Depoedu.com – Besok tanggal 21 April 2022 kita rayakan sebagai Hari Kartini, karena ketokohan Kartini lantaran ia memperjuangkan emansipasi wanita. Jejak perjuangannya dapat ditelusuri melalui surat-surat Kartini yang ia tujukan pada sahabat-sahabatnya di Belanda.
Dalam rangka merayakan Hari Kartini, tokoh Kartini mau dihadirkan dalam pelajaran di kelas agar murid mengenal tokoh ini, memahami perjuangannya melalui pengenalan akan surat-suratnya, termasuk memahami pentingnya perjuangan Kartini pada jaman sekarang.
Berikut ini adalah model disain pembelajaran untuk kelas SMA, yang terdiri dari semua komponen pembelajaran yang dapat menjadi acuan Eduers dalam menyelengarakan perigatan hari Kartini secara kontekstual dan bermakna, di kelas. Selamat merayakan hari Kartini.
Model Desain Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran:
- Murid mampu mengenal siapa Kartini
- Murid-Murid mampu memahami perjuangan Kartini
- Murid-murid mengenal surat-surat yang ditulis Kartini
- Murid-murid memahami pentingnya perjuangan Kartini sampai sekarang ini.
Mengenal Kartini:
- Dialog dengan para murid: Apa yang kamu ketahui tentang Kartini?
- Memperkenalkan Biografi Kartini. Biografi Kartini agak panjang tetapi sangat penting untuk dipelajari para murid. Mungkin mereka dibagi dalam kelompok lalu membaca bagian-bagian tertentu dalam biografi tersebut. Kemudian mereka menulis di sepotong kertas beberapa informasi tentang Kartini, sambil menjelaskannya. Usahakan pada bagian ini anak-anak mengenal Kartini (https://drive.google.com/drive/folders/1iOGc5doBmUAR_48czM0QKLco3jTeZhaG)
- Sumber di atas bisa juga diganti dengan tayangan video https://www.youtube.com/watch?v=TN6-nSm6njU
- Guru menggarisbawahi hal-hal penting yang anak-anak harus pahami tentang Kartini, terutama dalam kaitannya dengan gelar Mengapa Kartini diberi gelar pahlawan. Apa yang dibuatnya?
- Usahakan juga supaya biografi ini berhubungan dengan Surat Kartini yang ada di bawah ini yang akan menjadi bagian utama dalam pelajaran ini.
- Usahakan bagian perkenalan ini tidak lebih dari 20 menit.
Baca juga : Komisi X DPR: Guru Swasta Yang Lulus PPPK Bisa Kembali Mengajar Di Sekolah Asal
Surat-surat Kartini
- Anak-anak diajak: bahwa satu-satunya cara kita mengenal Kartini adalah lewat apa yang dibuatnya.
- Salah satu hal yang dibuatnya adalah menulis surat dengan “sahabat pena”-nya antara lain: Estella H. Zeehandelaar.
- Melalui surat-suratnya ini Kartini dikenal. Lalu apa saja isi surat-surat Kartini tersebut?
- Ajaklah murid untuk membaca surat Kartini di bawah ini.
- Sebaiknya surat ini diprint dan diberikan kepada murid: biarkan mereka membacanya selama 10 menit.
- Surat ini saya ambil dari: MEMBACA SURATNYA, TERBITLAH TERANG PEMBACAAN SURAT-SURAT KARTINI “HABIS GELAP TERBITLAH TERANG”Diselenggarakan di Galeri Cipta II Taman Ismaill MarzukiKamis, 18 April, pukul 19. 00 , tepat waktu Diselenggarakan oleh Institut Ungu, Yayasan Muara Bangsa, Kopdar Budaya Didukung Komnas Perempuan Ardhanary Institute, Rutgers WPF @ April 2013 dalam bentuk PDF di internet.
|
Jepara, 25 Mei 1899 (Kepada Estella H. Zeehandelaar) Saya ingin sekali berkenalan dengan “gadis modern”, yang berani, yang dapat berdiri sendiri, yang menarik hati saya sepenuhnya, yang menempuh jalan hidupnya dengan langkah cepat, tegap, riang dan gembira, penuh semangat dan keasyikan. Gadis yang selalu bekerja tidak hanya untuk kepentingan dan kebahagiaan dirinya sendiri saja, tapi juga berjuang untuk masyarakat luas, bekerja demi kebahagiaan sesama manusia. Hati saya menyala-nyala karena semangat yang menggelora akan zaman baru. Ya, bolehlah saya katakan bahwa dalam pikiran dan perasaan, saya tidak turut menghayati zaman Hindia ini. Tapi, saya merasa hidup sezaman dengan saudara-saudara saya perempuan berkulit putih di Barat yang jauh. Tetapi adat kebiasaan yang sudah beradab-abad, yang tidak dapat begitu saja dirombak, telah membelenggu kami dengan tangannya yang kuat. Suatu ketika tentulah tangan itu akan melepaskan kami. Tapi, saat-saat seperti itu masih jauh –tak terhingga jauhnya! Masa itu pasti datang, saya tahu. Tapi, mungkin baru tiga-empat keturunan sesudah kami. Aduh! Bukan hanya suara dari luar saja, dari Eropa yang beradab yang datang masuk ke hati saya, yang membuat saya menginginkan perubahan. Sudah sejak saya masih kanak-kanak, ketika kata ’emansipasi’ belum ada bunyinya, belum ada artinya bagi telinga saya, dan tulisan serta karangan mengenai hal itu jauh dari jangkauan saya, sudah timbul dalam diri saya keinginan yang makin lama makin kuat. Yaitu, keinginan akan kebebasan, kemerdekaan, berdiri sendiri. Keadaan yang berlangsung di sekeliling saya, yang |
|
mematahkan hati saya dan membuat saya menangis karena sedih yang tak terhingga, membangunkan kembali keinginan itu.
Tapi, tentang hal itu untuk sementara sampai di sini saja dulu…pada kesempatan lain akan saya sambung. Sekarang saya hendak menceritakan tentang diri saya, sebagai perkenalan. Saya anak perempuan sulung Bupati Jepara. Tepatnya anak perempuan yang ke-2. Saya punya 5 orang saudara laki-laki dan perempuan. Almarhum kakek saya, Pangeran Ario Tjondornegoro dari Demak, yang sangat menyukai kemajuan, adalah bupati di Jawa Tengah yang pertama membuka pintunya untuk tamu dari jauh seberang lautan, yaitu peradaban Barat. Semua puteranya, yang hanya mengenyam pendidikan Eropa, mewarisi cintanya akan kemajuan dari ayah mereka. Dan, mereka pada gilirannya memberikan kepada anak-anak mereka pendidikan yang sama dengan yang dulu mereka nikmati. Kebanyakan saudara sepupu saya dan semua kakak laki-laki saya tamat HBS –lembaga pendidikan tertinggi yang ada di Hindia sini. Dan yang paling muda dari tiga kakak laki-laki saya, sejak 3 tahun lebih berada di Belanda untuk menyelesaikan pelajarannya, yang 2 orang lainnya bekerja pada pemerintah. Kami, anak-anak perempuan yang masih terantai pada adat istiadat lama, hanya boleh memanfaatkan sedikit saja dari kemajuan di bidang pendidikan itu. Ketahuilah, adat negeri kami melarang keras gadis-gadis keluar rumah. Dan, satu-satunya lembaga pendidikan yang ada di kota kecil kami hanyalah sekolah rendah umum biasa untuk orang-orang Eropa. Pada umur 12 tahun saya harus tinggal di rumah. Saya harus masuk “kotak’, saya dikurung di dalam rumah, sama sekali terasing dari dunia luar. Saya tidak boleh keluar lagi selama belum berada di sisi seorang suami, seorang laki-laki asing sama sekali, yang dipilih orangtua tanpa setahu kami. Suatu kebahagiaan besar bagi saya bahwa saya masih boleh membaca buku-buku Belanda dan berkirim-kiriman surat dengan teman-teman Belanda. Semua itu merupakan satu-satunya titik terang dalam masa yang sedih dan suram itu. Dua hal tersebut bagi saya merupakan segalanya. Tanpa dua hal itu barangkali saya akan binasa atau bahkan lebih dari itu jiwa saya akan mati. Tetapi semangat zaman…di mana-mana memperdengarkan langkahnya. Gedung-gedung tua yang kokoh megah, pilarnya menjadi goyah |
|
ketika zaman itu mendekat. Pintunya yang dipalang kuat-kuat meledak terkuak. Sebagian seakan terbuka sendiri, sedang lainnya dengan susah payah. Tapi pintu-pintu itu akhirnya akan terbuka juga, membiarkan masuk tamu yang tak disukainya. Akhirnya, pada umur 16 tahun untuk pertama kalinya saya melihat lagi dunia luar. Alhamdulillah! Alhamdulillah! Saya boleh meninggalkan penjara saya sebagai orang bebas dan tidak terikat pada seorang suami yang dipaksakan kepada saya. Tapi saya tidak puas, sama sekali masih belum puas. Lebih jauh, masih lebih jauh dari itu yang saya kehendaki. Bukan, bukan perayaan, bukan bersuka-sukaan yang saya inginkan, yang menjadi tujuan keinginan saya akan kebebasan. Saya ingin bebas agar saya boleh dan dapat berdiri sendiri, tidak perlu tergantung pada orang lain, agar….agar tidak harus kawin! Tetapi kami harus kawin, harus, harus! Tidak kawin adalah dosa, cela paling besar yang ditanggung seorang gadis Bumiputra dan keluarganya. Dan, mengenai perkawinan di sini, aduh, azab sengsara masih merupakan ungkapan yang terlalu halus untuk menggambarkannya. Bagaimana tidak, kalau hukumnya dibuat untuk orang laki-laki dan tidak ada sesuatu pun untuk perempuan, kalau hukum dan pendidikan keduanya untuk laki-laki belaka? Cinta? Apa yang kami tahu tentang cinta? Saya belum mengatakan umur saya kepada Saudara. Bulan yang lalu saya baru saja 20 tahun. Aneh, bahwa ketika saya berumur 16 saya memandang diri tua sekali dan kerap berhati murung. Dan sekarang setelah saya melampaui umur 20 tahun, saya merasa muda sekali dan penuh gairah hidup. Panggil saya Kartini saja –itulah nama saya. Kami orang Jawa tidak mempunyai nama keluarga. Kartini adalah nama keluarga dan sekaligus nama kecil saya. Dan mengenai Raden Ajeng, dua kata itu menyatakan gelar. Dan menulis ‘nona’ atau sejenis itu di depan nama, saya tidak berhak –saya hanya orang Jawa. |
Setelah membaca surat di atas anak-anak diajak untuk melihat beberapa kata yang mungkin mereka tidak tahu atau paham. Bahaslah kata-kata yang mereka tidak kenal tersebut. Kalau sudah dibahas, kata-kata di bawah ini bisa digunakan untuk menjadi bahan pelajaran : kosa kata dan penempatan kata dalam kalimat.
A. Carilah arti kata-kata berikut ini dan buatlah sebuah kalimat baru dengan kata-kata tersebut!
Kata | Arti | Contoh kalimat |
Tegap | ||
berjuang | ||
menggelora | ||
menghayati | ||
dirombak | ||
membelenggu | ||
perubahan | ||
emansipasi | ||
peradaban | ||
mengenyam | ||
suram | ||
terkuak | ||
cela | ||
melampaui | ||
gelar |
b. Isilah dengan kata-kata yang tepat:
seorang / melarang / pendidikan / perempuan / umur / lembaga/ dikurung /adat / dipilih/ dunia
Kami, anak-anak ______________yang masih terantai pada _________ istiadat lama, hanya boleh memanfaatkan sedikit saja dari kemajuan di bidang ________________ itu. Ketahuilah, adat negeri kami ______________ keras gadis-gadis keluar rumah. Dan, satu-satunya _______________ pendidikan yang ada di kota kecil kami hanyalah sekolah rendah umum biasa untuk orang-orang Eropa. Pada ____________ 12 tahun saya harus tinggal di rumah. Saya harus masuk “kotak’, saya ___________________ di dalam rumah, sama sekali terasing dari ______________ luar. Saya tidak boleh keluar lagi selama belum berada di sisi ____________ suami, seorang laki-laki asing sama sekali, yang _____________ orangtua tanpa setahu kami.
c. Pertanyaan untuk surat Kartini di atas:
- Siapa yang menerima surat tersebut? (Cari di internet kalau Anda tidak menemukannya.
- Apa yang dimaksudkan dengan “gadis modern” dalam surat tersebut?
- Apa perbedaan yang dimaksudkan Kartini dengan “Zaman baru” dan “Zaman Hindia”?
- Apa yang sulit dirombak dan membelenggu tangan Kartini?
- Apa keinginan yang makin lama makin kuat dalam diri Kartini?
- Apa perbedaan perlakuan dalam keluarga Kartini dalam hal pendidikan kepada anak laki-laki dan anak perempuan? Jelaskan!
- Apa kebahagiaan besar yang dibanggakan Kartini?
- Hal apa yang membuat Kartini tidak puas atau belum puas dalam surat di atas?
- Bagaimana pandangan Kartini tentang perkawinan dan cinta dalam surat di atas?
- Sikap apa yang ingin kamu jelaskan tentang penegasan Kartini untuk memanggil dirinya Kartini saja?
d. Pertanyaan untuk murid-murid yang lebih tinggi tingkat kemampuan bahasa
dan analisanya. (Untuk murid-murid SL /HL di IB Program)
- Berdasarkan surat Kartini di atas: apa yang dimaksudkan dengan: emansipasi, ketidakadilan gender, dan kesamaan gender? (Anak-anak bisa menggunakan “global issues” tentang perempuan)
- Jelaskan konteks yang dialami Kartini saat itu, sehingga dia menulis surat tersebut. Lalu bandingkan konteks yang dialami Kartini saat itu dengan konteks yang Anda alami sekarang ini. Apa perbedaan konteks yang mencolok antara Kartini dengan Anda?
- Bagaimana konsep: identitas, transformasi dan representasi digambarkan dalam surat di atas? Dan bagaimana ketiga konsep tersebut menginspirasi Kartini untuk menulis surat tersebut? (Mengenai konsep identitas, transformasi dan representasi bisa ditemukan dalam Language and Literature IB)
Baca juga : Tawuran Sebagai Representasi Dari Krisis Identitas Remaja
- Anggaplah Anda menjadi tujuan surat Kartini tersebut. Buatlah sebuah “surat balasan” dari Anda kepada Kartini. Minimal 300 kata. (Surat jawaban Anda harus dikontekstualisasikan dengan latar yang dialami Kartini saat itu.)
- Buatlah sebuah karya tulis (tulisan kreatif bisa dalam surat terbuka, opini, cerpen, komik dll) tentang “kesamaan gender” berdasarkan surat di atas. Minimal 500 kata.
Penilaian : untuk surat dan tulisan kreatif:
- Pemahaman dan pengetahuan tentang Kartini, perjuangan Kartini dan “gender equality” (Total penilaian 10)
- Gaya penulisan surat atau tulisan kreatif (Di sini perhatikan gaya bahasa, diksi, metode yang dipakai dll) (Total penilaian 10)
- Organisasi: struktur tulisan dan struktur ide yang dikemukakan dalam surat atau tulisan kreatif. (Total penilaian 5)
- Bahasa (Total penilaian 5)
Penulis adalah guru pada HS Jakarta Intercultural School
Foto:sman1cangkringan.sch.id