Depoedu.com-Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 28B ayat (2) disebutkan bahwa “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
Selain itu pada pasal 28G ayat (1) disebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
Hal ini diperkuat pula pada ayat (2). Disebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia.”
Dan, pada pasal 28H ayat (1) “ Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, dan berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Kekerasan terhadap anak sangatlah berdampak buruk bagi masa depan mereka. Permasalahan ini berkaitan dengan sila kedua Pancasila yaitu ‘’KEMANUSIAN YANG ADIL DAN BERADAB.
Dikatakan bahwa kekerasan adalah suatu tindakan yang menyakiti atau merugikan orang lain, baik secara fisik, mental, maupun emosional. Kekerasan juga dapat terjadi dalam berbagai bentuk seperti kekerasan fisik, seksual, dan psikologis.
Faktor Penyebab
Menurut Sipri Peren dalam salah satu artikelnya di depoedu.com, kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah menunjukkan bahwa sekolah belum menjadi lingkungan yang aman bagi anak. Lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi tempat perlindungan yang aman bagi anak, kadang malahan menjadi tempat di mana banyak kekerasan dialami oleh anak, entah dari guru atau terutama oleh teman sebayanya.
Menurut saya, kekerasan yang dilakukan oleh anak dapat terjadi karena lemahnya pengawasan orang tua terhadap anak dalam hal menonton TV, menonton youtube atau bermedia sosial. Hal ini bukan berarti orang tua menjadi diktator atau over protektif.
Rendahnya pengawasan dari orang tua ketika anak menonton TV dan atau bermain media sosial menyebabkan anak dapat terbiasa melihat tayangan kekerasan. Kebiasaan ini membuat anak dapat tidak peka terhadap tindakan kekerasan yang dialaminya dan menganggap itu sebagai sesuatu yang biasa.
Baca juga : Baru. Anak Sekolah dengan Prestasi Rendah dalam Bidang Studi Matematika Dapat Berobat di Rumah Sakit Ini
Anak yang sering melihat kekerasan atau mengalami kekerasan dapat menirunya. Anak dapat melakukan tindakan kekerasan yang sama juga kepada anak lain. Anak-anak korban kekerasan, seperti dalam artikel ini, tidak mendapatkan pertolongan segera, karena orang dewasa dalam hal ini guru
Kekerasan terhadap siapapun terutama kekerasan terhadap anak jelas merupakan pelanggaran terhadap sila kedua Pancasila yaitu Kemanusian yang Adil dan Beradab.
Berdasarkan butir-butir pengamalan sila kedua kita dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
Butir pertama mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan yang maha Esa.
Kekerasan terhadap anak dapat juga merusak martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Pelaku yang melakukan tindakan kekerasan akan kehilangan martabatnya sebagai manusia karena ketidakadilan dan kekerasan yang ia lakukan.
Butir kedua mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan, sosial, dan warna kulit.
Kekerasan yang dilakukan kepada orang lain atau terhadap korban, berarti pelaku tidak mengakui korban sebagai manusia yang sederajat.
Butir ketiga mengembangakan sikap saling mencintai sesama manusia. Kekerasan menghilangkan sikap mencintai sebagai sesama manusia.
Butir kelima mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
Baca juga : Ilusi Ujian Nasional
Tindakan kekerasan adalah bentuk kesewenang-wenangan pelaku terhadap korban. Sikap tidak semena-mena ini jelas bertentangan dengan nilai Sila ke-2 Pancasila terutama butir ke-5.
Sudah banyak dan seringkali kita tahu atau alami sendiri dalam kehidupan kita. kekerasan terhadap anak akan mengganggu mental mereka dalam menjalankan kehidupan dan akan menjadi sesuatu hal yang membawa trauma dalam kehidupan mereka.
Tindakan kekerasan ini dapat menimbulkan rasa takut dan trauma bagi seorang anak dalam menjalankan kehidupan mereka ke depannya, tindakan kekerasan ini sangatlah merusak mental dan karakter seorang anak.
Pembentukan karakter seorang anak yang baik dapat dilakukan oleh orang tua atau lingkungan sekitarnya, tapi dengan tindakan kekerasan maka pembentukan karakter seorang anak akan terganggu.
Kekerasan terhadap anak dapat berupa kekerasan secara fisik, emosional, maupun seksual. Contoh tindakan kekerasan fisik menyerang anak secara fisik, seperti menampar, menendang, atau mengikat.
Tindakan kekerasan emosional seperti menyakiti perasaan anak melalui kata-kata kasar, penghinaan, atau penolakan. Sedangkan contoh tindakan kekerasan secara seksual seperti melibatkan anak dalam aktivitas seksual, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti pelecehan seksual, pemerkosaan, atau eksploitasi seksual.
Alternatif Solusi
Mencegah tingkat atau angka kekerasan terhadap anak dapat kita lakukan dengan meningkatkan kesadaran orang tua tentang bahaya kekerasan terhadap anak.
Untuk anak yang tingkat pendidikannya sudah lebih tinggi atau sudah memahami hak-haknya, pendidikan anti kekerasan dapat diberikan kepada mereka. Anak-anak ini dapat belajar tentang hak-hak mereka dan bagaimana cara melindungi diri dari kekerasan.
Selain menyadarkan orang tua dan anak, masyarakat juga harus diberi pemahaman bahwa kekerasan terhadap anak adalah kejahatan serius sehingga masyarakat lebih peka terhadap lingkungan sekitar dan juga dapat lebih waspada terhadap ancaman kekerasan terhadap anak.
Foto : Indonesia Baik
Penulis Adalah Mahasiswa Semester 1 – Pendidikan PPKN – FKIP – Universitas Pamulang – Tangerang Selatan.
Tulisan ini pernah tayang di eposdigi.com, ditayangkan kembali dengn seizin penulis.