Depoedu.com – Hari ini, dunia kita dipenuhi oleh berita tentang kejahatan, perang, terorisme, pelanggaran hukum, korupsi, main hakim sendiri. Kata-kata yang kita dengar dan atau baca dari berita-berita itu cendrung mengecilkan hati. Tentang pemimpin korup, kita kehilangan panutan. Tentang keretakan keluarga kita kehilangan pegangan. Tentang para guru yang tak lagi bijaksana kita kehilangan pengajaran.
Lingkaran ‘kelam’ itu bisa kita putus. Berita-berita itu bisa ditandingi dengan kabar-kabar baik yang membawa pengharapan dan membesarkan hati. Tentang keteguhan moral dan kehidupan penuh integritas para pemimpin. Tentang para ayah dan ibu yang berbudi luhur, berjuang sekuat tenaga membesarkan putra-putrinya. Tentang sejumlah guru berwatak baik yang penuh dedikasi mendampingi setiap generasi muda, membantu mereka mewujudkan kehidupan lebih baik.
Apakah Anda seorang guru yang kehadirannya selalu menginspirasi seisi kelas? Apakah Anda seorang suami atau istri, atau anak yang kehadirannya menjadi kerinduan seisi rumah? Apakah Anda anggota team yang memberi semangat bagi anggota-anggota lain?
Hidup yang beruntung adalah yang memberi manfaat bagi orang lain. Jadilah seperti air, menjadikan biji benih yang mati, bertumbuh tunas. Air melepaskan dahaga yang haus, membersihkan yang kotor, melayakkan ibadah, menyucikan dosa. Tidak harus hal-hal besar nan megah. Tentang memberi manfaat Ibu Theresa berpesan “Jangan biarkan orang datang menemuimu, jika ketika dia pergi, tidak menjadi lebih baik dan lebih bahagia”
Murah hatilah seperti air yang selalu menetes ke bawah. Bukan soal memiliki lebih, air memberi dirinya. Apa untungnya memberi dari kelebihan? Bagaimana berkat dari Sang Pemberi bisa ditambahkan pada telapak tangan yang selalu tergenggam? Kemurahan hati justru lebih bermakan ketika memberi dari apa yang kita punyai. Lewat kontribusi walaupun kecil. Seulas senyum, anggukan kecil atau satu kata yang mendamaikan. Orang Jepang membenarkan: “satu perkataan baik dapat menghangatkan tiga bulan musim dingin”.
Ia juga pantang menyerah. Seperti tetes air tanah yang mendaki naik mengaliri setiap urat nadi pohon dari akar menuju pucuk daun tertinggi. Tetapkan tujuan dan pantang menyerahlah pada rintangan. Setiap masalah pasti ada solusi. Seperti liku sungai, yang karena kelok-keloknya air dari gunung memuara ke laut tujuannya. Orang berhasil dan orang gagal memiliki satu kesamaan. Sama-sama konsisten. Yang berhasil konsisten berusaha, pantang meyerah. Orang gagal konsisten mencari alasan.
Bersabarlah seperti air. Ketika panas ia meninggalkan didih lalu naik menjadi embun yang menyejukan. Ketika panas ia turun kedalam tanah kemudian muncul menjadi sumber mata air-mata air baru. Bersikap sabar adalah persoalan reposisi sudut pandang. Dengan mengambil sudut pandang dari posisi yang baru, sebuah persoalan mungkin bisa dilihat secara berbeda. Sikap sabar tidak boleh disamakan dengan sikap pasif. Sabar adalah pilihan proaktif dan nama lain dari kegigihan. “Meskipun dunia ini penuh penderitaan, juga penuh dengan cara mengatasinya” kata Helen Keller.
Setialah, seperti tetes-tetes embun, ketika kehidupan terlelap, ia tetap terjaga dan turun menjenguk bumi. Menyejukan kehampaan. Dalam kehidupan keluarga kesetiaan adalah kata dengan “titik”. Tidak ada “koma”. Kesetiaan bukan hanya sekedar ‘lawan’ dari kata “serong” atau “menyeleweng”. Setia berarti hadir sepenuhnya. Hadir bukan semata-mata dalam wujud fisik tubuh. Setia berarti hadir sebagai pribadi yang utuh, penuh perhatian, kehadiran yang mendamaikan hati. Dengan demikian menjadi pasangan yang setia artinya selalu punya waktu 24 jam, tujuh hari seminggu buat pasangan, buat keluarga. Seperti embun yang selalu turun dalam gelapnya malam, setia berarti tetap teguh saat kesepian atau kehilangan perhatian. Tetap setia bahkan ketika dilupakan atau diremehkan.
Penuh gairah namun tenang. Seperti air tanah yang dalam diam menembus bebatuan hingga muncul menjadi mata air baru sumber kehidupan. Untuk dapat menembus bebatuan – apapun yang Anda cita-citakan – dibutuhkan visi. Semua hal diciptakan dua kali. Visi adalah ciptaan pertama. Ia ada di alam pikir. Pepatah Jepang “yang terbayangkan berarti terjangkau”. Salah satu dari empat pilar Serikat Yesus (SJ) sebagai organisasi adalah Heroisme : menyemangati diri sendiri dan orang lain dengan hasrat-hasrat heroic untuk melakukan segala sesuatu secara tuntas dan prima. (Buku Heroic Leadership; Chris Lowney; Gramedia Pustaka Utama; Jakarta; 2005) Semangat dan hasrat heroic sebuah visi memungkinkan Anda dapat mewujudnyatakan bentuk fisik visi Anda, sebagai ciptaan kedua.
Kuat, dikala kehidupan tak lagi bersahabat. Seperti kata hukum pascal, ia mampu mengangkat beban, sama besar seperti setiap beban yang menimpanya. Kekuatan setiap kita selalu sebanding dengan setiap masalah yang dihadapi. Masalah tidak lebih besar dari kekuatan Anda. Rintangan paling besar tidak berasal dari luar. Oleh Lao Tze “Orang yang mengalahkan orang lain adalah orang kuat, tetapi orang yang mengalahkan dirinya sendiri adalah orang paling kuat”.
Bersikaplah tulus. Setulus bening sungai memberi diri diasinkan laut. Bukankah karena asin itu kehidupan tak lagi tawar? Ketulusan tidak selalu identic dengan pengorbanan. Ketulusan bukan seperti lilin yang memberi cahaya namun dirinya meleleh habis. Ketulusan lebih berarti menjadi cermin yang memantulkan banyak cahaya. Tulus adalah sikap aktif merubah diri sendiri. Membiarkan ego sempit kita “diasinkan”. Sikap tulus adalah kesediaan melepaskan kelekata-kelekatan pribadi yang merusak. Sikap tulus berarti secara aktif berubah menjadi pribadi lebih baik, sama seperti garam dari laut yang menjadikan setiap masakan menjadi tidak lagi tawar.
Hiduplah sederhana apa adanya. Seperti awan menerima uap asin air laut, karenanya ada embun dan hujan yang menyejukan. Kemalangan terbesar seseorang adalah ketika selalu mengejar “peng’AKU’an dari orang lain. Seluruh energinya habis untuk ‘memoles’ diri sedemikian rupa agar di”AKU”i oleh orang lain. Sederhana dan apa adanya berarti menerima diri sendiri. Menjadi diri sendiri berarti menolak menyamakan diri dengan orang lain, mengejar pengakuan orang lain. Menjadi diri sendiri juga berarti menolak disamakan dengan orang lain, memakai ukuran orang lain untuk mengukur dirinya. Sederhana apa adanya berarti menjadi “aku”. Sebab “AKU” banyak berarti ego sempit.
Air membebaskan. Menerima setiap pribadi menjadi diri sendiri. Air dapat mengisi penuh setiap tempat kosong tanpa mau mengubah bentuk wadahnya. Belajar dari air yang membebaskan adalah belajar tentang mencintai orang lain apa adanya. Kita semua masih hidup di alam manusia. Bukan alam malaikat. Orang tua kita, saudara-saudara kita, pasangan kita, anak-anak kita, tetangga, rekan kerja, kolega, anak didik kita bukanlah orang yang sempurna. Sebab seperti kata Victor Hugo “Kebahagiaan terbesar dalam hidup adalah keyakinan bahwa kita dicintai; dicintai apa adanya, atau bahkan yang lebih baik, dicintai meskipun tidak layak dicintai”.
(Kutipan para Tokoh kami ambil dari buku Everyday Greatness; Stephen R. Covey; Gramedia Pustaka Utama, Jakarta : 2007, Oleh: Senuken / Foto: pxhere.com)