Depoedu.com-Kemarin (2/2/2025) saya baru menulis tentang data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Pada rilis tersebut BPS menyajikan data bahwa suku Batak merupakan suku dengan lulusan sarjana terbanyak, disusul suku Minangkabau dan suku Bali.
Antara suku Batak dan suku Minangkabau terpaut tipis hanya 0,02 persen. Suku Batak berada di angka 18,02 persen, sedangkan suku Minangkabau 18,00 persen. Sedangkan keduanya terpaut cukup jauh dengan suku Bali yang berada di posisi ke-3 yakni 14.54 persen.
Data tersebut berarti, dari setiap 100 orang suku Batak ada 18,02 orang yang berhasil lulus sarjana, dari setiap 100 orang suku Minangkabau ada 18 orang yang berhasil lulus sarjana. Sejak tulisan saya dipublikasikan, ada banyak respon yang kami terima terkait tulisan tersebut.
Ada respon yang mempertanyakan metodologinya, di antaranya terkait data suku lainnya, misalnya suku Jawa yang hanya 9,56 persen. Padahal katanya, penduduk Jawa kan banyak. Tapi yang menarik adalah pertanyaan pendalaman terkait suku Batak. Ada faktor apa yang menyebabkan suku ini berada di posisi teratas?
Pertanyaan inilah yang juga mendorong saya menelusuri lebih lanjut, dan menulis tulisan ini. Faktor apa yang memicu orang tua Suku Batak untuk menyekolahkan anak mereka hingga sarjana, meskipun secara ekonomi tidak semua keluarga Batak berkecukupan?
Baca juga : Meriahkan Imlek 2025: Pertunjukan Barongsai Memukau di SD Santo Yosef Tarakanita Surabaya
Falsafah hidup orang Batak
Seperti dilansir Kompas.com, berdasarkan hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, populasi suku Batak di Indonesia mencapai 8,8 juta jiwa atau sekitar 3,58 persen dari total penduduk Indonesia. Tentu saja, setelah empat tahun, jumlah tersebut sudah bertambah.
Jumlah ini menjadikan suku Batak salah satu kelompok etnis yang besar di Indonesia. Sebagai suku yang besar, yang merantau dan kini menyebar ke banyak wilayah Indonesia dengan interaksi yang intens dengan warga lokal, orang Batak termasuk dapat mempertahankan jati diri khas mereka.
Ini hanya mungkin terjadi jika ada falsafah dan nilai-nilai hidup yang dihayati bersama dan diwariskan secara turun-temurun. Falsafah dan nilai-nilai tersebut juga diyakini berpengaruh dalam mendidik dan membesarkan anak, dan menjadi pemicu bagi orang tua untuk menyekolahkan anak hingga sarjana.
Hal ini dibenarkan oleh pengamat sosial Togar Butar-Butar, seperti dilansir pada laman Republik Merdeka. Menurut Togar, ada tiga nilai yang secara konsisten turun-temurun dihayati bahkan menjadi prinsip hidup orang Batak yakni hagabeon (Keturunan), hamoraon (Kekayaan) dan hasangapon (Kehormatan).
Bagi orang Batak, memiliki keturunan (hagabeon) apalagi keturunan yang sukses. merupakan anugerah, keberuntungan dan rezeki. Di samping itu, dengan adanya keturunan, keluarga memiliki penerus dan pewaris, sehingga ada penerus nilai-nilai leluhur, dan kekayaan keluarga yang berasal dari kerja keras, tidak jatuh ke tangan orang lain.
Baca juga : Data BPS; Suku Batak Adalah Satu dari 10 Suku di Indonesia, yang Memiliki Sarjana Terbanyak
Nilai berikutnya yang dihayati oleh orang Batak adalah kekayaan (hamoraon). Nilai inilah yang mendorong, sehingga pada umumnya orang Batak menjadi pekerja keras pada apapun yang mereka kerjakan, untuk mengumpulkan harta material. Namun bagi orang Batak, selain menjadi penerus dan pewaris, anak adalah harta yang paling berharga.
Selain itu, nilai lain yang dianggap sangat penting oleh orang Batak adalah kehormatan (hasangapon). Untuk meraih kehormatan, mereka mengupayakan peningkatan status sosial melalui pemilikan berbagai atribut sosial mulai dari kekayaan hingga pendidikan tinggi yang dicapai anak mereka.
Inilah yang menjelaskan mengapa orang tua Batak bekerja sangat keras untuk menyekolahkan anak mereka hingga menjadi sarjana. Mereka menganggap semakin tinggi capaian pendidikan anak mereka, orang tua memiliki status sosial terpandang, sebagai jalan mendapatkan kehormatan di masyarakat. Apalagi anak tersebut memiliki karier yang sukses.
Nampak bahwa ketiga nilai ini saling terkait dan tidak terpisahkan. Misalnya, untuk mewujudkan nilai hasangapon, orang Batak harus dapat mewujudkan nilai hamoraon dan hagabeon terlebih dahulu. Ketiga nilai ini saling terkait dan menjadi power motive yang mendorong orang Batak menjalani hidup sehari-hari mereka.
Inilah yang menjelaskan mengapa orang tua Batak pada umumnya berjuang menyekolahkan anak mereka hingga meraih gelar sarjana seperti yang terekam dalam data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik.