Berapa Banyak Waktu Anak Anda Bermain?

Family Talk
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com – Selasa, 25 November 2014, detik dot com menulis “Pengguna media sosial Tanah Air dihebohkan kabar anak umur enam tahun yang dirawat di rumah sakit jiwa (RSJ). Konon jiwa anak itu terganggu lantaran mengikuti banyak les. Kabar ini antara lain menyebar di Twitter, Path, dan Facebook”

Hari ini, jamak dijumpai atau mungkin dialami sendiri bahwa banyak anak ‘kehilangan’ kesempatan bermainnya. Pagi berangkat ke sekolah diiringi dengan berbagai tekanan di jalan. Berbagai ‘tuntutan’ di dalam ruang kelas selama belajar di sekolah, setelahnya ikut les ini itu lalu kemudian pulang kerumah dengan segala keletihannya. Rutinitas ini bahkan bisa saja dialami dari hari Senin hingga hari Jumat sepanjang minggu.

Orang tua tentu memiliki sejumlah pertimbangan memberi anak-anaknya tambahan les ini itu setelah waktu sekolah. Dan hemat saya pertimbangan itu tentu demi kebaikan anak di masa yang akan datang. Segala hal baik menurut ukuran orang tua.

Sebuah ungkapan yang sangat baik dari Dr Deborah Waber dari Universitas Harvard bahwa “Jika Anda ingin mengembangkan anak-anak, mulailah dari otaknya”.

Jean Marzollo dan Janice Lloyd penulis buku Learning Through Play seperti yang dikutip oleh Dryden dan Vos dalam Revolusi Cara Belajar mengatakan bahwa dulu sekolah dan bermain adalah dua hal yang saling berlawanan. “Sekarang kita memahaminya dengan lebih baik. Para ahli pendidikan dan spesialis anak-anak menemukan bahwa bermain adalah belajar. Malah lebih jauh lagi, bahwa bermain adalah metode belajar paling efektif”.

Pada saat bermain semua kemampuan belajar anak terasa. Apalagi jika saat bermain anak dikondisikan untuk menggunakan semua lajur utama merangsang pertumbuhan sempurna pada otaknya. Kelima indra; penglihatan, pengecap, pendengaran, peraba, dan pembau serta gerakan fisik adalah enam jalur utama tersebut.

Ketika semua alat indra ditambah aktivitas fisik bisa digunakan secara maksimal, semakin intens semuanya dilakukan, bagian otak yang berguna untuk proses belajar selanjutnya akan tumbuh semakin cepat.

Intensitas penggunaan keenam jalur utama pertumbuhan otak memungkinkan dendrit pada otak terhubung satu sama lain. Koneksi antar dendrit adalah kunci pertukaran semua informasi yang telah direkam oleh mesin computer paling canggih bernama otak.

Semakin kuat dan baik koneksi antar dendrit semakin baik otak mengolah informasi untuk merespon berbagai stimulus dari luar.

Penelitian Profesor Benjamin S. Bloom tahun 1946 mengungkapkan bahwa sejak lahir, 50 persen kemampuan belajar seseorang dikembangkan pada masa 4 tahun pertamanya. Menjelang ulang tahun ke 8 ada sekitar 30 persen kemampuan belajar bertumbuh. Sesudah umur 10 tahun, cabang-cabang dendrit yang tidak terhubung akan mati. 20 persen sisanya berkembang diantara usia 8 hingga 17 tahun. Tahun-tahun teramat penting ini adalah landasan bagi semua proses belajar dimasa yang akan datang.

Saya tidak bermaksud untuk menggugat para orang tua yang menyediakan les-les tambahan bagi anak-anaknya. Apalagi jika sampai menghakimi bahwa les-les tambahan itu merenggut kebutuhan anak-anak akan waktu bermain yang cukup.

Tulisan ini lebih mengingatkan kita semua, minimal kepada kita sebagai orang tua, sekolah, tempat-tempat les baik yang akademis maupun keterampilan lainnya untuk memikirkan secara serius bahwa bermain adalah pengalaman belajar dan memastikan bahwa semua proses belajar terutama akademik adalah ‘permainan’ yang menyenangkan.

Hal lain yang juga menarik adalah banyak orang tua milenial yang keduanya bekerja. Tentu tidak ada yang salah dengan ini. Walaupun konsekuensinya adalah bahwa waktu bermain bersama anak menjadi lebih sedikit. Apalagi memberikan telpon genggam sebagai alat instan menenangkan anak yang rewel.

Berpetualang bersama anak baik di rumah, di taman, atau di tempat belanja, pada saat si anak lagi ‘manis’ ataupun saat rewel bisa menjadi pengalaman belajar yang menyenangkan. Sementara saat bermain anak-anak adalah guru terbaik bagi diri mereka sendiri. Sedangkan orang tua adalah guru pertama terbaik mereka.

Pemerintah menetapkan setiap tanggal 23 Juli sebagai Hari Anak Nasional (HAN), sebagai upaya untuk menjamin hak anak yaitu hak hidup, hak tumbung kembang, hak berpatisipasi sesuai harkat dan martabat serta hak mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Menjadi sekedar seremonial atau bukan, ditetapkannya Hari Anak Nasional sangat tergantung pada bagaimana kita semua terutama para orang tua dalam menyikapinya.

Apakah sebagai orang tua, kita benar-benar serius bermain bersama anak-anak kita?

Selamat Hari Anak Nasional!

“Inspirasi utama tulisan ini adalah dari buku Revolusi Cara Belajar oleh Gordon Dryden dan Dr Jeanette Vos, diterbitkan oleh Penerbit Kaifa – Bandung, 2001”. Oleh Senuken.

0 0 votes
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
1 Comment
oldest
newest most voted
Inline Feedbacks
View all comments
Irene
Irene
6 years ago

Artikel yang menarik. Gerakan 1821 juga adalah gerakan untuk menambah waktu anak bermain bersama orang tua. Pada jam 18 – 21 sebaiknya orang tua menyimpan alat komunikasinya kemudian bermain bersama anak-anaknya.