Depoedu.com – Pelajaran Bahasa Jawa yang semakin tidak dikenali oleh masyarakatnya sendiri termasuk generasi muda padahal bahasa Jawa adalah bahasa sehari-hari yang sering digunakan untuk berkomunikasi bagi masyarakat Jawa. Bahasa Jawa juga masuk dalam pelajaran wajib yang selalu diajarkan pada siswa SD dan SMP di Jawa Tengah. Mata pelajaran ini akan menjadi sarana yang baik untuk memahami konsep dasar Bahasa Jawa. Kompetensi Dasar menulis dan membaca pelajaran Bahasa Jawa termasuk materi yang sulit menurut para siswa sehingga menimbulkan kurangnya motivasi belajar. Lebih jauh lagi akan berakibat rendahnya nilai perolehan pada materi tersebut.
Pembelajaran Bahasa Jawa meliputi dua aspek, yaitu aspek kemampuan berbahasa dan aspek kemampuan bersastra. Setiap aspek meliputi empat keterampilan, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Ada pula proses pembelajaran Bahasa Jawa yaitu pada kelas I dan II pembelajaran Bahasa Jawa cukup diajarkan mengenai membaca dan menulis kata dan kalimat pendek dalam Bahasa Jawa yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari ditambah dengan pelajaran berkomunikasi dengan kalimat sederhana. Pada kelas III, IV, V, dan VI mulai diajarkan tentang pengetahuan bahasa baik ketatabahasaan maupun kesasteraan. Bahan yang disajikan masih berupa pengetahuan dasar.
Contoh pelajaran Bahasa Jawa yang terlihat menjadi ‘momok’ bagi generasi muda adalah aksara Jawa. Aksara Jawa merupakan salah satu peninggalan budaya yang tak ternilai harganya. Bentuk aksara dan seni pembuatannya pun menjadi suatu peninggalan yang patut untuk dilestarikan. Aksara Jawa dipakai dalam berbagai teks berbahasa Jawa dan beberapa bahasa lain di sekitar wilayah penuturannya. Aksara ini lebih dikenal sebagai hanacaraka atau carakan.
Siswa sekolah dasar mulai enggan mempelajari aksara Jawa. Upaya pemerintah dengan memasukkan aksara Jawa dalam materi ajar pada mata pelajaran Bahasa Jawa pun kurang disambut baik. Minat siswa dalam mempelajari aksara Jawa belum sepenuhnya terbangun. Hal ini bias disebabkan oleh beberapa hal, seperti yang disebutkan oleh Indria (2008: 246) bahwa BAPPEDA DIY telah meneliti mengenai kondisi pembelajaran bahasa Jawa di SD dan SMP 93% gurunya hanya menggunakan metode ceramah. Faktor penyebab aksara Jawa tergolong materi yang sulit bagi kebanyakan siswa, karena kerumitan bentuk, jenis, serta jumlah dari aksara Jawa yang cukup banyak. Siswa juga dituntut untuk memahami unsur-unsur yang sangat kompleks yang terdapat dalam aksara Jawa, di antaranya aksara carakan, sandhangan, pasangan, aksara murda, aksara swara, dan aksara angka.
Penggunaan aksara Jawa pada masa sekarang ini hanya terbatas sebagai simbol kedaerahaan yang disematkan pada nama-nama jalan, gedung-gedung pertemuan, gedung-gedung pemerintahan, dan lain-lain. Jelas terlihat bahwa aksara Jawa pada masa sekarang kurang difungsikan, sehingga keberadaannya semakin tidak terlihat. Aksara Jawa dianggap ketinggalan zaman, kuno, dan tradisional. Sementara pada dunia kerja sudah menggunakan piranti serba modern.
Misalnya, seorang dokter memeriksa pasien menggunakan komputer. Instansi-instansi pemerintah apa saja menggunakan komputer. Belajar angka Jawa menurut para siswa juga tidak ada hubungannya dengan ilmu hitung. Angka Jawa tidak bermanfaat pada kehidupan seperti halnya matematika, misalnya untuk berdagang, perbankan, pasar, pertanahan, dan sebagainya. Piranti yang digunakan untuk berhitung minimal mengguanakan kalkulator, dan juga komputer. Semua itu tidak menggunakan Aksara Jawa maupun angka Jawa. Sehingga untuk apa sebetulnya kegunaan sejak dini kita mempelajari Aksara Jawa apa hanya untuk melanjutkan pelajaran yang sejak dulu ada atau alasan lain, karena setiap pendidik disetiap daerah tidak akan pernah memberitahukan apa manfaat kita belajar Aksara Jawa dalam kehidupan selain di sekolah. Maka dari itu setidaknya kita perlu memahami fungsi mempelajari Aksara Jawa terlebih dahulu.
Terdapat bebarapa fungsi aksara Jawa yang pertama aksara Jawa merupakan ikon budaya Yogyakarta, sehingga memberi warna khas yang jarang dijumpai di kota-kota lainnya. Apalagi dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia (UURI) No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta Pasal 2 disebutkan bahwa Yogyakarta mempunyai keistimewaan dalam kebudayaan. Kemudian UURI ini, pelaksanaannya diatur dengan Perda Istimewa. Saat ini Rancangan Perda (Raperda) Istimewa DIY tentang Kebudayaan sudah selesai dibuat (Pada Pasal 15 ayat h)disebutkan bahwa perlindungan sistem sosial (dalam keistimewaan kebudayaan) dilakukan melalui cara Penggunaan Aksara Jawa pada Setiap Nama Bangunan Publik dan Jalan. Nah, keputusan dalam Raperda Istimewa DIY tersebut tentunya memberikan angin segar bagi eksistensi aksara Jawa. Namun jika aksara Jawa tidak dipelajari dan dikuasai dengan baik, akan terjadi kesalahan-kesalahan dalam penulisan. Ada juga yang sudah terjadi di Yogyakarta.
Mempelajari aksara Jawa juga juga ada nilai ekonomis. Beberapa keuntungan dalam mempelajari aksara Jawa antara lain: Kita bisa menjadi tenaga profesional sebagai transliterator (pengalih aksara), dari aksara Jawa ke dalam aksara Latin. Jasa alih tulis saat ini dihargai cukup tinggi. Sehingga jika konsisten dalam menjalankannya, maka profesi sebagai transliterator ini cukup menjanjikan.Aksara Jawa juga bisa berfungsi sebagai ragam hias yang indah. Sehingga aksara Jawa dapat dijadikan kaligrafi, seperti halnya tulisan Arab. Kaligrafi aksara Jawa mempunyai nilai jual, jika mengandung estetika tinggi.
Serta tentu benar jika nenek moyang kita menulis dengan aksara Jawa. Kalau tidak percaya, kita bisa melihat peninggalan-peninggalan sastra lama tersebut di perpustakaan-perpustakaan dan museum-museum. Karya ini masih ditulis dengan tulisan tangan dan biasa disebut dengan manuskrip. Jumlah peninggalan ini tidak hanya satu tetapi mencapai ribuan. Sayangnya, karena sekarang ini sudah tidak banyak orang yang bisa membaca dan menulis Jawa, maka banyak manuskrip yang rusak tetapi belum sempat dibaca dan diketahui isinya. Padahal jumlah manuskrip Jawa itu banyak sekali.
Pendidik dan pihak sekolah perlu membenahi kosep pemikiran generasi muda untuk lebih memikirkan masa depan aksara Jawa yang semakin longsor, belajar bahasa Jawa bukan hanya untuk sebuah nilai di raport saja melainkan perlunya penggantian presepsi serta cara pembelajaran di kelas misalnya mengevaluasi proses pembelajar di kelas seperti membuat game dalam aksara jawa serta game pengenalan fungsi aksara Jawa sejak awal belajar atau pada SD kelas 1 agar murid mempunyai pemikiran sejak dini tentang apa yang berharga dari mempelajari aksara Jawa san dapat ia ingat sampai ia terjun ke dunia masyarakat.
Agar kita semua dapat mencermati bahwa mempelajari aksara Jawa bukanlah hal yang sia-sia. Banyak manfaat yang dapat kita peroleh. Tidak selayaknya memikirkan manfaat pembelajaran hanya menomorsatukan segi keuntungan secara ekonomis. Ada yang lebih berharga sebagai bangsa atau masyarakat Jawa yang beradab. Yakni mengapresiasi hasil budi daya dan pemikiran para pendahulu kita. Budaya Jawa yang adi luhung jangan sampai hilang tak berbekas.Oleh karena itu penting sekali mempelajari aksara Jawa, agar kita juga bisa membaca karya-karya lama peninggalan nenek moyang kita. Negara Asing saja berminat mempelajari kekayaan budaya bangsa kita. Kenapa kita tidak? Jangan-jangan nanti kita harus belajar ke Belanda agar kita dapat mempelajari Aksara Jawa. (Oleh: Selly Putri Rachma Wati – Mahasiswi Pendidikan Matematika, Universitas Muhammadiyah Malang / Foto: pressreader.com)
tulisan yang bagus, sangat bermanfaat bagi kita semua. saya juga ingin berbagi informasi yang lain, silahkan dikunjungin : http://news.unair.ac.id/2018/10/15/sinau-aksara-jawa-kuna-di-rumah-kebudayaan-unair/