VUCA, Disruption, Leadership, And 21’st Century Learning Skills

EDU Talk
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com-Setelah introduksi K-13, orang tidak lagi bersemangat membicarakan filosofi, substansi, dan kemasan kurikulum tersebut. LOTS dan HOTS lalu menyedot perhatian (dan anggaran) berbagai pihak mencari jalan pintas untuk menjadi yang terbaik SESUAI dengan imajinasi kebutuhan kualitas SDM abad 21.

Persoalan klasik lalu muncul: bagaimana kita bisa mempersiapkan generasi abad 21 sementara para guru, seperti juga para manajer perusahaan dan pengambil kebijakan publik, semua mereka masih nyaman dengan ‘operating system (OS)’ alias mindset abad 20 bahkan abad 19 atau lebih jadul lagi?

Suka atau tidak suka dunia abad 21 ditandai oleh era penuh disruption: banyak sekali muncul ‘gangguan’ yang membuyarkan semua kemapanan berpikir dan berencana.

Teori-teori manajemen dan strategi pemberdayaan, template dan modul pelatihan, model-model matematika pertumbuhan ekonomi hingga prediksi konflik sosial yang semula laris manis dan amat mudah dijelaskan memakai ‘nalar’ fenomenologi, kini terperangkap dalam kegilaan turbulensi yang very very unpredicted sebagai fenomena baru.

Adalah Peter F. Drucker, pria yang dijuluki Bapak Manajemen Modern kelahiran Kaasgraben, Wiena, Austria, 19 November 1909 (meninggal di Claremont, California, Amerika Serikat, 11 November 2005 pada usia 95 tahun) yang mengatakan: “The greatest danger in times of turbulence is not the turbulence. It is to act with yesterday’s logic.“

Dunia manajemen perusahaan, juga manajemen pendidikan, dihadapkan pada tuntutan untuk berbenah. Dunia usaha abad 21 tidak bisa lagi diatur dengan mindset para manajer pengambil kebijakan yang tertinggal di abad lalu.

Pengetahuan buku teks hanya jadi referensi dasar tetapi nyaris tidak banyak membantu dalam menganalisis situasi aktual hari ini – apalagi untuk merumuskan kebijakan yang antisipatif.

Training yang diikuti para manajer sepuluh atau lima tahun lalu tiba-tiba menjadi ‘kadaluwarsa’ alias kehilangan relevansi.

Baca juga : Identitas Sekolah Katolik Yang Khas?

Modul dan tools usang untuk pelatihan dan/atau pemetaan, monitoring dan evaluasi yang didesain dan dipergunakan dengan sangat sistematis entah untuk negara di belahan bumi mana sepuluh atau dua puluh tahun lalu tidak lagi relevan dengan realitas dinamis hari ini di tempat ini bahkan untuk tempat yang sama di mana tools itu dulu dirancang.

Lalu muncul ‘makhluk baru’ bernama VUCA.  VUCA muncul menjadi salah satu menu reformasi strategis dalam manajemen pengambilan keputusan/kebijakan yang sedang ‘hits’.

VUCA dipelajari seolah merupakan barang baru dalam wacana mempersiapkan para pemimpin, manajer dan siapa saja yang berurusan dengan posisi strategis membuat analisis dan pengambilan keputusan baik itu untuk institusi bisnis maupun lembaga-lembaga publik.

VUCÅ adalah akronim dari Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity.

Volatility: abad 21 membawa perubahan amat besar dan tak terduga-duga (volatile), berlangsung amat cepat dan dalam skala besar. Institusi-institusi publik, swasta dan bisnis yang selama sekian tahun merasa diri sudah mapan mulai merasakan melorotnya relevansi keberadaan mereka, kebijakan mereka, program mereka, dst.

Uncertainty: situasi tata dunia abad 21 (sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, konflik, hubungan bilateral dan kolateral, etc) yang mudah berubah-ubah (volatile) dan unpredicted itu menimbulkan ketidakpastian (uncertainty) yang amat tinggi sebagai konsekuensi tak terelakkan.

Complexity: faktor volatility dan uncertainty menjadi kompositum bangunan kompleksitas persoalan dan tantangan abad 21. Semuanya menjadi jauh lebih rumit, multi dimensi, multi factors, namun saling terkait sehingga membutuhkan kemampuan berpikir analitis yang kompleks.

Ambiguity: Faktor volatiles, uncertainty, dan complexity ‘menyempurnakan’ kondisi keempat, yaitu situasi ambigu. Orang tidak lagi cukup mudah memprediksi ke arah mana suatu perubahan akibat suatu peristiwa yang terjadi hari ini.

Prediksi potensi angka investasi asing di Indonesia selama masa kampanye Pilpres, misalnya, tiba-tiba berubah ketika kita memasuki masa perhitungan suara dengan gejolak demokrasi yang penuh anomali.

Baca juga : BKKBN Sebut, Remaja Sekarang Lebih Dini Melakukan Hubungan Seks. Apa Resikonya?

Seperti halnya konsep strategic planning (dulu dengan nama MBO) dikembangkan oleh NASA dan diadopsi menjadi ilmu perencanaan dalam dunia bisnis, demikian pula VUCA lahir dari konsep dan model pengambilan keputusan dalam dunia militer pada tahun 90-an.

Istilah “Fog War” menjadi sangat terkenal pada masa itu: orang harus bisa mengambil keputusan yang jitu di tengah situasi yang tidak menentu (uncertainty factor) dan informasi mengenai lapangan yang sangat terbatas (foggy). Tim IMT saya sudah lama belajar mengantisipasi aspek ini.

Untuk memahami akar historis-filosofis VUCÅ saya sarankan anda untuk membaca karya-karya Peter F Drucker atau yang lebih “klasik” lagi dua karya Geert Hofstede (Culture and Organizations | Intercultural Cooperation and Its Importance for Survival – Software of the Mind, 1991; dan Culture’s Consequences | International Differences in Work-Related Values, 1982).

Akar masalah yang memunculkan kebutuhan akan perlunya pembelajaran VUCA dengan amat detail oleh Hofstede diteliti dan dibahas dalam beberapa terminologi antara lain: Power Distance Index (PDI), Uncertainty Avoidance Index (UAI) dan Masculinity Index (MAS).

Ada beberapa karya fenomenal Peter F. Drucker yang memicu wacana dan urgensi pengembangan VUCA dalam mempersiapkan para pemimpin dunia usaha saat ini.

Saya merekomendasikan buku yang paling ringan tapi renyah karya Joseph A Maciariello – A Year With Peter Drucker | 52 Weeks Of Coaching For Leadership Effectiveness yang berisi paket pelatihan pimpinan (perusahaan).

Topik materi pelatihan minggu pertama sudah sangat menantang: Developing Leaders, Not Functionaries. “Effective Leaders Get the Right Things Done and You Can Trust Them”

Mau berpetualang secara kreatif dan out of box dalam rangka pengembangan potensi kepemimpinan anda? Silakan berburu.

Foto: depositphotos

Tulisan ini pernah tayang di eposdigi.com

5 1 vote
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments