Depoedu.com – Apakah dominasi laki-laki Adonara kepada perempuannya adalah akibat dari chauvinism laki-laki?
Anakku.
Bulan lalu, ayah sudah menulis buatmu. Semoga anada tidak juga jenuh, ayah mengingatkanmu sekali lagi, bagaimana memposisikan perempuan dalam hidup ananda hari ini dan kelak.
Bahwa budaya terutama tentang belis tidak cukup menjadi alasan yang melatar belakangi KDRT. Benar bahwa selama ini kita lebih menganggap diri Patrilineal. Sistem kekerabatan kita ‘seolah’ ditarik hanya dari garis keturunan ayah. Lalu kemudian patriaki seorang ayah adalah mutlak hukumnya.
Anakku.
Tapi apakah demikian? Ayah sekali lagi mengutip Profesor Koentjaraningrat. Dalam Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Koentjaraningrat menjabarkan lagi empat macam prinsip keturunan. Ada Prinsip Patrilineal : hubungan kekerabatan melalui pria saja, Prinsip Martilineal : hubungan kekerabatan melalui perempuan saja, Prinsip Bilineal dimana hubungan kekerabatan dihitung melalui pria saja untuk hak-hak dan kewajiban tertentu dan menghitung kekerabatan berdasarkan garis keturunan perempuan atas sejumlah hak dan kewajiban tertentu lainnya. Serta yang keempat disebut Prinsip Bilateral yaitu menghitung hubungan kekerabatan melalui garis keturunan laki-laki maupun perempuan.
Anakku.
Dalam ritual Sowa Gadak – Manuk One Tou kita meruntut hubungan darah para laki-laki sampai pada tingkatan keatas yang diingat. Artinya apa? Kita sadar akan hubungan darah yang membentuk kekerabatan kita laki-laki Adonara dari ayahnya. Bagaimana dengan perempuan Adonara? Kenirek –Kapek Kenodot – Keluba Kerorin juga menyatukan semua perempuan sedarah dari ibunya. Semua perempuan Adonara sadar akan hubungan darah yang membentuk garis keturunanya. Baik Sowa Gadak – Manuk One Tou maupun Kenirek Tou sama sama sacral. Kesakralan kedua ritual adat ini menegaskan batas dari hubungan kekerabatan kita di Adonara.
Dalam hak dan kewajiban kita bukanlah masyarakat semata-mata patrilineal, juga bukan matrilineal. Hubungan kekerabatan kita adalah Bilineal. Sowa Gadak dan Kenirek sebagai buktinya. Toto Tapo dalam Sowa Gadak hanya diikuti oleh semua laki-laki satu keturunan segaris ayah. Sama seperti Kenirek yang hanya boleh diikuti oleh perempuan-perempuan dalam satu garis keturunan dari ibunya. Hak dan kewajiban dalam kedua upacara ini mutlak harus dipenuhi semua yang terlibat. “karena itu mengakibatkan bahwa bagi tiap individu dalam masyarakat kadang-kadang semua kaum kerabat ayahnya masuk dalam batas hubungan kekerabatannya, sedangkan kaum kerabat ibunya jatuh di luar batas itu, dan kadang-kadang sebaliknya” Tulis Koentjaraningrat dalam buku yang sama. (Hal: 135).
Anakku.
Chauvinisme hanyalah cara pandang seorang pria. Gustaaf Kusno di Kompasiana pada 8 Desember 2009 menulis “ Istilah male chauvinist ini baru lahir kira-kira pada tahun 60an untuk menggambarkan pria yang menganggap wanita lebih inferior dari pada laki-laki”. Karena anggapan inilah maka sikap, perkataan hingga perbuatannya ‘merendahkan’ perempuan.
Anakku.
Ayah tegaskan sekali lagi. Kekerasan yang dialami oleh perempuan dari laki-laki terdekatnya di rumah bukanlah produk budaya. Apalagi dalam konteks kita di Adonara. Itu bisa saja terjadi hanya karena ego seseorang. Apalagi jika sudah menjadi karakter maka harus ada upaya yang serius untuk memutus mata rantai kekerasan ini. Bagaimana caranya?
Anakku.
Karakter seseorang tidak dibentuk dalam kurun waktu satu malam. Karakter dibentuk oleh kebiasaan yang berlangsung dalam kurun waktu sekian lama. Karakter dibentuk oleh tingkah laku baik itu tutur maupun perbuatan yang diulang-ulang dalam waktu yang lama hingga menjadi kebiasaan. Sementara itu, perbuatan seseorang biasanya lahir dari apa yang diyakininya benar. Perbuatan seseorang adalah produk dari apa yang ada dalam pikirannya. Karenanya memutus mata rantai kekerasan dalam rumah tangga harus dimulai dengan merubah pola pikir. Maka cara yang paling tepat dalam rangka itu adalah melalui pendidikan.
Anakku.
Institusi manakah yang secara serius mendidik seseorang untuk berkeluarga secara baik? Siapa yang bertanggung jawab untuk benar-benar mempersiapkan seseorang untuk membangun keluarga yang baik? Ukuran seperti apakah seseorang dikatakan lulus dan siap membangun rumahtangga dengan baik?
Anakku.
Sementara untuk mendapat satu pekerjaan saja, seseorang harus menempuh pendidikan minimal 12 tahun, jika pekerjaan itu mensyaratkan seorang lulusan SMU atau sederajat dalam kualifikasi penerimaannya. Padahal apapun pekerjaannya seseorang akan pension dari tempat ia bekerja ketika dianggap telah mencapai batas usia produktifnya. Apakah ada batas usia dalam membangun sebuah keluarga? Apakah seseorang dapat pension dari kehidupan berkeluarga yang dibentuknya? Apakah seseorang dapat pension menjadi ayah atau ibu dan/atau pension menjadi kakek atau nenek?
Anakku.
Benar bahwa gereja Katolik -yang ayah tahu- telah berusaha luar biasa mempersiapkan pasangan yang akan membina rumahtangga. Kursus Persiapan Perkawinan (KPP) atau Katakese Membangun Rumah Tangga (MRT) wajib diikuti oleh setiap pasangan yang akan menikah seturut tradisi gereja Katolik. Kami, ayah dan ibumu, dulupun mengikutinya. Hanya saja kadang hal ini hanya dianggap sebagai sebuah formalitas biasa saja untuk mendapatkan selembar sertifikat. Karena sertifikat KPP ini menjadi salah satu syarat administrative yang dilampirkan agar dapat menikah dalam tradisi gereja Katolik.
Anakku
Kurikulum singkat semisal KPP dalam gereja Katolik tentu baik, hanya saja ini tidak bisa dijadikan satu-satunya sumber pendidikan bagi seseorang dalam membangun rumah tangganya. Menyiapkan seseorang untuk menjadi orang tua yang baik harus sudah dilakukan bahkan ketika seseorang masih didalam kandungan. Untuk menjadi orang tua yang baik, menjadi pasangan hidup, menjadi seorang suami dan/atau istri yang baik, pertama dan utama ia belajar dari rumah tempat ia dibesarkan.
Anakku, kesayangan ayah.
Seorang anak laki-laki belajar menjadi ayah yang baik dari bapaknya. Ia tahu standar seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya yang ideal dengan melihat sikap dan perilaku ibunya dirumah. Begitu juga seorang perempuan. Ia ingin seorang pria pendamping hidupnya kelak mencintainya tanpa kompromi seperti cinta yang ia dapat dari ayahnya. Seorang perempuan belajar menjadi istri dan ibu yang baik dari ibunya dirumah. Bagaimana jika rumah tempat seseorang tumbuh penuh dengan perselisihan, amarah, pertengkaran, bahkan kekerasan?
Anakku.
Ibu Teresa dari Kalkuta mengatakan bahwa dunia yang kita huni ini bisa tentram dan damai, dimulai dengan setiap keluarga saling mencintai di rumah. KDRT – yang produk ego itu – sangat bisa dihapus. Semua orang bisa memilih untuk tidak melakukan KDRT. Ketika semua orang memilih hanya cinta yang dibawa pulang kerumah maka sekelam apapun masa lalu seseorang, bahkan jika dibesarkan di lingkungan keluarga bak di neraka sekalipun, seseorang bisa memilih untuk tidak lagi menjadi pelaku kekerasan. Bukankah ketika mencintai, marahpun harus ramah?
Anakku.
Ayah ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama kalian, semoga dalam waktu-waktu itu ayah boleh terus berbagi dari segala kekurangan ayah untuk bekal hidup kalian kelak, anak-anak terkasih ayah. Kakek dulu juga melakukannya saat ayah seusiamu. Dalam setiap kesempatan kakek selalu menuturkan pesan-pesan yang saat itu ayah tidak mengerti atau tahu kapan dibutuhkan. Ketika menikahi ibu kalian, semua yang dibekali kakek itu seolah mencuat keluar dari alam bawah sadar ayah. Mungkin ini bukanlah sesuatu yang luar biasa. Karena ayah manapun di dunia ini ingin agar setiap anak-anaknya mendapat hal-hal terbaik. Maka diwarisi nilai-nilai universal kehidupan yang sangat berguna bagi kehidupan anak-anaknya kelak.
Anakku.
Kame ni kaka ama genanem ahe hala, lodo di kame genane ahe hala. Man kwana di ara hala, ohe belaya di kuran-kuran. Tite ni kewasanet toon ata diken. Kaka noon arin, ina wae ama lake raga maan mela-mela. Ake ure gewahe, ake pewuno geni. Ahe nalan di marin maan mao-mao rere-rere si uma lango lodo, ake mete beso lali belene woho lodo.
Mian moon hak’ke, ata bine ana ne, kame mabe mai leta neten, perudut peroin ki ge ra beto, gawe gere si uma lango, tuno gae raan tite bohu seba, radi balik raan penoh suku riang. Ake maa we oneka medo-hola. Ake eta berakak we, ake tuman heliwe. Take mian ata maarin inake amake, kame, nuan gahine hala.
Ata lali woho, ake tada-ake helin. Ake marin main ata kaka noon arin ne turun mei tou ge ba, puken telun toun ge etok. Maan aeke bewela, maran pelala – pekule gelaha moon ata wahan kae.
Anakku
Seribu kata-kata tanpa satu perbuatan kecil akan sia-sia. Koda-kirin baru menjadi kuat kemuha kalau tite tapan holo – tete ta’aro.
Mohon Maaf! Untuk menjaga konteks, dan makna banyak kata-kata dalam bahasa Lamaholot tidak kami terjemahkan. (Oleh: Senuken)