Depoedu.com-Hasil dari Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) (brin.go.id/30.11.2024) memang menunjukkan bahwa prevalensi stunting di NTT mengalami penurunan. Tahun 2019, presentasi stunting berada di angka 30%.
Kemudian, tahun 2020 turun menjadi 24,5%, selanjutnya tahun 2021 sebanyak 20,9%, tahun 2022 tercatat 17,7%, dan 2023 sebanyak 15,2% atau 63.804 anak NTT yang stunting.
Walaupun terjadi penurunan namun persentase stunting yang demikian besar ini jelas bukan kabar baik. Angka prevalensi stunting masih sangat tinggi. bahkan tertinggi di Indonesia
Data dari bangda.kemendagri.go.id, tahun 2024 angka stunting di NTT turun jauh ke angka 14,8 %. Sayangnya angka ini adalah angka tertinggi nomor dua di Indonesia. NTT hanya kalah dari Sulawesi Barat. Dari 421.957 anak, 44.058 anak di antaranya berstatus pendek, dan sangat pendek sebanyak 18.348 anak.
Stunting adalah kondisi yang ditandai dengan kurangnya tinggi badan anak apabila dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Dan dapat kita artikan juga stunting merupakan sebutan bagi gangguan pertumbuhan pada anak.
Gangguan pertumbuhan anak ini hanyalah bahasa halus. Bahasa yang sudah digiling kemudian disaring. Halus seperti terigu. Kasarnya, stunting adalah gejala kurang gizi pada anak. Penyebab utama dari stunting adalah kurangnya asupan nutrisi selama masa pertumbuhan anak.
Baca juga : Jusuf Kalla Dorong Indonesia Bantu Afghanistan Majukan Pendidikan Perempuan
Stunting sangat berbahaya karena memiliki dampak jangka pendek dan jangka panjang yang signifikan terhadap kesehatan dan perkembangan anak, berikut adalah beberapa alasan mengapa stunting sangat berbahaya.
Perkembangan otak terhambat.
Anak yang terkena stunting akan memiliki perkembangan otak yang tidak optimal. Hal ini dapat berpengaruh besar dalam hal pembelajaran, dan kinerja akademis mereka.
Dengan kata lain, stunting berdampak pada kemampuan mereka untuk sukses di sekolah dan dalam kehidupan mereka secara umum.
Pertumbuhan fisik tidak optimal.
Stunting dapat juga menghambat pertumbuhan fisik anak yang tidak hanya mempengaruhi tinggi badan tetapi juga perkembangan orang dan sistem tubuh lainya. Dan hal ini dapat berdampak pada kesehatan mereka saat dewasa.
Resiko penyakit kronis
Anak yang mengalami stunting memiliki resiko lebih tinggi terkena penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung ketika dewasa.
Masalah ini dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme yang terjadi akibat kekurangan gizi pada masa kanak-kanak.
Dampak ekonomi
Stunting dapat juga berpengaruh besar dalam produktivitas ekonomi di masa depan. Anak yang mengalami stunting cenderung memiliki kemampuan lebih rendah dalam kinerja, dengan pendapatan lebih kecil. Ketika dewasa, hal ini dapat berkontribusi pada siklus kemiskinan.
Kesehatan Reproduksi
Anak perempuan yang mengalami stunting memiliki resiko lebih tinggi mengalami komplikasi saat kehamilan dan melahirkan ketika dewasa. Hal ini dapat berdampak buruk terhadap ibu dan anak.
Perkembangan emosional dan sosial
Dapat berpengaruh juga terhadap kesejahteraan emosional dan kecerdasan emosional. Hal ini bisa terganggu dan dapat mempengaruhi kemampuan anak untuk mengenal dan mengelola emosi mereka sendiri, serta memahami emosi orang lain.
Stunting memiliki kaitan yang sangat erat dengan tumbuh kembang anak, hal seperti ini sangat berkaitan dengan aspek fisik, kognitif, dan emosional.
Dan sangat berdampak besar terhadap.pertumbuhan fisik yang terdapat pada perkembangan tinggi badan, pertumbuhan organ dan sistem tubuh, dan perkembangan kognitif dapat juga berpengaruh pada kemampuan belajar dan kemudian berpengaruh terhadap keterlambatan perkembangan anak.
Stunting adalah masalah kurang gizi, masalah ini harus diatasi. Anak-anak harus diberi makan bergizi. Agar anak-anak bisa diberi makan bergizi, maka orang tuanya harus tahu kriteria makanan bergizi seperti apa.
Karena itu kita harus menggunakan berbagai macam cara misalnya melibatkan sekolah dan institusi agama, untuk memberi pengetahuan tentang gizi kepada keluarga-keluarga, agar mereka dapat mengupayakan makanan bergizi kepada anak-anak mereka kelak.
Foto: Poros NTT News
Tulisan ini pernah tayang di eposdigi.com, ditayangkan kembali dengan seizin penulis.