Ibu dan Facebook
Ibu, Facebook.
Hubungannya erat sekali.
Setiap hari;
sehabis mandi,selesai makan, sehabis apapun.
Dalam hatiku, aku berpikir;
mau kemana gerangankah ia?
Notebook!
Tapi , apa yang selalu ia lihat di notebook?
Facebook!
Setiap hari, tawanya menggema.
Sampai kapankah hubungan erat antara ibu dan facebook?
Mungkin sampe akhir hayatnya.
Notebooknya akan dibawanya ke surga”
Oleh: Serafina Ophelia Simanjuntak.
***
Depoedu.com – Tajuk Rencana harian Kompas (26/07/18) menulis bahwa kecanduan gawai bukan hanya di kota besar, melainkan juga sudah menimpa anak-anak hingga di kota-kota kecil. Lebih lanjut Tajuk Rencana ini menulis Poli Jiwa RUSD Koesnadi Kabupaten Bondowoso saat ini sedang menangani 11 pelajar yang adiksi gawai. Anak-anak ini tahan bermain gim pada gawai lebih dari dua malam, tanpa makan apalagi istirahat. Mereka, bahkan ngamuk dan membentur-benturkan kepalanya ke tembok ketika dilarang bermain gim oleh orang tuanya. Ada yang sampai mengkonsumsi narkoba agar bisa terus terjaga saat bermain gim.
Tercatat pula bahwa banyak anak menjadi pelaku kekerasan terhadap teman dan keluarga setelah bermain gim pada gawai. Bukan hanya di Indonesia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan mengeluarkan International Classification of Disease (ICD) edisi ke II menyebutkan bahwa kecanduan gim adalah gangguan kesehatan jiwa dalam kategori gangguan permainan atau gaming disorder. Hal ini menunjukan bahwa persoalan kecanduan gawai sudah menjadi masalah dan perhatian dunia International.
Banyak laman on line melansir dampak negatif kecanduan gawai bagi kesehatan, diantaranya: Gangguan penglihatan atau lebih dikenal dengan Computer Vision Syndrome (CVS) ditandai dengan gejalah mata kering karena jarang berkedip. Blurry Vision, suatu kondisi dimana otot mata yang tegang mengakibatkan penglihatan tidak dapat fokus dengan cepat pada jarak yang berbeda. Selain itu, diakui bahwa dampak buruk radiasi ponsel memang masih dalam perdebatan, namun beberapa penelitian melaporkan bahwa radiasi ponsel menjadi salah satu pemicu tumor otak. Dampak lainnya adalah terganggunya produksi melatonin, hormon yang mengatur siklus tidur karena pancaran sinar biru dari gawai. Akibatnya siklus tidur alamiah tubuh akan terganggu.
Blue light, seperti yang ditulis laman hellosehat, digolongkan sebagai high-energi visible light yaitu sinar tampak dengan panjang gelombang sekitar 415 sampai 455 nm, dengan tingkat energi yang tinggi. Pada siang hari, sinar biru yang banyak terkandung pada sinar matahari sangat bermanfaat dalam meningkatkan mood seseorang, dan memproduksi melatonin yang mengatur siklus tidur alamiah seseorang. Menjadi bahaya ketika seseorang terpapar lebih banyak sinar biru pada malam hari. Paparan sinar biru yang berlebihan mengakibatkan mundurnya jadwal alamiah tidur seseorang.
Blue light juga dihubungkan dengan age-related macular degeneration (AMD) Makula adalah bagian dari retina yang berisi sel dan pigmen macular. Pigmen ini yang mengontrol ketajaman penglihatan (vicual acuity). Degenerasi macula bisa berujung pada hilangnya kemampuan penglihatan seseorang. Pada anak-anak di bawah sepuluh tahun, yang lensa dan kornea matanya belum berkembang sempurna, paparan sinar biru lebih berpotensii merusak mata mereka. Dengan demikian anak-anak sebaiknya dihindarkan dari paparan blue light yang keluar dari gawai.
Terlepas dari begitu banyak dampak negatif penggunaan gawai, yang tidak kalah berbahayanya adalah konten-konten yang dapat dengan mudah diakses melalui gawai.
Baru-baru ini, tak bisa dimengerti, seorang anak usia sekolah dasar diperkosa oleh teman- teman bermainnya. Sungguh memilukan menerima kenyataan bahwa pelaku dan korban adalah anak-anak yang belum matang. Kepada detik dot kom (09/08/18), Kapolres Toltoli AKBP M Iqbal Algudusy mengatakan bahwa sebelumnya para pelaku sudah sering mengakses konten pornografi di handphone.
Berita dari Tolitoli-Sulawesi Tengah di atas, seperti yang ditegaskan oleh Iqbal bahwa para pelaku terpengaruh konten pornografi di gawai. Konten pornografi yang diakses melalui gawai adalah ancaman nyata. Kementrian Komunikasi dan Informatika dalam kurun waktu hanya dua tahun dari 2015 hingga 2017 telah memblokir 800.000 web bermuatan pornografi. Dimana konten konten berisi pornografi ini lebih aman, lebih terjaga privasinya ketika diakses melalui gawai. Melalui handphone.
Opini oleh Dedy Permadi pada harian Kompas edisi yang sama mengutip hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bahwa dari 143,2 juta orang Indonesia yang menggunakan internet, sekitar 75% adalah pengguna remaja berusia 13 – 18 tahun. 107 juta pengguna internet usia remaja ini mengakses internet melalui gawai.
Teknologi informasi dan perangkat pendukungnya berkembang sedemikian pesat. Pada saat yang sama ekses negatif yang mengikuti perkembangan itu juga tidak tanggung jumlah dan kualitasnya. Konten-konten berisi berita palsu, konten-konten bermuatan SARA dan ujaran kebencian, pornografi, berbagai bentuk penipuan hingga perekrutan teroris menyebar luas begitu mudahnya akibat perkembangan ini.
Dengan demikian, persoalan menggunakan gawai secara sehat harus menjadi perhatian bersama. Dan yang paling pertama dan utama yang harus diberi perhatian adalah penggunaan gawai di lingkungan keluarga. Di rumah.
Puisi Ibu dan Facebook pada pembuka tulisan ini, memberi gambaran nyata tentang contoh kecanduan gawai. Puisi di atas hanyalah salah satu ilustrasi. Ada banyak konten lain dengan pesan yang sama bertebaran di berbagai laman online. Bagaimana anak merasa terganggu ketika orang tuanya asik bermain dengan gawainya. Detik dot kom pada 15 September 2018, menulis tentang demo anak-anak di Hamburg, Jerman. Anak-anak ini turun ke jalan memprotes para orang tua mereka yang sibuk dengan gawainya ketimbang bermain bersama. Sangat mungkin realita kecanduan gawai pada anak yang kita alami hari ini, adalah akibat contoh buruk dari kita orang tua.
Menggunakan gawai secara sehat harus menjadi kebisaaan seluruh keluarga di rumah. Waktu menggunakan gawai perlu diatur dan semua anggota keluarga harus berkomitmen menjalankannya. Misalnya hanya boleh menggunakan gawai hanya pada weekand, atau orang tua baru boleh memegang gawai setelah anak-anak tidur. Menetapkan area-area tertentu yang bebas dari gawai seperti meja makan dan tempat tidur misalnya. Atau menghidupkan gerakan 18-21 di rumah, dimana pada jam 18 hingga jam 21 semua anggota keluarga tidak boleh menggunakan gawai termasuk mematikan televisi untuk bermain atau belajar bersama.
Hal lainnya adalah orang tua harus sungguh mendampingi anaknya saat menggunakan gawai. Pakar psikologi sosial Sonia Livingston meyakini bahwa membolehkan anak mengakses internet lebih baik dari pada melarangnya. Pendampingan ini bertujuan agar konten-konten yang diakses oleh anak benar-benar dikontrol secara ketat oleh orang tua.
Sekolah sebagai komunitas kedua setelah rumah turut berperan aktif untuk mendorong penggunaan gawai secara lebih bijak. Salah satunya adalah pelarangan anak-anak membawa gawai ke sekolah. Jika anak membutuhkan komunikasi dengan orang tua pada jam sekolah, bisa meminjamnya dari sekolah. Pada saat yang sama menyediakan lebih banyak waktu untuk mengedukasi semua anggota komunitas di sekolah tentang bagaimana menggunakan gawai secara sehat.
Lebih luas, komunitas masyarakat dan pemerintah sudah saatnya berpikir serius untuk melihat gejalah-gejalah ini. #SiBerkreasi – Gerakan Nasional Literasi Digital, hemat saya sudah mendorong banyak hal positif. Namun sebagai gerakan, hal ini masih belum menyebar – belum diviralkan – hingga menyentuh lebih banyak pihak.
Memasukan konten tentang Literasi Digital kedalam kurikulum pendidikan formal harus segera dilakukan. Pada saat yang sama pemerintah bersama masyarakat, institusi Polri dan para penegak hukum lain harus menjamin penegakan hukum terhadap berbagai pelanggaran UU ITE, dan berbagai kejahatan siber lainnya serta lebih aktif menyisir situs-situs bermuatan konten negatif. Termasuk cepat dan tanggap terhadap berbagai pengaduan terkait konten-konten negatif ini agar masyarakat terlindungi.
Tentu tidak semudah membalikan telapak tangan, namun melakukan alternatif-alternatif di atas berarti kita sedang menjadikan gawai sebagai berkat untuk mendorong berbagai kemajuan bersama. Sebab perkembangan dunia informasi dan segala perangkat pendukungnya yang sedemikian cepat ini juga adalah berkat. Berkat bagi manusia ketika setiap kita secara sadar dan bijak menggunakannya untuk kebaikan bagi diri sendiri dan sesama.
(Puisi Ibu dan Facebook oleh Serafina Ophelia Simanjuntak, dibuat pada Januari 2009 ketika ia berusia 9 tahun (viva dot co dot id – 18 Maret 2009). Video nya dapat disaksikan di YouTube )
(Tulisan ini disarikan dari berbagai sumber oleh Senuken / Foto: palembang.tribunnews.com)
[…] Darurat Kecanduan Gawai pada Anak […]