Depoedu.com – Selama ini, kaitan antara dunia pendidikan dan dunia usaha atau kerja terus menjadi topik diskusi. Dunia kerja terus menuntut bahwa lulusan sekolah harus siap bekerja, sementara dunia pendidikan terus saja bingung memikirkan kiat-kiatnya untuk memenuhi tuntutan dunia kerja. Sudah lama hal ini berlangsung. Berbagai gagasan, konsep dan rencana kerja dipikirkan dan dicanangkan untuk dikerjakan di lembaga pendidikan. Tetapi, hasilnya tidak penah tercapai.
Apa yang sebetulnya terjadi?
Lembaga pendidikan dianggap bertugas untuk memproduksi tenaga dan dunia kerja menjadi pemakainya (konsumen). Produk tenaga kerja yang disuplai dari lembaga pendidikan dibayangkan memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Lembaga pendidikan menghasilkan tenaga kerja yang siap pakai (ready used). Ternyata, harapan itu tetap saja tidak kesampaian.
Tampaknya, harapan itu berlebihan. Benar bahwa pendidikan bermanfaat bagi dunia kerja, tetapi mengaitkannya secara langsung, seperti mur dan baut, merupakan kesalahkaprahan yang tidak efektif dan memboroskan energi. Disebut salah kaprah karena dunia pendidikan dan dunia kerja adalah dua entitas yang memiliki fokus kegiatan yang berbeda.
Perbedaan Karakteristik
Ada perbedaan karakteristik antara dunia pendidikan dan dunia kerja.
Pertama, dalam dunia pendidikan, anak didik diharapkan mengetahui banyak hal, walaupun dalam intensitas yang sedikit-sedikit. Di sekolah, seorang siswa atau peserta didik diajarkan berbagai hal yang diandaikan berguna baginya sebagai bagian dari proses pengenalan dengan dunia dan pembentukan dirinya. Sedangkan dalam dunia kerja, seseorang diarahkan untuk mengetahui satu atau dua hal yang hendak dikerjakan secara efektif dan produktif.
Kedua, fokus dunia pendidikan adalah pemahaman akademis-intelektual, dengan sedikit keterampilan teknis sebagai sebuah ilustrasi atas pemahaman, sedangkan fokus dunia kerja adalah keterampilan dan kemampuan praktis yang didasarkan pada pemahaman yang terkait dengan hal tersebut. Dia menjadi semakin terampil dan kompeten di bidang yang terbatas itu melalui proses yang berulang-ulang (repetitif).
Ketiga, terdapat perbedaan orientasi. Dalam dunia pendidikan, peserta didik diarahkan untuk mengetahui dan mengelola potensinya menuju perkembangan kemanusiaannya, sedangkan dalam dunia kerja, seseorang dibentuk untuk menghasilkan sesuatu dan memberikan manfaat di luar dirinya. Kepuasan yang dicapai dari kegiatan di sekolah adalah pertumbuhan diri menjadi lebih memahami, kepuasan di dunia kerja adalah hasil kerja yang semakin bagus dan banyak di luar diri. Dalam dunia kerja, nilai seseorang bukan lagi terletak dalam dirinya, tetapi pada hasil kerjanya, sesuatu yang berada di luar dirinya.
Fokus dari dunia kerja adalah memanfaatkan tenaga manusia untuk memberikan manfaat ekonomi. Fokus dunia pendidikan pertama-tama bukanlah untuk menciptakan tenaga kerja. Dunia pendidikan menyiapkan orang untuk dilatih menjadi tenaga kerja, bukan tenaga kerja itu sendiri. Menjadi tenaga kerja membutuhkan proses pembentukan yang berbeda dari proses yang dijalankan di lembaga-lembaga pendidikan.
Perbedaan karakteristik ini membuat dunia pendidikan tidak bisa langsung menghasilkan tenaga kerja yang diharapkan di dunia kerja. Alasan pertama, dunia pendidikan tidak memiliki informasi detail tentang rencana kebutuhan di setiap industri atau bisnis. Sekalipun mereka menyiapkan hasil didikan yang sekiranya mengarah ke suatu kegiatan industri tertentu, apa yang terjadi di dalam dunia industri jauh berbeda dari apa yang dibayangkan dalam proses di sekolah.
Kedua, dunia pendidikan memiliki suatu tugas lain yang penting, yaitu membentuk orang muda menjadi manusia dewasa. Manusia dewasa tidak hanya berurusan dengan dunia kerja. Manusia dewasa harus bersiap diri juga untuk menjalankan tugas-tugas di luar urusan kerja (produksi) semata. Urusan-urusan itu antara lain menjadi warga negara. Orang dewasa itu harus bertanggung jawab, dan menyiapkan tugas-tugas yang lebih luas lagi. Untuk mencapai tujuan itu, mereka tidak cukup hanya dipersiapkan untuk menjalankan tugas yang spesifik dunia kerja atau industri tertentu. Lembaga pendidikan harus merangsang secara luas potensi diri untuk bersiap menghadapi keadaan yang berbeda dan berubah. Persiapan yang terlalu spesifik untuk satu dunia kerja atau industri tertentu mengabaikan pertumbuhan manusia secara menyeluruh.
Di sekolah, para murid mengambil semua bidang yang membantu mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar yang akan digunakan seumur hidup. Kemampuan dasar itu adalah membaca (reading), menulis (writing) dan berhitung (aritmatika), lalu ditambahkan dengan kemampuan mengukur (measuring) dan menggambar drawing) untuk membangun atau mengembangkan kemampuan imajinasi (penting untuk menumbuhkan kreativitas). Kemampuan-kemampuan dasar ini sangat penting dalam tradisi pendidikan umum (general education).
Mata pelajaran-mata pelajaran yang didapatkan pada level itu dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dasar di atas. Kemampuan-kemampuan dasar itu akan menjadi ketrampilan yang akan berguna seumur hidup. Membaca, menulis, berhitung, mengukur dan menggambar merupakan keterampilan yang dikembangkan dengan mempelajari bidang-bidang studi tersebut. Dalam hal keterampilan membaca, bukan hanya ketrampilan teknis seperti melek huruf dan membaca cepat, tetapi juga ketrampilan memahami, menyarikan, meringkas, menangkap kata-kata kunci dan sebagainya. Keterampilan menulis menyangkut juga kemampuan mengungkapkan pendapat. Berhitung memiliki berbagai berbagai model, yang disesuaikan dengan permasalahan, mulai aritmetika dasar hingga kalkulus dan diferensial.
Pembebanan yang besar atas lembaga pendidikan menyebabkan terabaikannya persiapan yang lebih menyeluruh atas manusia muda atau peserta didik. Hal itu menjadi tuntutan yang harus dihadapi oleh sekolah atau lembaga pendidikan. Tuntutan untuk menyiapkan tenaga kerja membuat tercecernya fungsi terakhir ini dalam lembaga pendidikan. Hal terakhir ini juga dituntut dari sekolah atau lembaga pendidikan. Sekolah juga menyadari bahwa tugas terakhir ini sangat penting dalam jangka panjang.
Jembatan
Dunia kerja adalah dunia yang spesifik dan mengarah ke spesialisasi. Dengan fokus yang spesifik dan terspesialisasi, orang berkembang dengan kompetensi dalam bidang dimaksud. Jika fokusnya demikian, ia akan kehilangan fokus pada bidang pertumbuhan. Atau jika ia memperhatikan aspek pertumbuhan di sekolah, ia tidak mungkin bisa berfokus pada satu bidang spesifik itu.
Sementara fakta-fakta lain sebagai berikut kita temukan. Pertama, banyak orang bekerja dalam bidang yang tidak sesuai dengan apa yang dipelajarinya di sekolah. Seorang yang lulus pendidikan agama bisa bekerja di pemboran minyak hanya karena ia berkesempatan untuk belajar di tempat kerja (on the job training). Kedua, orang pun harus belajar untuk belajar dalam bidang-bidang yang ditekuninya dan semakin spesifik. Seorang dokter semakin terspesialisasi ke bidang-bidang yang semakin spesifik agar ia sungguh berkompetensi.
Benar bahwa ada orang yang bekerja sesuai dengan bidangnya. Adalah fakta juga bahwa hal itu tidak selalu berlaku. Ada dokter yang menangani marketing, lulusan teknik menjadi bankir, lulusan pertanian menjadi wartawan. Kita bisa tunjukkan contoh-contoh lainnya. Ikatan alumni ITB, misalnya, beberapa waktu lalu menyampaikan (keluhan) bahwa sebagian besar lulusannya tidak bekerja sesuai dengan bidang yang dipelajarinya. Mengapa mereka bisa melakukan hal itu? Karena mereka telah mendapatkan persiapan dalam bidang yang lebih luas dan tidak terfokus hanya pada satu bidang yang sempit dan terlalu spesifik, terutama, pada tahun-tahun di sekolah dasar dan menengah. Ketika dunia kerja menuntut dan mereka harus beralih, hal itu mereka lakukan dengan baik setelah mendapat sentuhan kecil langsung di tempat kerja.
Jika fakta-fakta terakhir ini dipertimbangkan dalam proses pendidikan, masalah tenaga kerja mendapatkan satu perspektif berbeda. Kita harusnya menengok cara-cara lain untuk mengatasi masalah tersebut. Caranya adalah pindahkan urusan penyelesaian masalah tenaga kerja ke luar wilayah dunia pendidikan.
Pertama, selama ini, kita sudah mengenal lembaga pelatihan di luar tempat kerja, seperti balai-balai latihan keterampilan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Yang terakhir ini memang tersedia, tetapi kehadirannya seperti antara ada dan tiada. Disebut-sebut ada, tetapi perannya hampir tak terasa. Pengelolaannya yang asal-asalan mungkin disebabkan oleh perspektif yang tidak cukup jelas tentang peran yang harus mereka ambil sebagai jembatan atau transisi tersebut. Peran mereka terhadap pembentukan tenaga kereja kurang mendapat perhatian ketika wacana umum tentang pembentukan tenaga kerja dibebankan pada lembaga pendidikan formal.
Kedua, sebagian dunia usaha juga melakukan on the job training. Namun, hal itu tidak menjadi pilihan di sebagian besar dunia bisnis. Tidak cukup jelas alasannya. Sempat terungkap bahwa masalahnya terkait dengan pembiayaan yang harus ditanggung oleh industri tersebut. Namun, hal seperti itu tidak pernah dinyatakan secara eksplisit. Ketidakterbukaan soal itu membuat kesenjangan dunia pendidikan dan dunia kerja berlarut-larut tanpa penyelesaian.
Penulis berpikir, adalah mendesak penguatan kelembagan transisi ini. Hal ini penting agar sekolah atau lembaga pendidikan berfokus pada tupoksinya. (Foto: esquire.co.id)
*Penulis adalah peminat masalah pendidikan