90 Persen Murid Kelas XII Memperoleh Skor Buruk dalam Try Out Tes Skolastik?

EDU Talk
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com-Melalui episode ke-22 Program Merdeka Belajar, Nadiem Makarim mengubah kebijakan seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri berdasarkan tes.

Dalam seleksi berdasarkan tes ini, tidak ada lagi tes mata pelajaran, tetapi hanya tes skolastik yang mengukur potensi kognitif penalaran Matematika, literasi Bahasa Indonesia, dan literasi Bahasa Inggris.

Pada seleksi dengan tes skolastik ini, tes akan berfokus pada pengukuran kemampuan penalaran dan kemampuan pemecahan masalah para murid.

Jadi hanya murid dengan skor tinggi untuk kemampuan penalaran dan kemampuan memecahkan masalah, yang nanti memiliki peluang besar untuk masuk perguruan tinggi negeri.

Jika kebijakan ini sudah berlaku di tahun 2023, apakah para murid siap masuk melalui jalur tes ini?

Baru-baru ini, platform edukasi Zenius dan New Primagama, seperti dilansir pada laman detikedu, menggelar try out seleksi nasional berdasarkan tes. Seleksi tersebut diikuti oleh 17.000 murid SMA dari berbagai daerah di Indonesia, dengan menggunakan tes skolastik.

Baca juga : Program MRT Gereja Katolik Santa Monika Dan Peningkatan Kualitas Manusia

Berdasarkan data hasil try out tersebut, 93,7 persen atau hampir 16 ribu murid mencapai skor di bawah kompetensi minimum, atau skor di bawah 500, dengan skor maksimumnya adalah 1.000.

Sedangkan 6,3 persen peserta try out atau sekitar 1.000 murid hanya mencapai skor minimal yakni 500. Batas skor minimal ini ditetapkan berdasarkan skor rata-rata UTBK tahun yang lalu.

Hasil try out ini tidak hanya mencerminkan ketidaksiapan murid SMA mengikuti seleksi menggunakan tes skolastik, melainkan juga mencerminkan rendahnya mutu calon lulusan sekolah menengah kita.

Oleh karena itu, data ini perlu disikapi secara serius oleh Kementrian Pendidikan dan sekolah-sekolah. Bukan hanya karena para murid akan terhambat memasuki perguruan tinggi negeri, melainkan karena data ini pun sekaligus menggambarkan belum berhasilnya proses transformasi  dalam proses belajar mengajar di sekolah kita.

Namun demikian, kondisi ini dapat dimaklumi karena semua proses transformasi selalu memerlukan waktu, bahkan waktu yang panjang, misalnya hingga satu siklus.

Waktu yang fair untuk mengevaluasi keberhasilan proses transformasi sebuah SMA adalah tiga tahun, sebagai sebuah siklus.

Baca juga : Belajar Dari Sekolah Cikal Lebak Bulus Untuk Implementasi Kurikulum Merdeka

Hal yang paling penting terkait data hasil try out ini adalah, semua pihak harus memastikan proses transformasi di SMA sungguh-sungguh berjalan.

Proses transformasi yang dimaksud adalah upaya mendorong guru untuk meninggalkan pendekatan transfer pengetahuan pada murid dan mengganti pendekatan transfer dengan pendekatan konstruksi dalam proses belajar mengajar.

Melalui pendekatan konstruksi tersebut, murid dilatih untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Dalam proses tersebut murid berlatih merumuskan masalah, mencari data, berlatih menarik kesimpulan, berlatih memecahkan masalah, mengkomunikasikan, dan mempertanggungjawabkan hasil belajarnya.

Melalui proses tersebutlah terbentuk kemampuan penalaran dan kemampuan memecahkan masalah pada murid.

Dua kemampuan inilah yang diandalkan oleh para murid untuk dapat mengerjakan tes skolastik, yang merupakan bagian dari tes masuk perguruan tinggi negeri tersebut.

Karena hasil selalu terkait dengan proses, maka jika proses berlatih menalar dan berlatih memecahkan masalah belum dilakukan oleh guru di sekolah, jangan berharap dapat memperoleh skor tes skolastik yang bagus. Pada hal, hasil tes skolastik menentukan seorang murid diterima atau tidak di PTN.

Foto:Suara.com

5 1 vote
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
1 Comment
oldest
newest most voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Baca Juga: 90 Persen Murid Kelas XII Memperoleh Skor Buruk Dalam Try Out Tes Skolastik? […]