Depoedu.com-Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dalam rapat dengan Komisi III DPR, menyampaikan bahwa setidaknya ada 198 pondok pesantren di Indonesia terafiliasi dengan sejumlah organisasi teroris, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Pada rapat tersebut, Boy Rafli Amar menolak mengungkap identitas atau nama pesantren tersebut lebih lanjut. Ia menegaskan, ini dugaan namun merupakan upaya dalam konteks intel pencegahan.
Selanjutnya Boy Rafli Amar menjelaskan, dari total 198 pesantren tersebut, 11 di antaranya terafiliasi dengan jaringan organisasi teroris Jamaah Anshorut Khilafah (JAK), 68 pesantren terafiliasi dengan Jamaah Islamiyah (JI), dan 119 terafiliasi dengan Anshorut Daulah atau simpatisan ISIS.
Tanggapan Berbagai Pihak
Menanggapi data ini, Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto angkat bicara mengenai data tersebut. Menurut Yandri, data tersebut harus didalami lebih lanjut dan tidak terburu-buru diekspos ke publik.
“Dengan ekspos tersebut, pesantren justru mendapat stigma negatif, seakan-akan berkaitan dengan teroris. Jadi muncul masalah baru,” tulis Yandri dalam keterangan tertulisnya.
Ia mempertanyakan apa parameter yang digunakan untuk me-label pesantren terafiliasi dengan teroris. Apakah pengajarannya, Kurikulum-nya, atau apanya. Ia menegaskan, BNPT harus terbuka soal ini.
Baca Juga : Apa Kata Jusuf Kalla Tentang Perbedaan Antara Lembaga Pendidikan Nahdatul Ulama Dan Muhammadiyah?
Tanggapan juga datang dari Wakil Ketua Umum PP Persis, K.H. Jeje Zaenudin. Ia menegaskan, penyebutan sebuah pesantren berafiliasi dengan teroris harus benar-benar terverifikasi, baik datanya maupun kriterianya.
Wakil Ketua Umum PP Persis yag juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menegaskan, apa yang dimaksud berafiliasi dengan tindakan teror, apa saja yang telah dan akan terjadi. Ia menegaskan, jika tidak jelas, pemahaman masyarakat bisa bias, malah menjadi Islamophobia. Konsekuensi bagi pesantren akan sangat berat.
Tanggapan juga datang dari Jusuf Kalla. Mantan wakil presiden dua periode ini menegaskan, jika memang ada bukti ratusan pesantren ini berafiliasi dengan terorisme, silakan ambil tindakan.
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) ini menegaskan, jangan sampai data ini cuma menjadi polemik. Ia menegaskan, kalau memang ada, buktikan dengan memanggil pengurus pesantren tersebut satu persatu.
Menurut JK, BNPT perlu membuka data, pesantren mana yang terafiliasi dengan kelompok terorisme, sehingga menjadi jelas. Jika tidak dilakukan, akan menimbulkan keresahan di kalangan pesantren.
Bukan Bentuk Islamphobia
Menanggapi respon ini, Direktur Pencegahan BNPT R. Ahmad Nurwakhid menegaskan, pengungkapan data 198 pondok pesantren di Indonesia terafiliasi jaringan teroris oleh BNPT bukan bentuk Islamphobia.
Ahmad menegaskan bahwa data terkait pesantren itu merupakan hasil kerja pemetaan dan monitoring BNPT, justru dalam rangka pencegahan terorisme. Data tersebut sebagai pengingat untuk meningkatkan kewaspadaan bagi semua stake-holder.
Baca Juga : Mengapa Perempuan Perlu Dilindungi Dari Kasus Kekerasan Seksual?
Ahmad lebih lanjut membeberkan bahwa jumlah pesantren yang sekarang terdaftar di Kementrian Agama adalah 27.722. Artinya, jika 198 yang terindikasi terafiliasi jaringan terorisme maka hanya sekitar 0,007 persen. Ini jumlah yang sangat kecil. Namun data ini harus segera mendapatkan perhatian dari semua stake-holder.
Ia menegaskan, data BNPT ini jangan dilihat sebagai bentuk stigmatisasi terhadap pesantren. Ini justru merupakan upaya BNPT menjaga citra baik pesantren sebagai pilar peradaban dan fondasi kemajuan negara dan bangsa.
Menunggu Tindakan BNPT dan Kementrian Agama
Karena pesantren berada di bawah koordinasi dan pembinaan Kementrian Agama, oleh karena itu diperlukan langkah proaktif untuk menindaklanjuti data tersebut, tentu saja dengan koordinasi dengan BNPT.
Seperti diusulkan oleh Jusuf Kalla, pengurus pesantren tersebut dipanggil, diajak dialog. Jika ditemukan indikasi terpapar ideologi radikal tertentu, maka lebih lanjut dirangkul dan dibina.
Jika proses pembinaan tersebut tidak berhasil, maka wewenang selanjutnya ada pada Kementrian Agama untuk melakukan langkah administratif yang diperlukan untuk mencegah lebih banyak santri terpapar ideologi radikal.
Selanjutnya kita juga mengusulkan agar Kementrian Agama dan jajarannya melakukan tindakan pembinaan dan pengawasan lebih baik pada pesantren, agar pesantren sebagai lembaga pendidikan, tetap mendidik generasi muda dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mudah terpapar ideologi radikal.
Foto:kompas.com