Krisis Kepemimpinan di Bidang Pendidikan

EDU Talk
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com-Dekade ini muncul banyak kasus di bidang pendidikan silih berganti, tak ada henti-hentinya. Satu kasus mereda, muncul lagi kasus yang lain yang tidak kalah rumitnya, tanpa ada penyelesaian yang tuntas. Kasus-kasus tersebut melibatkan hampir semua komponen penting dari sistem pendidikan kita.

Sepanjang tahun 2024, banyak kasus terjadi di sekolah. Jika dikelompokkan berdasarkan masalahnya, secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi tiga. Pertama,  masalah buruknya tata kelola sekolah sebagai lembaga pendidikan. Kedua, dominasi dan intervensi orang tua dan ketiga, masalah krisis otonomi guru dan kepala sekolah. 

Dalam keseharian, masalah-masalah ini saling terkait oleh karena itu saling mempengaruhi  dan dapat saling menjadi pemicu munculnya aneka masalah di lapangan. Ini sekaligus menggambarkan kompleksitas permasalahan di bidang pendidikan. Pemisahan diperlukan untuk memudahkan kita dalam proses melakukan analisis. Mari kita urai satu-persatu. 

Buruknya Tata Kelola Sekolah

Buruknya tata kelola di antaranya dapat kita simpulkan dari munculnya kasus perundungan yang terjadi di semua level pendidikan, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga pendidikan tinggi sepanjang tahun 2024. Belum tuntas kasus perundungan yang terjadi di SMA Binus Serpong, muncul lagi kasus perundungan pada sebuah pesantren di Kediri. 

Dua-duanya terjadi karena buruknya pengawasan terhadap interaksi para siswa di lingkungan sekolah. Padahal sekolah seperti Binus Serpong memiliki jumlah guru yang sangat memadai, ditambah staf pengaman, juga dalam jumlah yang memadai. 

Baca juga : Era Sinergi Manusia Dengan Robot, Siapkah Anda?

Belum tuntas penanganan dua kasus perundungan ini, muncul kasus perundungan baru di SMPN 8 Depok. Korbannya adalah anak berkebutuhan khusus. Kasus ini menunjukkan bahwa sekolah ini belum siap menjadi sekolah inklusif, padahal sudah ditetapkan pemerintah melalui permendiknas nomor 70 sejak tahun 2009. 

Kasus ini pun belum jelas penanganannya terutama di level sekolah, sudah muncul kasus perundungan baru di Subang Jawa Barat. Pelakunya murid SD kelas 4 dan 5, sedangkan korbannya adalah murid kelas 3 SD yang kemudian meninggal di rumah sakit.    

Terbongkarnya semua kasus ini karena laporan orang tua, juga kepada pihak berwajib, bukan karena temuan sekolah sebagai hasil dari proses pengawasan. Dan kasus-kasus ini hanya sebagian dari kasus yang diketahui oleh publik karena mencuat melalui media termasuk media sosial. Sesungguhnya jumlah kasusnya jauh lebih banyak.

Buruknya tata kelola sekolah juga muncul dari kasus kecelakaan bus SMK Lingga Kencana Depok. Kasus ini mengakibatkan tewasnya 9 orang murid, 1 orang guru dan 1 pengendara sepeda motor. Kasus ini terjadi karena sekolah tidak memiliki mekanisme untuk memastikan bus yang ditumpangi laik jalan. 

Setelah kecelakaan baru diketahui bahwa bus yang mengalami rem blong yang menyebabkan kecelakaan, sudah tidak memiliki izin angkutan sejak Desember 2023. Keputusan menggunakan bus tersebut hanya berdasarkan asumsi, bukan berdasarkan data yang diperoleh melalui mekanisme memastikan bus laik jalan. Proses semacam ini terjadi di banyak sekolah. 

Baca juga : Matematika Menyenangkan Bukan Solusi

Kasus buruknya tata kelola yang paling baru adalah gagalnya puluhan ribu siswa kelas XII mengikuti Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) karena kelalaian sekolah dalam mengisi Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS). Di antaranya terlambat mengisi data. Bahkan di SMAN 1 Mempawah Kalimantan Barat bahkan tidak mengisi PDSS karena petugasnya sibuk “tiktokkan”.  

Di Sumatera Utara, Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Utara Abdul Haris Lubis juga mengungkapkan ada 130 SMA dan SMK di Sumut tidak dapat mengikuti SNPB, dimana 46 sekolah di antaranya adalah sekolah negeri. Ini menyebabkan munculnya aksi protes di daerah tersebut dan  ratusan siswa kelas XII di sejumlah daerah daerah lain. 

Kasus ini bahkan bukan baru terjadi tahun ini. Dalam pendaftaran SNBP tahun yang lalu, kejadian serupa juga sudah terjadi, di mana ada 70 ribu siswa kelas XII dari 3.000 sekolah, gagal mengikuti seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur SNBP. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Eksekutif SNPMB Cahyo Hadianto pada periode pendaftaran yang lalu (10/2/2023).       

Pada kasus ini, ada masalah buruknya pengawasan atasan, buruknya manajemen kerja, dan alpanya kemampuan antisipasi agar tidak terulang kesalahan yang sama. Juga pada kasus-kasus sebelumnya, kasus salah kelola yang lain, (Kasus Perundungan dan kasus kecelakaan anak sekolah) yang disebutkan sebelumnya. Ini semua menunjukkan buruknya manajemen dan kepemimpinan pendidikan pada umumnya, juga kepemimpinan di sekolah-sekolah kita.  Bersambung…. 

Foto: National Geographic

5 1 vote
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments