Depoedu.com-Di kalangan kaum pergerakan kemerdekaan, imajinasi tentang Indonesia sebagai bangsa yang merdeka sudah mulai muncul sejak awal abad 20. Imajinasi itu semakin konkrit dengan berdirinya Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda.
Perhimpunan Indonesia kemudian menerbitkan Koran Indonesia Merdeka. Koran ini sangat aktif melakukan propaganda untuk mewujudkan Indonesia merdeka, yang mencakup semua wilayah Hindia Belanda.
Imajinasi tentang Indonesia merdeka semakin mengental misalnya melalui prakarsa Kongres Pemuda Pertama, yang kemudian berlanjut pada Kongres Pemuda kedua, di mana pada kongres pemuda tersebut, Sumpah Pemuda diikrarkan.
Pada Kongres Pemuda pertama dan Kongres Pemuda Kedua, bertemulah utusan yag mewakili organisasi pemuda dari berbagai daerah. Ada utusan dari Budi Utomo, Trikoro Dharmo, Jong Java, Jong Sumatranen, Jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Batak, dan Jong Betawi.
Sejak Kongres Pemuda pertama, draft teks Sumpah Pemuda sudah menjadi perdebatan di antara para pemuda dari berbagai daerah tersebut. Butir pertama dan butir kedua Sumpah Pemuda telah disepakati oleh utusan dari organisasi pemuda sejak Kongres Pemuda pertama.
Butir yang menjadi perdebatan seru adalah butir ketiga, tentang bahasa persatuan. Pada kongres tersebut, muncul dua kubu. Kubu yang pertama mengusulkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, dan kubu kedua adalah kubu yang mengusulkan Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
Baca Juga : Siapa Sebenarnya Pencetus Nama Indonesia Untuk Pertama Kali?
Kubu yang pertama dimotori oleh Mohammad Tabrani, aktivis pemuda utusan Jong Java. Pada Kongres Pemuda pertama, 30 April – 2 Mei 1926, Tabrani menyampaikan kembali gagasan yang pernah ia tulis di Harian Hindia Baru, pada bulan Januari 1926.
Pada tulisan tersebut, ia menggagas untuk pertama kali perlunya penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pergaulan di tengah keberagaman penggunaan bahasa pengantar bahasa daerah, dalam interaksi orang Hindia Belanda saat itu.
Menurut Tabrani, saat itu Bahasa Melayu memang sudah banyak digunakan dalam interaksi antar orang Hindia, namun Bahasa Melayu tidak dapat menjadi bahasa persatuan.
Tabrani berpandangan, bila Bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan di tengah keberagaman bahasa daerah, maka Bahasa Melayu bakal terkesan sebagai bahasa imperialisme terhadap bahasa daerah yang lain di Hindia.
Karena itu Tabrani tidak menyetujui gagasan yang hendak menjadikan Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, seperti yang tercatat dalam draft Sumpah Pemuda, yang dirumuskan oleh Kongres Pemuda pertama.
Baca Juga : Bulan Bahasa Dan Sastra Untuk Menyongsong Sumpah Pemuda SMAN Kelubagolit; Berbahasa Sehat Menggapai Prestasi
Kubu kedua dimotori oleh Mohammad Yamin. Aktivis Jong Sumatranen Bond ini menyanggah Tabrani terkait gagasannya menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
“Bahasa Indonesia itu tidak ada. Bahasa yang digunakan dalam pergaulan itu Bahasa Melayu. Tabrani itu tukang melamun”, sanggah Mohammad Yamin, seperti tertulis dalam autobiografi Tabrani.
Tabrani menggambarkan dalam autobiografinya bahwa Yamin sempat naik pitam saat usulnya ditolak Tabrani untuk menjadikan Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
“Alasan Yamin itu betul dan kuat. Maklum ia lebih paham bahasa daripada saya. Namun saya tetap pada pendirian. Nama bahasa persatuan bukan Bahasa Melayu melainkan Bahasa Indonesia”, jelas wartawan Harian Hindia Baru ini.
“Kalau belum ada Bahasa Indonesia, Bahasa Indonesia harus dilahirkan melalui Kongres Pemuda yang pertama ini’, lanjut Tabrani tegas.
Baca Juga : Biaya Pendidikan Dokter Mahal, Dikuatirkan Lulusannya Tidak Memiliki Orientasi Sosial Kemanusiaan?
Karena Tabrani tidak setuju maka diputuskan Sumpah Pemuda tidak diikrarkan di akhir Kongres Pemuda pertama, dan ditunda hingga ada keputusan pada Kongres Pemuda kedua.
Kita ketahui kemudian bahwa, di Kongres Pemuda kedua, Mohammad Yamin dan pendukungnya berbesar hati menerima argument Tabrani. Sehingga poin ketiga dari teks Sumpah Pemuda pertama diubah dan menjadi putusan Kongres Pemuda kedua.
Bunyi butir ketiga tersebut sebelumnya pada kata Bahasa Melayu, diganti menjadi Bahasa Indonesia, sehingga menjadi : Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. Butir ke tiga dan dua butir Sumpah Pemuda lainnya kemudian diikrarkan pada tanggal 28 Oktober 1928, yang kini kita kenal sebagai Sumpah Pemuda.
Maka tanggal 28 Oktober 1928 dijadikan hari lahirnya Bahasa Indonesia, dan tokoh yang mencetuskan Bahasa Indonesia pertama kali sebagai bahasa persatuan adalah Mohammad Tabrani Soerjowitjitro. Ia adalah seorang wartawan harian Hindia Baru dari Pamekasan Madura.
Tabrani hebat karena keteguhan pendiriannya dan visi persatuannya. Namun Mohammad Yamin juga hebat karena kebesaran hati dan visi persatuannya. Bagi mereka berdua, mewujudkan persatuan dan kesatuan adalah visi yang sangat penting. Selamat memperingati Sumpah Pemuda yang ke 93 tahun.
Foto:nusadaily.com
[…] Baca Juga : Siapa Sebenarnya Tokoh Pengusul Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Persatuan? […]
[…] Baca Juga : Siapa Sebenarnya Tokoh Pengusul Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Persatuan? […]