Soal Pendidikan, Mengapa Harus Kontekstual?

EDU Talk
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com-Dulu, awal tahun 90-an ketika masih di sekolah dasar atau menengah, kita belajar begitu banyak hal tentang Jawa. Struktur masyarakatnya, kita bahkan hafal nama kota-kotanya. Bahkan hingga hafal nama gunung, dan sungai yang mengalirinya.

Lalu ketika kuliah di Jawa, rasanya menyebalkan karena banyak teman-teman yang tidak tahu, kalau Flores itu bagian dari Provinsi NTT. Disangkanya semua yang “berwajah” Timur, itu Papua.

Ada yang bertanya, Flores itu uangnya apa, dolar atau rupiah? Ke sini (Jawa) pakai visa ya? Disangkanya, Flores itu di luar negeri. Mungkin salah satu kota di Negara Api.

Dulu, sekolah dianalogikan seperti nota belanja. Nota belanja disusun sedemikian rupa. Dengan nama dan harga. Dengan fakta

Saat ke pasar, nota belanja diperlakukan istimewa. Nota itu tidak boleh keselip. Apalagi hilang. Daftar belanjaan diingat-ingat. Nota dibaca berkali-kali. Dihafal. Jika tidak, belanjaan jadi berantakan. Ada yang tertinggal. Tidak tuntas.

Setelah belanja, apa nasib nota belanja? Ia usai. Diremas dan dibuang ke tempat sampah. Tak lagi berguna.

Dulu, sekolah juga seperti nota belanja. Yang penting dibaca. Dihafal. Diingat-ingat pengetahuannya. Tak jadi masalah jika itu tak ada kaitannya dengan kebutuhan real. Yang penting faktanya demikian.

Para pengajar menceramahkan informasi. Sumber pengetahuan asalnya hanya dari mereka. Murid duduk tertib. Tangan terlipat. Targetnya adalah fakta-fakta bahan ajar bisa tuntas. Murid mendengar tak harus mengerti. Sebab itu tak penting. Asal hafal, sudah beres.

Baca juga : Pemerintah Tetapkan Hari Libur dan Cuti Bersama Sepanjang Tahun 2025

Saat ujian asal dapat nilai tinggi. Kemudian pengetahuan yang dihafal demi ujian itu, bisa saja hilang tak berbekas. Siapa peduli? Sebab nilai lebih penting.

Fakta-fakta yang dihafal demi ujian benasib sama seperti daftar dalam nota belanja. Selesai ujian, tak lagi berguna. Tong sampah tempatnya.

Wina Sanjaya mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (TCL) adalah proses yang melibatkan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan mengaitkannya dengan kehidupan nyata.

Kemudian mendorong para siswa menerapkan apa yang dipelajarinya dalam kehidupan mereka. Boleh dibilang, tujuan pembelajaran kontekstual adalah agar siswa dapat mengaitkan pengetahuannya untuk menjawab berbagai persoalan nyata dalam kehidupannya.

Dalam pembelajaran kontekstual, siswa didampingi untuk membangun pemahaman baru bedasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Melihat gambaran besar sebuah kasus kemudian masuk pada hal-hal mendetail.

Siswa diajak peka terhadap bebagai kebutuhan hidupnya, dan mencari, menemukan, menganalisa, bertanya, berdiskusi untuk mengkonfirmasi pemahaman atau pengetahuan baru tersebut.

Tidak berhenti hanya pada menemukan pengetahuan baru. Namun yang baru itu harus bisa berdaya guna. Dapat dipraktikkan untuk menjawab persoalan hidup dan persoalan lingkungan di sekitarnya.

Namun pengetahuan baru yang dapat dipraktikkan mesti diuji secara terus menerus. Direfleksikan, untuk terus mengembangkan pengetahuan baru, menjawab kebutuhan hidup yang terus berubah sedemikian cepat.

Baca juga : Memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia, SD Santo Yosef Tarakanita Surabaya Mengikuti Sosialisasi Perlindungan Anak dan Dewasa Rentan (PADR)

Isi dari pembelajaran kontekstual itu nama lain dari dialektika Hegel. Dari tesis, dipertentangkan dengan sintesis untuk melahirkan antitesa. Tak berhenti. Antitesa selanjutnya hanyalah sebuah tesis baru yang harus diuji juga oleh sintesa baru. Begitulah konstruksi pengetahuan dibangun.

Pendidikan kontekstual bukan sekedar pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual adalah manajemen ruang kelas. Sedangkan pendidikan kontekstual  adalah persoalah sekolah kehidupan.

Pembelajaran kontekstual menjadi salah satu bagian dari banyak komponen pendidikan kontekstual. Pendidikan kontekstual menempatkan proses belajar dalam dinamika kehidupan masyarakat secara keseluruhan.

Pendidikan kontekstual adalah melibatkan siswa secara langsung untuk belajar; bisa saja di dalam ruang-ruang kelas atau terjun langsung untuk menimba pengetahuan yang tak terbatas dari sekolah-sekolah kehidupan.

Siswa dengan dasar metodelogi ilmiah yang ketat terjun berada di tengah-tengah berbagai persoalan masyarakat, bersama teman-temannya, para guru, orang tua, dan komunitas masyarakat.

Siswa menjadi bagian dari dan turut mengidentifikasi, menemukan masalah, mencari alternatif, menyusun model-model solusi, mencoba untuk menemukan solusi terbaik atas masalah yang dihadapi oleh komunitas masyarakatnya.

Muara dari pendidikan kontekstual adalah seperangkat pengetahuan hidup (life skills). Bukan sekedar menghafal sejumlah fakta untuk mencari nilai ujian.

Foto : geotimes

Catatan penulis : Saya tidak memiliki latar belakang ilmu keguruan dan ilmu pendidikan,  tulisan ini hanya atas pemahaman terbatas soal pendidikan kontekstual, karena itu bisa saja tidak pas dengan pengertian ilmiah pendidikan kontekstual menurut para ahli

Tulisan ini pernah tayang di eposdigi.com, ditayangkan kembali dengan seizin penulis.

 

0 0 votes
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments