[…] Baca Juga : Tiga Murid SMAN 1 Ciamis Terluka Saat Kegiatan Lingkaran Setan. Bagaimana Upaya Mengakhiri Kekerasan… […]