Depoedu.com: Pada tahun ajaran 2020/2021 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah memutuskan untuk mengganti Ujian Nasional (UN) menjadi Asesmen Nasional (AN).
Seperti dilansir pada akun twitter Balitbang Kemendikbud @litbangdikbud, (17/10/2020), Asesmen Nasional adalah pemetaan mutu pendidikan pada seluruh sekolah, madrasah, dan program kesetaraan jenjang dasar dan menengah.
Ada tiga tujuan utama dari Asesmen Nasional, yaitu:
- Mendorong guru mengembangkan kompetensi kognitif yang mendasar sekaligus karakter murid secara utuh.
- Menunjukkan apa yang seharusnya menjadi tujuan utama sekolah, yakni pengembagan kompetensi dan karakter murid.
- Memberi gambaran tentang karakteristik esensial sekolah yang efektif untuk mencapai tujuan tersebut.
Baca juga: Asesmen Kompetensi Dan Upaya Membangun Kemandirian Siswa
Ada tiga instrument yang digunakan dalam proses Asesmen Nasional (AN) tersebut yaitu:
- Asesmen Kompetensi Minimun (AKM)
AKM diberikan dalam bentuk soal yang akan dikerjakan oleh murid terdiri dari Literasi membaca dan Numerasi. Ada lima bentuk soal dalam AKM yakni; pilihan ganda, pilihan ganda kompleks, menjodohkan, isian singkat, dan uraian.
- Survei Karakter
Survei karakter dilakukan untuk mengukur sejauh mana aspek sosial emosional murid terbentuk. Survei ini mengukur 6 aspek dari profil pelajar pancasila yaitu; beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkebhinnekaan global, bergotong royong, mandiri, benalar kritis, dan kreatif.
- Survei Lingkungan Belajar
Survei lingkungan belajar dikerjakan oleh murid, guru dan kepala sekolah untuk mengukur kualitas berbagai aspek dan input proses belajar di sekolah.
Survei ini berupaya mengumpulkan informasi dan memotret lingkungan belajar untuk mengetahui kualitas proses belajar mengajar dan iklim yang menunjang proses tersebut.
Nadiem Makarim, seperti dikutip oleh Kompas.com (11/10/2020) menegaskan, hasil asesmen nasional akan menjadi cermin untuk melakukan refleksi tentang real praktek pendidikan dan mempercepat perbaikan mutu pendidikan di Indonesia.
Oleh karena itu, menurut Nadiem untuk mengikuti Asesmen Nasional ini dengan baik, tidak dibutuhkan persiapan khusus bagi sekolah, guru, murid, dan orang tua, karena hasilnya tidak menjadi penentu kelulusan murid. Format dan kedudukannya jauh berbeda dari Ujian Nasional sebelumnya.
Komersialisasi Asesmen Nasional
Namun demikian, kenyataan di lapangan berbeda, tidak seperti yang ditegaskan Nadiem Makarim. Menurut pengamatan dari Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G), mulai terjadi komersialisai proses persiapan Asesmen Nasional yang dilakukan oleh lembaga bimbingan belajar dan sekolah swasta tertentu.
Baca juga: Prioritas Pendidikan Tahun 2021, Menurut Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nadiem Makarim
Para penggiat pendidikan ini bahkan menduga kuat, Kemendikbud sebagai lembaga, punya relasi resmi kelembagaan dengan lembaga tersebut. Mereka bahkan menyebutkan nama lembaga dan groupnya.
“Mas Nadiem diduga kuat mengetahui praktek tersebut, namun membiarkan praktek komersialisasi tersebut terjadi. Padahal secara regulasi, Asesmen Nasional bukan penentu kelulusan murid. Praktek penyelenggaraan Asesmen Nasional bukan bertujuan untuk menilai pencapaian belajar murid seperti Ujian Nasional dulu,” tegas Koordinator P2G ini seperti dilansir oleh SINDOnews.
Di samping bimbingan belajar, Kementerian Pendidikan dan jajarannya, diharapkan memberikan perhatian pada praktek sekolah-sekolah mempersiapkan Asesmen Nasionnal tersebut. Jangan sampai sekolah menggunakan pendekatan persiapan Ujian Nasional untuk memepersiapkan Asesmen Nasionnal tersebut.
Sekolah jangan sampai melakukan drilling atau pendekatan sejenis lainnya yang berbasis pada penguasaan konten untuk menyiapkan murid agar memperoleh skor yang tinggi.
Jika praktek tersebut terjadi, Asesmen Nasionnal akan menjadi beban guru dan murid seperti pada jaman Ujian Nasional, dan tentu saja ini kontra produktif.
Di samping itu, hasilnya nantipun, tidak menggambarkan kondisi murid dan kondisi sekolah yang sesungguhnya, sehingga tidak membantu memberikan umpan balik untuk upaya pengembangan mutu pendidikan lebih lanjut.
Menurut Satriawan, banyak orang tua dan guru belum paham tentang Asesmen Nasionnal. Ketidak pahaman itu dapat menjadi peluang bagi lembaga bimbingan belajar atau sekolah, untuk mendesain bisnis model, yang memanfaatkan persepsi public yang keliru tentang Asesmen Nasional tersebut.
Baca juga: Gerakan Radikal Di Lembaga Pendidikan, Indonesia Dalam Ancaman, Di Usia 75 Tahun?
“Bahaya jika kebijakan pendidikan dibisniskan seperti itu. Praktek seperti ini akan menjadi faktor yang membuat pendidikan kita semakin buruk. Orientasi pendidikan hanya pada penguasaan pengetahuan dan penguatan karakter tidak lagi menjadi prioritas sekolah,” tegas mantan Wasekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) ini.
Oleh karena itu, Kemendikbud dan jajarannya perlu memantau proses persiapannya sehinggga tidak menjadi ladang bisnis bagi pihak yang tidak bertanggung jawab dan mengabaikan pencapaian tujuan pendidikan.