Depoedu.com – Memasuki era globalisasi, dilema terkait relevansi agama dalam dunia pendidikan kian muncul ke permukaan. Akibat kemajuan ilmu pengetahuan, agama bukan lagi rujukan utama manusia dalam menjawab persoalan-persoalan yang ada. Di sisi lain, ruang bagi perkembangan sains dan ilmu-ilmu terapan pun semakin terbuka. Hal ini menuntut sejumlah penyesuaian pada sistem pendidikan masa kini, diantaranya terkait pendidikan agama.
Salah satu negara yang baru-baru ini merencanakan penyesuaian pada kurikulum nasionalnya adalah Malaysia. Pada tanggal 22 Desember 2018, Perdana Menteri Mahathir Mohamad melontarkan gagasan untuk mengurangi bobot mata pelajaran agama dalam silabus di sekolah-sekolah setempat. Hal tersebut ia sampaikan dalam sebuah pertemuan di kampus Sultan Abdul Hamid.
Mahathir menilai bahwa sekolah-sekolah di Malaysia terlalu menitikberatkan pada pendidikan agama ketimbang ilmu-ilmu lain yang lebih substantif. Akibatnya, para lulusan tidak memiliki bekal keterampilan yang cukup untuk beradaptasi dengan dunia pekerjaan. Disamping itu, ia juga menilai kurikulum yang tengah berlaku sebagai biang kemunculan ulama-ulama konservatif di Malaysia. Menurutnya, hal ini justru menimbulkan masalah karena para ulama cenderung berbeda-beda pendapat dan bertengkar satu sama lain sehingga menyesatkan umat.
Rencananya, jumlah pertemuan untuk mata pelajaran agama akan dikurangi menjadi dua sampai tiga kali dalam sepekan. Kurikulum yang baru juga akan memberi penekanan pada pendidikan bahasa asing. Menurut Mahathir, penguasaan bahasa asing tidak serta-merta mengganti identitas siswa sebagai warga negara Malaysia, melainkan penting untuk memperluas cakrawala pengetahuan dan mencapai kemajuan negara.
Sejatinya, gagasan Mahathir sama sekali bukan hal baru. Sejak zaman pencerahan, manusia telah berangsur mereduksi peran agama dalam peradaban modern, termasuk dunia pendidikan. Meski demikian, negara-negara di Asia dan Afrika cenderung terikat pada budaya dan tradisi akibat kondisi peradaban yang masih dalam tahap perkembangan. Oleh karena itu, agama menjadi faktor yang tidak dapat dipisahkan dari semua aspek kehidupan.
Kini, arus globalisasi telah mempercepat evolusi peradaban. Agar mampu beradaptasi, manusia semakin dituntut untuk menguasai hal-hal yang bersifat aplikatif daripada konseptual. Mengingat hal ini, tidak dapat dipungkiri bahwa gagasan Mahathir tergolong progresif. Pertanyaannya, sejauh mana muatan agama perlu dipertahankan dalam dunia pendidikan masa kini? Bagaimana pendapat eduers sekalian? (Oleh: Ignatius Samon / Foto: news.okezone.com)