Regulasi tentang Hak Hidup, Upaya Negara Melindungi Janin

DEPO Topik
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com-Keinginan memiliki anak adalah impian sebuah keluarga. Dalam sebuah pernikahan, ada keluarga yang segera dikaruniai janin dalam kandungannya, ada pula yang harus menunggu kehamilan bertahun-tahun lamanya. Fakta lain di lapangan, banyak pula ditemukan kejadian kehamilan di luar pernikahan.

Kehamilan itu sendiri ditandai dengan terbentuknya embrio dari hasil pembuahan sel telur dan sel sperma. Sejak hari pertama terbentuknya embrio, maka saat itu pula telah tercipta sebuah kehidupan.

Adanya kehidupan bukan hanya dilihat dari keberadaan janin secara fisik, melainkan keberadaannya dalam aspek jiwa. Tanpa jiwa, manusia hanyalah sebuah fisik yang mati dan tidak berdaya. Jiwa itu sendiri merupakan rahmat yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan demikian, seorang anak akan dikaruniakan pada pasangan yang sungguh-sungguh dinilai mampu menjaganya mulai sejak kandungan hingga ia lahir dan bertanggungjawab atas pertumbuhan dan perkembangan anak selama kehidupannya.

Perlindungan Janin berdasarkan Peraturan Perundang-undangan

Perlindungan terhadap janin tidak terbatas pada peran orangtua, tetapi negara juga terlibat. Ada dasar hukum yang mengikat hak hidup janin tersebut, yakni tertuang pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Jika selama ini kita mengetahui bahwa perlindungan anak dimulai sejak ia lahir, maka kekeliruan ini harus segera diluruskan. Menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 1 ayat 5, menyebutkan bahwa definisi anak adalah setiap manusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan, apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

Lebih lanjut, perlindungan anak dalam kandungan ditegaskan pada Pasal 52 dan 53, yakni :

Pasal 52 ayat 1 dan 2

  1. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara
  2. Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum, bahkan sejak dalam kandungan.

Baca juga : Peringkat Universitas Tiongkok Terus Membaik, Bisa Mengalahkan Barat Dalam Dua Tahun

Pasal 53 ayat 1 :

  1. Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya

Adanya pasal hak hidup janin yang tertuang dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM patut digunakan sebagai acuan negara dalam merumuskan regulasi maupun kebijakan yang mampu mempertahankan keberlangsungan kehidupan janin.

Mengacu pada ranah kesehatan, pemerintah telah turut serta mengupayakan perawatan kesehatan janin melalui berbagai program khususnya bagi ibu hamil.

Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan memuat tentang upaya kesehatan ibu terstandar, aman, bermutu, dan terjangkau yang bertujuan untuk melahirkan anak yang sehat, cerdas, dan berkualitas, serta menurunkan angka kematian ibu.

Meskipun negara telah berupaya sebaik mungkin untuk melindungi janin, masih ada kasus-kasus penghilangan janin (aborsi) baik akibat kehamilan yang tidak diinginkan maupun alasan medis tertentu.

Beberapa alasan terjadinya kasus aborsi disebabkan oleh perasaan malu akibat kehamilan di luar pernikahan, kehamilan pada usia tua, dan kehamilan yang tidak diinginkan lainnya. Kehamilan akibat perkosaan masih menjadi masalah utama aborsi.

Tekanan yang diterima baik dari pasangan, keluarga, ataupun lingkungan lainnya dapat meningkatkan kondisi stres dan niat melakukan aborsi akan cenderung meningkat. Sulit diterima, namun hal ini merupakan konsekuensi yang harus diterima oleh ibu hamil tersebut.

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi memuat pasal 31 dan 32. Pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa tindakan aborsi hanya boleh dilakukan jika terdapat indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan.

Selanjutnya, pada pasal 31 ayat 2 bahwa tindakan aborsi akibat perkosaan hanya boleh dilakukan apabila usia kehamilan masih di bawah 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir

Baca juga : Kebiasaan Baik Ini Bikin Masa Depan Anak Cemerlang

Adapun pada pasal 32 memuat tindakan aborsi akibat adanya indikasi kedaruratan medis meliputi kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu dan janin, termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan dan/atau sulit disembuhkan sehingga menyulitkan bayi hidup di luar kandungan.

Seluruh proses aborsi harus dilakukan oleh tim kelayakan aborsi dan diketahui oleh dinas kesehatan setempat.

Sebuah cerita berasal dari kisah hidup seseorang menyebutkan bahwa upaya menggugurkan kandungan melalui konsumsi obat-obatan tidak berhasil dilakukan.

Hal ini bisa saja berkaitan dengan upaya janin yang sangat kuat untuk mempertahankan kehidupannya, seperti yang tertuang dalam UU HAM bahwa anak sejak dalam kandungan berhak bertahan hidup dan mempertahankan kehidupannya.

Apabila Tuhan menghendaki seorang anak hidup, maka ia akan tetap hidup meskipun banyak percobaan penghilangan nyawa dilakukan oleh ibu dan/atau pihak terlibat.

Apabila direnungkan sejenak, mengapa pemerintah mengizinkan praktik aborsi sesuai ketentuan yang berlaku jika perlindungan janin diatur dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia?

Jika lingkungan luar mengintervensi penghilangan nyawa melalui tindakan aborsi, bukankah hal ini dapat dikategorikan sebagai pembunuhan berencana atau melanggar hak asasi manusia? Hal ini sulit diperdebatkan karena tindakan aborsi yang dianjurkan telah tertuang dalam peraturan pemerintah.

Lalu, bagaimana dengan tindakan aborsi yang dilakukan diam-diam? Pemerintah dalam UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pengganti UU No 36 Tahun 2009, telah mengatur ketentuan pidana tindakan aborsi tidak sesuai dengan kriteria yang dikecualikan.

Hal ini dijelaskan pada pasal 427 – 429, selanjutnya diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Praktik aborsi ilegal mungkin bisa segera ditangani.

Baca juga : Jumlah Remaja Yang Tidak Sehat Fisik Dan Psikis Meningkat 200 Persen, Ini Penyebabnya

Namun aborsi terencana secara pribadi baik dilakukan oleh perempuan (ibu hamil itu sendiri) maupun dibantu oleh pihak lain sulit dideteksi, sebab hanya mereka “pelaku” yang tahu. Hanya kejujuran yang bisa menjawab masalah ini.

Perlindungan Janin melalui Program Pemerintah

Adanya kasus aborsi, bisa saja disebabkan karena perasaan malu akibat kehamilan yang tidak diinginkan. Sejak dini, pemerintah melalukan berbagai upaya, seperti edukasi kesehatan reporoduksi pada remaja.

Harapannya, pengetahuan para remaja meningkat tentang kesehatan reproduksi dan mampu menjaga diri dengan baik. Pemerintah tidak memiliki andil yang lebih besar untuk memantau aktivitas para remaja, kecuali keluarga dan remaja itu sendiri.

Pada kasus kehamilan yang tidak diinginkan, pendekatan keluarga sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan untuk mempertahankan janin.

Perlindungan pemerintah terhadap janin telah disusun dalam upaya kesehatan ibu yang dijalankan oleh tenaga kesehatan maupun non kesehatan. Peran-peran dalam multi-sektor terlibat dalam berbagai kegiatan konvergensi.

Berbagai jenis intervensi yang dilaksanakan adalah program Ante Natal Care (ANC), suplementasi tablet tambah darah dan asam folat, suplementasi vitamin dan mineral, edukasi perawatan kehamilan dan berbagai kesehatan lainnya. Intervensi dapat diakses melalui pelayanan kesehatan setempat seperti puskesmas dan posyandu setempat.

Pemahaman terhadap perlindungan hak janin dan kesadaran akan pentingnya menghargai keberadaan janin bagi seluruh pihak terlibat baik dalam lingkup keluarga maupun instansi merupakan sebuah fondasi dasar dalam menjaga kehamilan.

Dengan demikian, pemerintah dan seluruh elemen masyarakat hingga tingkat individu bersama-sama mendukung hak hidup janin dan tumbuh kembangnya.

Foto: Aido Health

5 3 votes
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments