Suster Francesco Marianti OSU, Sosok Cinta yang Tak Biasa

Tokoh
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com – Salah satu episode film TV yang saya saksikan beberapa waktu lalu begitu saja muncul dari benak saat berupaya menemukan cara mengawali tulisan ini. Dikisahkan sepasang agen intel yang terpisah lama oleh tugas penyamaran rahasia, dipertemukan kembali dalam situasi kritis. Sang istri dan teamnya berjuang menyelamatkan sang suami (yang ternyata sudah membangun keluarga baru), dari serangan musuh. Terluka oleh pengkhianatan suaminya, sang istri justru mengambil tugas menangani penempatan keluarga baru tersebut nun jauh dari wilayah asalnya, lengkap dengan semua berkas identitas baru bagi mereka. Keputusan untuk melakukan tugas ini ia ambil secara sadar dengan tujuan mengobarkan amarah dan kebencian di hatinya, menghadapkan diri pada rasa sakit yang memampukannya melupakan semua kenangan indah masa lalu dan menghilangkan rasa cintanya tanpa sisa. Faktanya, usai menjalani semua, yang ia alami justru keinginan besar untuk memastikan sang suami hidup aman dan berbahagia bersama keluarga barunya.

Barangkali itu memang kisah fiktif belaka. Dalam dunia nyata, tak akan sedemikian ekstrimnya. Namun ada hal benar yang disampaikannya, tentang cinta. Yakni bahwa ketika cinta sungguh dialami, yang bisa terjadi padanya hanyalah tumbuh, semakin kuat, semakin dalam. Ia akan menjadi motor penggerak tindakan, ia bahkan bisa menundukkan pola pikir yang penuh pertimbangan untung rugi, yang kerap merasionalisasi kebutuhan untuk membenarkan diri. Bukan terutama kenikmatan duniawi, yang lahir dari cinta adalah suka cita dan kebahagiaan sejati. Bukan terutama kehalusan dan kelemah-lembutan, bukan juga gelora nafsu yang menggebu-gebu, muatan paling substansial dari cinta adalah penyangkalan diri. Saat ada kesediaan untuk menjadi terabaikan dan tidak dikenali, menjadi sendirian, bahkan ditolak demi nilai luhur yang diperjuangkan, di situ cinta teruji.

Meskipun tak selalu bisa dijamin kebenarannya, cenderung mudah menyimpulkan bahwa cinta ada pada sosok seorang Ibu yang mendekap bayinya dalam kehangatan, pada seorang guru yang dengan ramah menyambut murid-muridnya di gerbang sekolah, atau pada seorang pemuda yang menyediakan diri mengantar dan menjemput kekasihnya berangkat dan pulang kerja. Sedangkan pada seorang pemimpin komunitas yang jarang terlihat senyumnya, yang sorot mata tajamnya jeli mengamati tanpa kecuali, yang punya gelegar suara dan kosa kata pedas untuk menegur segala yang tak semestinya, jauh lebih mudah menyangsikan, sejauh mana ada cinta di sana.

Pemimpin komunitas itu bernama Suster Francesco Marianti, OSU. Hal yang paling lekat dengan pribadi ini adalah figurnya sebagai seorang pendidik. Dalam rentang waktu pengabdian Suster Francesco di area ini, tak terbilang jangkauan kalangan yang terhubung dengan misi dan komitmennya, tak terbilang ragam ide dan gagasan kreatif yang lahir dari benaknya, tak terbilang jumlah hati yang mengalami sentuhan dan sapaannya. Tahun ini, saat Suster Francesco menginjak usia delapan puluh lima, komunitas Santa Ursula BSD yang dibangunnya beranjak memasuki usianya yang ke-tigapuluh. Tahun ini, dalam komunitas ini, khususnya di unit SMP, saya memasuki tahun ke dua puluh tiga usia keberadaan saya dalam radius area kepemimpinan Suster Francesco.

Dalam rentang waktu keberadaan itu, lepas dari berkali-kali perubahan nama status dan jabatan yang disematkan pada Suster Francesco di komunitas Santa Ursula BSD, hal yang tak pernah berubah saya lihat padanya adalah fakta bahwa pada dan untuk komunitas ini Suster Francesco memberikan diri. Komunitas ini adalah salah satu “harta”nya, maka di komunitas ini hatinya berada. Untuk komunitas Santa Ursula BSD, Suster Francesco hadir sebagai cinta, sebagaimana diteladankan oleh Santa Angela, pribadi yang dengan penuh komitmen diikutinya.

Fluktuasi jarak relasi antar kami, dalam rentang waktu bersama sekian lama, kiranya menjadi pertimbangan bahwa pernyataan di atas punya kadar objektivitas yang memadai. Bersama dengan pengalaman berada begitu dekat, disapa secara personal, yang masih dengan haru terkenang, terdapat pula pengalaman  berada di lingkaran paling luar, tersisih, hanya mendukung dari kejauhan. Dua puluh tiga tahun yang ditandai dengan aneka peristiwa perjumpaan dan pembelajaran, yang setiapnya saya libati sepenuhnya, rasional maupun emosional, membawa saya pada kesimpulan bahwa Suster Francesco adalah sosok cinta. Saya punya penjelasannya.

Otonom

Hendaknya anda terdorong hanya karena Cinta Allah dan demi keselamatan jiwa-jiwa….” – Nasehat kedua Santa Angela

Mundur ke tahun-tahun pertama unit SMP beroperasi. Kasus pencurian yang dilakukan seorang siswa menghadapkan saya pada wujud istimewa cinta Suster Francesco. Setelah proses panjang menemukan pelaku dan memperoleh pengakuannya, diskusi seputar sanksi berkisar pada dua sisi ekstrim. Atas nama kepentingan mencegah preseden buruk ke depan dan menjaga citra sebagai sekolah yang menegakkan disiplin, suara mayoritas mengarah pada pilihan mengeluarkan pelaku dari sekolah. Sementara, pilihan ini menjadi sangat dihindari bila berfokus pada pribadi remaja muda yang menguatkan hati menyatakan pengakuan, meskipun berhadapan dengan konsekuensi yang pasti tidak ringan. Dalam perdebatan ini, di mana Suster Francesco berada?

Duduk tepat di hadapannya, saya mendengarkan cerita Suster Francesco saat menghadapi kasus serupa sebagai Kepala SMA Santa Ursula Jakarta. Siswa pelaku menyasar tas-tas yang ditinggalkan di hall oleh pemiliknya, pada jeda menjelang waktu ekstrakurikuler sore hari. Ketika dikenali bahwa pelaku tidak punya cukup bekal dan uang untuk bertahan hingga kegiatan sore, untuknya, Suster Francesco menyediakan makan siang dari biara, setiap hari, usai jam sekolah.

Sama sekali bukan persoalan bagi Suster Francesco untuk menjadi berbeda. Menghalau kecenderungan umum untuk menjaga citra semata-mata, ia menukik ke dalam, mengenali akar persoalan, lalu mengatasinya. Suster Francesco mengenal betul alasan untuk setiap tindakannya, dengan jelas ia mengenali tujuannya, juga cara mencapainya. Dengan atau tanpa siapapun di pihaknya, ia akan mengarah ke sana. Sikap otonom menjadi salah satu wujud cinta Suster Francesco pada Kristus yang dijumpai dalam sosok siswanya.

Otentik

“Biarkan kesederhanaan dan kebijaksanaan anda terlihat oleh semua orang dan dengan demikian hendaknya tiap tindakan dan kata-kata anda jujur dan apa adanya” – Regula Bab IX Santa Angela

Tidak pernah berfokus pada apa yang akan dikatakan siapapun tentangnya, tentang pilihan sikap dan tindakannya, Suster Francesco akan mengungkap apapun yang ia yakini perlu diungkapnya, dengan caranya. Bahkan pada saat kata-kata melukai yang tersampaikan, mewakili kadar keberatan, keprihatinan, ataupun kegusaran yang dirasakan. Bersama dengan prasangka tentang rendahnya kepekaan terhadap perasaan orang lain, pada Suster Francesco justru ada kepercayaan akan kekuatan orang lain menghadapinya, ada keterbukaan untuk menerima reaksi orang lain, apapun bentuknya; ada kesanggupan untuk berhadapan dengan segala kemungkinan yang terjadi sebagai dampak dari pernyataannya.

Menjadi berbeda, menjadi diperhitungkan dan diandalkan, menjadi disegani dan dihormati, tidak pernah ditetapkan sebagai tujuan. Semua adalah akibat serta merta dari pilihan konsisten Suster Francesco untuk menjadi apa adanya. Dan bersama dengan daftar ’akibat’ di atas, bisa ditambahkan pula : menjadi ditakuti, menjadi dimusuhi, menjadi dibenci, …. yang diterima semua dengan lapang dada. Otentisitas menjadi wujud lain dari cinta Suster Francesco kepada siapapun yang bersinggungan dengannya. Karena begitu pula cara kerja cinta, tulus, sederhana, tanpa rekayasa.

Total

“Anda harus berbuat apa saja dengan seluruh kekuatan Anda untuk tetap setia pada panggilan Tuhan, untuk mencari dan mendambakan semua cara dan jalan yang dibutuhkan untuk bertahan dan maju sampai akhir”- Prakata Regula Santa Angela

Memasuki usia ke-tiga puluh, komunitas Santa Ursula BSD telah berkembang menjadi lembaga pendidikan yang diperhitungkan di wilayahnya. Bukan terutama pencapaian akademis yang menjadi tandanya, melainkan kesadaran kuat akan visi, yang terwujud dalam semua peristiwa pendidikan, yang terjadi hari demi hari : mendidik untuk keutuhan, kecerdasan, dan pelayanan. Komunitas ini punya identitas yang begitu jelas dikenali, bukan sekedar modal diferensiasi. Pelayaran panjang sampai pada kondisi ini dinakhodai oleh Suster Francesco.

Adalah anugerah besar, berkesempatan menjadi saksi berdirinya ruang demi ruang, realisasi rencana demi rencana, mengalami pembekalan, pengayaan, pengakuan, pemberdayaan, hingga mensyukuri berbagai pencapaian bersama, yang segera diikuti pencanangan target baru, menjadi pengembangan yang tak berkesudahan. Karena selalu terdapat hal baru yang bisa dilakukan untuk kebaikan, dan Suster Francesco tidak akan berhenti  mengupayakan. Totalitas Suster Francesco adalah wujud cinta, penyerahan diri sepenuh-penuhnya, bagaimanapun sulitnya, apapun bayarannya.

Tiga indikator di atas baru merupakan ungkapan permulaan, karena dalam setiap peristiwa merefleksikan pengalaman, temuan demi temuan baru semakin meneguhkan. Ekspresi ini memang bukan ekspresi biasa, jadi kadang tidak dengan mudah bisa diterima. Tetapi ini adalah ekspresi cinta. Barangkali bila kita bergerak dengan cara yang sama, kita berangsur bisa ikut merasakannya. (Oleh: Josybahi / Foto: id-id.facebook.com)

* Ditulis sebagai ungkapan syukur atas perayaan ulang tahun ke-85 Suster Francesco Marianti,OSU, pendiri komunitas pendidikan Santa Ursula BSD

5 1 vote
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
2 Comments
oldest
newest most voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Baca Juga : Suster Francesco Marianti OSU, Sosok Cinta Yang Tak Biasa […]

trackback

[…] Baca Juga : Suster Francesco Marianti OSU, Sosok Cinta Yang Tak Biasa […]