Refleksi Citra Seorang Guru

EDU Talk
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com – Guru memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Dari dimensi tersebut, peranan guru sulit digantikan yang lain. Dipandang dari dimensi pembelajaran, peranan guru dalam dunia pendidikan Indonesia tetap dominan sekalipun tehnologi yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran berkembang amat cepat. Hal ini disebabkan karena ada dimensi-dimensi proses pendidikan, atau lebih khusus lagi proses pembelajaran, yang diperankan oleh guru, tidak dapat digantikan oleh teknologi. Dalam perubahan kultur masyarakat moderen yang multikultural dan multidimensional memang sangat membutuhkan peranan teknologi dalam proses pembelajaran akan terus bertambah. Namun demikian, fungsi guru tidak akan bisa seluruhnya dihilangkan sebagai pendidik dan pengajar bagi peserta didik.

Sejak dahulu hingga sekarang, guru dalam masyarakat Indonesia terutama di daerah-daerah pedesaan masih memegang peranan amat penting sekalipun status sosial guru di tengah masyarakat sudah berubah. Guru tetap dianggap sebagai pelopor di tengah masyarakat. Guru bukan hanya mendidik para siswa di sekolah, melainkan juga menjadi guru bagi masyrakat. Mereka memainkan peranan kunci dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan; misalnya menjadi Ketua Rt, Ketua Rw, Ketua LKMD, Panitia kegiatan itu, dan Ketua Tim ini dan masih banyak lagi. Tugas dan kepercayaan tersebut muncul, karena guru dianggap sebagai kelompok terpelajar dan ditokohkan oleh masyarakat. Mereka juga senantiasa bersikap kooperatif dan akomodatif terhadap kebijakan serta aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Tingkat kepercayaan masyarakat di tingakat lokal yang amat tinggi tersebut, maka guru dijadikan sebagai counterpart (mitra) dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan.

Fenomena umum yang terjadi pada guru, bahwa terdorong oleh iklim intelektual yang kondusif dalam keluarga (iklim belajar) serta ekspektasi peran dan prestasi pendidikan dari anak-anak guru yang dipersepsi oleh masyarakat (anak guru selayaknya berprestasi tinggi), maka biasanya putera puteri guru terdorong untuk mencapai prestasi yang lebih baik di sekolah, bila dibandingkan dengan putera puteri orangtua bukan guru. Putera puteri guru juga memiliki aspirasi pendidikan yang lebih tinggi jika dibanding anak-anak lainnya. Fenomena ini juga menjadi hal yang sangat positif sekaligus sebuah keuntungan menjadi seorang guru.

Tugas guru memang cukup berat. Selain melaksanakan tugas sebagai pendidik dan pengajar bagi siswa, juga menjadi counterpart dalam berbagai kegiatan masyarakat. Dalam kondisi kekurangan guru, maka ia melaksanakan tugas yang dikenal dengan istilah multi-grade teachers atau multi-grade teaching. Guru harus bergerak dari tingkat kelas yang satu ke tingkat kelas yang lain untuk mengajarkan mata pelajaran yang berbeda. Mereka terpanggil untuk memberikan peluang belajar kepada semua siswa tanpa menghiraukan keterbatasan kemampuan di luar keahlian yang dimiliki. Lebih lanjut pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) yang melaksanakan sistem guru kelas, guru dituntut mengajarkan semua mata pelajaran kecuali mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK), Bahasa Inggris, Bahasa Daerah (Jawa, Madura) juga muatan lokal lainnya sesuai tuntutan dan kebutuhan penyelenggara pendidikan yang dilaksanakan pemerintah atau swasta. Dalam kondisi tugas yang demikian, mereka tetap melaksanakan tugasnya dengan baik, juga berusaha sejauh yang dapat dilakukan untuk tetap membantu para siswa agar tetap belajar. Dapat dikatakan bahwa guru adalah problem solver (pemecah masalah) dalam proses pembelajaran, dan tidak sedikit peserta didik dapat berkembang dengan baik. Sebagian kemudian mampu mencapai prestasi tinggi pada saat mereka mendapatkan kondisi pembelajaran yang lebih baik di jenjang pendidikan selanjutnya.

Bila hal-hal positif tentang guru diangkat ke permukaan, maka dapat menciptakan citra positif tentang guru. Dampak selanjutnya adalah dalam persepsi masyarakat juga akan tumbuh citra yang lebih berimbang dan lebih positif tentang guru. Dibandingkan dengan hal-hal positif, penggambaran negatif tentang guru sering menjadi perbincangan hangat dalam masyarakat. Media massa maupun pembicaraan tentang guru justru hal-hal seperti keluh kesah, ketidakmampuan, ketidakberdayaan, dan sejenisnya. Hal-hal demikian akan memunculkan persepsi masyarakat tentang citra guru yang identik dengan kesengsaraan, kekurangan, ketidakmampuan, dan ketidakberdayaan. Tidak berlebihan kalau seorang pengamat sosial dan seniman, Iwan Fals yang menggubah dan melantunkan sendiri sebuah lagu yang bertajuk “Oemar Bakri”. Lirik lagu tersebut terasa menggelitik sekaligus sangat menyentuh hati. Oemar Bakri adalah sosok guru yang telah mengabdi selama empat puluh tahun. Ia tetap setia dengan sepeda butut dan tas tuannya, berangkat menunaikan tugas, mendidik anak-anak bangsa. Bakri telah mampu mengantarkan anak-anak didiknya menjadi orang-orang yang berhasil, sementara dirinya masih tetap menjadi guru, yang kehidupan sosial ekonominya tidak berubah menjadi lebih baik. Pesan moral yang kita petik dari lagu tersebut adalah gambaran profesi guru yang setia dalam tugas pengabdian dan tetap hidup dalam kebersahajaan. Citra positif namun sarat dengan pesan keprihatinan.Semua yang terjadi adalah sebuah episode yang real, dan dapat direflesikan bahwa guru adalah sosok yang tidak boleh terabaikan oleh waktu, perubahan, dan dinamika, serta perkembangan zaman.

Pada episode selanjutnya, adalah terjadi dinamika perubahan dengan berbagai upaya untuk mengangkat citra seorang guru. Kemudian muncul berbagai regulasi bidang pendidikan sebagai jawaban atas berbagai realitas kehidupan guru yang memprihatinkan. Beragam anggapan yang salah (false assumptions) tentang guru, pada dasarnya akan merugikan citra guru itu sendiri – juga tidak menguntungkan masyarakat, pemerintah, dan dunia pendidikan pada umumnya.

Langkah perubahan telah dimulai oleh pemerintah pusat dengan tujuan mengangkat citra dan martabat guru. Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, PP Nomor 78 tahun 2008 tentang guru, Tunjangan Profesi Pendidik (sertifikasi guru), pemberlakuan anggaran 20% dari APBN untuk bidang pendidikan, insentif bagi guru-guru di daerah terpencil, adalah langkah konkrit yang telah dilakukan oleh pemerintah. Guru mulai dipoles dengan berbagai regulasi bidang pendidikan yang berdampak pada “wajah perubahan”. Apakah kemudian “wajah perubahan” yang ditampilkan guru zaman ini, menutup celah keprihatinan guru? Jawabannya tentu tidak. Citra seorang guru tidak melekat pada penghasilan yang tinggi. Tidak juga menyamar lewat kemewahan dan keterjangkauan finansial. Tidak juga melenggang pada penampilan dengan berbagai asesories. Diharapkan dari “wajah perubahan” yang diperoleh melalui regulasi pendidikan adalah citra seorang guru yang positif. Guru yang tetap bersahaja dengan moralitas pribadi yang handal. Guru yang tetap menjadi pribadi yang diguguh dan ditiru, tetap berpihak pada penegakkan kualitas pendidikan dan pembelajaran. Dan tentu saja sederet harapan cita-cita dan tujuan pendidikan nasional. Pada titik ini, seluruh masyarakat indonesia khususnya generasi muda masih menaruh harapan penuh pada pengabdian dan komitmet para guru untuk mewujudnyatakan cita-cita dan tujuan pendidikan. Kalau kemudian yang muncul adalah keterpurukan kualitas pendidikan, maka pertanda sebuah lonceng kematian dunia pendidikan. Seorang guru kiranya mengakomodasi semua cita-cita dan harapan kita bersama. Semoga bermanfaat.@@@ (Oleh: Paulus P.Lamablawa / Foto: tesolcourse.edu.vn)

0 0 votes
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
4 Comments
oldest
newest most voted
Inline Feedbacks
View all comments
Wensislaus Sedan
Wensislaus Sedan
5 years ago

Dapat dikatakan “wajah guru” saat ini, telah memancarkan harapan baru bagi kemajuan pendidikan di republik ini. Yang perlu dibenahi saat ini adalah ketersediaan guru pada setiap daerah. Jika ketersediaan guru tetap menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, maka persoalan ketersediaan guru pada setiap daerah akan tetap menjadi masalah yang sulit dipecahkan. Daerah yang kaya akan dengan mudah mengatasi kekurangan gurunya, sedangkan daerah-daerah miskin, sangat sulit untuk mengatasi kebutuhan kekurangan guru. Ditambah lagi guru guru PNS tamatan SPG, akan habis masa baktinya, tahun terakhir pada 2023. Itu artinya kebutuhan kekurangan guru akan semakin banyak. Oleh karena itu, perlu ada kebjakan khusus terkait… Read more »

Sipri Peren
5 years ago

Memang ada banyak masalah terkait guru, pelan pelan pemerintah sudah mulai memecahkan masalah masalah tersebut. Yg mendesak adalah masalah terkait mutu guru dan distribusi guru. Pemerintah harus belajar dari lembaga pendidikan swasta yg telah berhasil mengembangkan mutu guru. Terkait pengadaan dan distribusi guru, praktek pengangkatan guru honorer perlu di benahi dan di tata. Praktek pengangkatan guru honorer tanpa induk perencanaan dan praktek pengangkatan yg baik akan menjadi bom waktu bagi dunia pendidikan.

trackback

[…] Baca Juga: Refleksi Citra Seorang Guru […]

trackback

[…] Baca Juga: Refleksi Citra Seorang Guru […]