Depoedu.com – Di tengah sekian banyak hal yang diberitakan berkaitan dengan ‘semarak’nya dunia pendidikan kita di zaman ini, ada satu hal yang paling berkesan bagi saya. Bukan sesuatu yang luar biasa, memang. Di antara begitu banyak nada-nada positif dalam menyambut peringatan ini, tidak sedikit juga ada nada-nada yang pesimis. Dan itulah yang menarik perhatian saya hingga menulis tulisan pendek ini hari ini. Singkat cerita, saya menemukan banyak status-status di media social yang meragukan pendidikan di Indonesia. Bahkan ada yang sampai mengkalkulasikan jumlah tahun yang sudah ia lalui di bangku sekolah kemudian mengeluhkannya karena belum juga berhasil jadi orang sukses. Tidak hanya satu yang mencurahkan pikiran seperti ini di sana. Ada beberapa, banyak. Dan, saya pun sempat berpikiran sama.
Beberapa hari ternyata saya masih terus memikirkan hal yang sama. Maka saya mulai merenung. Saya pikir kembali. Tidak salah memang untuk kemudian berpikir seperti itu. Memang ada benarnya juga. Bahwa sekian tahun menjadi anak sekolah, sama sekali tidak menjamin berhasil tidaknya seseorang dalam hidup. Lagipula ukuran keberhasilan tiap orang kan memang berbeda-beda. Tetapi mengapa? Mengapa kita bisa berpikir seperti ini? Apakah sungguh sesia-sia itukah kita pergi ke sekolah?
Mengingat kembali pengalaman saya selama di bangku sekolah sampai di bangku kuliah juga mendengar berbagai kisah dari guru-guru saya selama ini, saya sampai di sebuah kesimpulan, yang mungkin hanya sementara tetapi cukup baik jika saya bagikan kepada Anda semua lewat tulisan pendek ini. Siapa tahu Anda sekalian bisa memiliki pemikiran dan berbeda lalu kita saling belajar jadinya.
Enam tahun di Sekolah Dasar, enam tahun di Sekolah Menengah, empat tahun di jenjang strata 1 dan 2 tahun lagi di jenjang pendidikan selanjutnya, memang tidak serta merta membuat saya berhasil, Kawan. Tetapi setidaknya 18 tahun itu mengajarkan saya bahwa, belajar itu sama halnya seperti berdoa. Terkadang sebagai manusia kita menganggap bahwa Tuhan membutuhkan doa-doa kita. Kita harus berdoa supaya Tuhan senang dan memberikan kita hidup yang baik, umur yang panjang dan kebahagiaan setiap hari. Kadang kita berpikir bahwa saat kemalangan datang, itu adalah akibat dari kelalaian kita yang jarang berdoa. Padahal sama sekali tidak. Tuhan tidak membutuhkan doa-doa kita. Bahkan jika kita tidak mengenalnya pun, kita tetapi diberiNya hidup. Lalu untuk apa kita berdoa? Kita berdoa untuk diri kita sendiri. Kita berdoa karena kita butuh. Kita berdoa karena kita ingin dikuatkan. Kita berdoa karena kita ingin diyakinkan dengan iman kita sendiri.
Dan belajar pun demikian. 18 tahun di bangku sekolah seolah memaksa kita untuk memiliki pola pikir seperti tadi. Kita hanya akan pintar kalau belajar. Kalau kita tidak belajar, maka kita tidak bakal pintar. Yang mana kata pintar di bangku sekolah selalu diartikan dengan naik kelas, nilai bagus, juara kelas, dan lulus sampai dapat gelar. Itulah pintar yang dimaksud di bangku sekolah. Sementara ada begitu banyak tokoh-tokoh yang merubah dunia dengan penemuan-penemuannya, karya-karya nya tetapi mereka tidak sekolah. Maka …
Sama halnya dengan berdoa, sebaiknya kita tidak belajar karena ingin pintar seperti di sekolah. Memang, manfaat ke sekolah adalah menjadi pintar. Dan sekolah itu penting. Tetapi bukan semata-mata agar pintar. Karena pintar tidak akan serta merta menghantarmu begitu saja menjadi sukses. Lalu apa yang membuat kita bisa sukses?
Bagi saya, tetap belajar, kuncinya!
Belajar pada siapa saja. Belajar tentang apa saja. Dan belajar dari apa saja. Juga bukan belajar supaya pintar. Namun belajar karena butuh. Belajar karena ingin dan belajar karena suka. Karena sekolah bukan tujuan. Dan pintar bukan satu-satunya jalan menuju kesuksesan. Banyak yang sampai ke sana karena pintar di sekolah. Tetapi tidak semua. Maka jika kamu tidak pintar di sekolah, jangan berkecil hati. Atau mungkin jika kamu tidak ke sekolah sampai jenjang tinggi, juga jangan berkecil hati. Karena belajar bisa di mana saja. Bukan hanya di sekolah. Belajar sama halnya dengan berdoa. Bisa dimana saja. Bisa kapan saja. Dilakukan karena memang ingin, butuh dan karena memang suka. (Foto: jejakwaktu.com)