Depoedu.com – Setiap tahun, tepatnya tanggal 23 Juli kita merayakan Hari Anak Nasional. Tanggal ini dipilih bertepatan dengan dikeluarkannya Kepres no 44 tahun 1984. Kepres ini mengembang amanat UU no 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Kedua perangkat peraturan ini sama-sama sepakat bahwa anak adalah pewaris masa depan. Oleh karena itu pertumbuhan dan perkembangan mereka harus dijamin oleh negara. Bukan semata pemenuhan hak dan kewajiban. Tumbuh kembang anak menyangkut harkat dan martabatnya sebagai manusia. Sejak janin terbentuk di dalam rahim ibunya, hingga ia dewasa.
Baik Hari Anak Nasional di Indonesia, maupun hari Anak Internasional, yang dirayakan setiap 1 Juni sejak tahun 1925, atau Hari Anak Sedunia yang jatuh setiap tanggal 20 November sejak diprakarsai pada tahun 1954, esensinya adalah agar anak-anak mendapat perlakuan yang sama. Orang dewasa mengamini bahwa masa sekarang adalah warisan dari anak-anak kita. Anak-anak adalah pemilik masa depan. Karenanya tumbuh kembang anak secara utuh, jasmani dan rohani, fisik dan spiritualnya harus menjadi perhatian semua orang. Anak dijamin harkat dan martabatnya sebagai manusia. Sama seperti orang dewasa.
Namun kenyataannya, di Indonesia sendiri masih banyak anak yang mengalami perlakuan yang tidak semestinya.
Januari, di Jatiuwung, Tangerang, Quin , 18 bulan, dibunuh ibu kandungnya. Februari, SH, balita tiga tahun, di Cakung- Jakarta Barat, juga tewas ditangan ibu kandungnya. Masih di Jakarta Barat, 27 April 2019, seorang ayah, MS – 23 tahun, tega mengakhiri hidup anaknya yang baru berusia 3 bulan. 23 Juni 2019, di Kalimaro – Grobogan- Jateng, ZTA, balita berusia 1,5 tahun, meninggal dunia ditangan ayah kandungnya.
Adalah F, 6 tahun, dianiaya hingga meninggal di Boyolali pada 11 Juli 2019, oleh SW, 30 tahun yang adalah ibu kandungnya. Enam hari kemudian, di Kabupaten Demak-Jateng, QRY, 7 tahun, meninggal dibunuh ayah kandungnya sendiri. Beberapa minggu sebelumnya, 26 Juni 2019, IB, 2 tahun, di Sanggau – Kalimantan Barat, menjadi korban ayah kandungnya.
Tidak sulit menemukan kasus yang sama saat mencari di media online. Puluhan kasus serupa, juga terjadi ditahun-tahun sebelumnya. Belum lagi kasus aborsi. 10 tahun lalu, kompas.com, 16/02/2009 menulis bahwa tiap tahun ada 2.3 juta kasus aborsi terjadi di Indonesia.
Gambaran dari kasus di atas, jelas menunjukan bahwa anak belum sepenuhnya mendapat perlindungan dari orang dewasa. Terutama dari orang terdekat dengannya. Bahkan dari orang tua kandungnya sendiri.
Gegap gempita perayaan Hari Anak Nasional jangan sampai hanya menjadi formalitas belaka. Merayakan Hari Anak Nasional, harus kembali pada esensi yang sebenarnya. Tidak hanya sekedar perlombaan ini itu yang membuat anak senang sehari. Perayaan Hari Anak Nasional harus mampu menggali hingga ke akar, kemudian dengan segenap komitmen berusaha mencari solusi terbaik agar apa yang tergambarkan oleh kasus pembunuhan anak oleh orang tua kandung tidak terjadi lagi.
Kasus orang tua kandung membunuh anaknya tentu hanyalah puncak dari maha luas dan kompleksitas persoalan keluarga. Dan karena kompleksitasnya, persoalan menjamin tumbuh kembang anak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia tentu tidak bisa selesai hanya dengan merayakan Hari Anak Nasional.
Kekerasan fisik bahkan hingga mengakibatkan kematian hanya salah satu dari banyak bentuk kekerasan yang diderita oleh anak. Kekerasan verbal, penelantaran, kekerasan seksual, kekerasan emosional juga sama menimbulkan ‘luka’ bagi anak. Beberapa bahkan tidak dapat tersembuhkan seumur hidup. Berbagai bentuk kekerasan ini, tentu menghambat tumbuh kembang anak.
Masalah ekonomi, perselingkuhan, baby blue, keluarga yang belum matang secara psikologis, komunikasi yang tidak berjalan dengan baik, orang tua yang pernah mengalami kekerasan, kondisi lingkungan social yang buruk atau apapun penyebabnya harus bisa dicarikan jalan keluar secara komperhensif.
Pertama, Institusi pendidikan. Sekolah selain mempersiapkan bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan, juga sudah seharusnya memberi porsi lebih besar pada pendidikan karakter dan pembekalan mental setiap anak didik. Setiap orang harus dilatih untuk bisa mengelolah stress dan emosi negatif. Mampu mengenali masalah, mencari akar penyebab dan memiliki problem solving atas setiap masalah yang dihadapinya.
Kedua, Institusi Agama dan Keluarga. Dalam tradisi gereja Katolik, setiap pasangan yang akan menikah, melewati satu tahapan yang dikenal dengan katakese Membangun Rumah Tangga (MRT). Katakese MRT semoga bukan hanya formalitas untuk mendapat selembar sertifikat sebagai salah satu syarat mengajukan pernikahan secara Katolik. Institusi Agama manapun dan keluarga besar harus turut berkomitmen dan aktif menyiapkan dan membantu keluarga-keluarga muda, membangun rumah tangga mereka. Apapun formatnya. Apapun caranya.
Ketiga, Negara harus hadir juga dalam urusan ‘domestik’ setiap keluarga. Tidak cukup dengan seperangkat aturan perundangan. Sentra-sentra pelayanan kesehatan di puskesmas-puskesmas, atau fasilitas fasilitas kesehatan dasar lainnya harus aktif membuka bantuan psikologis yang dapat diakse tanpa hambatan oleh setiap orang.
Bila perlu, harus ada Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) khusus untuk pasangan suami istri. Posyandu jenis ini tidak hanya soal pemeriksaan kesehatan, jiwa maupun raga; lebih dari itu menjadi pusat social, ekonomi dan budaya setiap warga. Pusat ekonomi, sosial dan budaya ini tidak hanya memberikan bantuan ketika terjadi masalah, tapi lebih pada membangun komunikasi tanpa menghakimi, mendeteksi dini setiap persoalan dalam komunitas masyarakat tersebut. Semoga “Peran Keluarga dalam Perlindungan Anak” yang menjadi tema Peringatan Hari Anak Nasional tahun 2019 ini, mampu mengantar anak-anak Indonesia di manapun berada tumbuh dan berkembang serta terjamin harkat dan martabat kemanusiaannya. Agar setiap anak dapat berujar riang gembira “ Kita Anak Indonesia, Kita Gembira” sesuai slogan Hari Anak Nasional 2019.
Selamat merayakan Hari Anak Nasional 2019. (Foto: brilio.net)
[…] Baca Juga : Merayakan Hari Anak Nasional, Disaat Masih Banyak Anak Dibunuh Orang Tua Kandungnya. […]
[…] Baca Juga : Merayakan Hari Anak Nasional, Disaat Masih Banyak Anak Dibunuh Orang Tua Kandungnya. […]