Depoedu.com – Minggu lalu kami mengadakan diskusi di kelas dengan tema” Mengapa Kids Zaman Now disebut Generasi Micin”. Para siswa akhirnya sepakat bahwa secara ilmiah, sama sekali tidak ada kaitan antara konsumsi micin dengan karakter dan kecerdasan Anak zaman Now. Tetapi mereka juga harus menerima julukan itu karena ada anak muda yang mengalami kemunduran secara karakter. Dalam diskusi tersebut para siswa juga melihat ada beberapa hal yang menjadi kehebatan atau kelebihan yang dimiliki generasi sekarang ini jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Ada satu ungkapan yang menggelikan, yang dialamatkan kepada kita generasi sebelumnya “Situ yang telat mikir, gue yang disalahin”.
Kita “Parents zaman now” telah membanding-bandingkan “Kids Zaman Now” dengan kita zaman dulu (Kids zaman Old). Dari aspek sikap dan karakter, kita menganggap mereka lebih kurang dibandingkan dengan zaman kita. Anak zaman sekarang susah mendengarkan orangtua, tidak mau ikut perintah orangtua, tidak tahu menghormati yang lebih tua, malas belajar, sibuk main game dan sangat individualistik. Mereka tidak tahu seperti apa kita dulu, tetapi mereka harus menerima perbandingan ini. Mereka terima julukan yang kita berikan kepada mereka. Pertanyaannya, apakah kita pernah menceritakan kehidupan kita dimasa lalu kepada mereka? Apakah kita juga mengalami masa muda kita dalam situasi dan kondisi seperti yang mereka alami?
1. Kids Zaman Now, Generasi yang Rentan.
Rentan (KBBI) artinya: mudah terkena (penyakit), mudah merasa (peka). Kids zaman now merupakan generasi yang mudah terpengaruh dan mudah baper (terbawa perasaan). Pada era globalisasi dan informatika ini, Kids zaman now, rentan terhadap pengaruh semua informasi global. Generasi yang tahu banyak tapi tidak utuh dan lengkap, tahu lebih awal dari usia (perkembangan biologis atau psikologisnya), tahu sebatas informasi yang belum tentu benar dan bukan sebagai pengetahuan.
Pada era informasi global, manusia secara otomatis merekam semua peristiwa, semua kejadian yang dialami, baik dan buruk, menyakitkan ataupun membahagiakan. Rasa cemas, rasa tidak aman, ide, pikiran, semuanya direkam oleh memori manusia secara langsung baik bersifat eksternal (penglihatan, pendengaran dan perabaan) maupun secara internal (pikiran dan reaksi emosional kita). Suka atau tidak suka, setiap tahun seorang manusia menyimpan jutaan pengalaman dalam memorinya. Secara psikologis, generasi ini pada zamannya menghadapi situasi ketidakpastian, kebingungan dan kecemasan menghadapi semua informasi dan pengalaman. Apalagi pada saat masa remaja, perubahan biologis dan psikologis yang dialami menambah kebingungan dan kecemasan bahkan menimbulkan pertanyaan. Dalam situsi seperti ini, remaja terkadang suka menyendiri dan menjadi mudah terbawa perasaan.
2. Orangtua yang Baik memberikan Hadiah.
Kita semua adalah orangtua yang baik, orangtua yang selalu berusaha memenuhi kebutuhan anak, keinginan dan harapan-harapan mereka. Kita membiayai pendidikan mereka di sekolah yang bagus. Kita melengkapi mereka dengan pakaian, barang-barang elektronik seperti: tape, kamera, handphone dan laptop atau barang-barang lainnya yang berkaitan dengan hobi mereka. Kita menjaga dan merawat perkembangan fisiknya. Kita memberikan hadiah kepada mereka dengan jalan-jalan, berwisata di akhir pekan atau hadiah-hadiah lainnya.
Tidak cukup bagi kita apabila hanya menjadi orangtua yang baik bagi anak-anak kita. Tidak cukup kita hanya mempedulikah hal-hal yang bersifat fisik semata.. Kita bisa memberikan hadiah untuk prestasi akademiknya disekolah. Kita memberi hadiah saat ujian kenaikan kelas dan ujian nasional. Bagi anak, pemberian itu hanya diingat sesaat dan mungkin tidak dikenang lama. Malahan pemberian hadiah yang berlebihan cenderung merangsang mereka menjadi materialistis.
3. Orangtua yang Hebat Memberikan Diri
Agusto Cury dalam bukunya, “Brilliant Parents Fascinating Teachers” mengatakan bahwa, Orangtua yang baik memberikan hadiah sedangkan orangtua yang hebat memberikan diri. Kebiasaan orangtua yang hebat selalu membantu mengembangkan rasa percaya diri anak, memberikan perlindungan terhadap perkembangan emosi anak”.
Sebagai orangtua, kita mempunyai tanggung jawab mendidik emosi anak kita. Dalam kondisi bingung dan cemas kita memberikan diri. Sebuah pemberian yang tidak dapat dibeli dengan uang ataupun kekayaan apapun. Kita memberikan waktu kita untuk bersama mereka. Kita bercerita tentang masa lalu kita, tentang perjuangan kita, pengorbanan kita untuk mencapai sesuatu. Kita bercerita saat – saat dimana kita begitu emosi terhadap seseorang, tentang kecewa, benci dan senang. Kita bercerita tentang bagaimana kita bangkit dari kegagalan. Sebagai orangtua yang baik, kita bekerja untuk memberikan dunia kepada anak, tetapi sebagai orangtua yang hebat, kita membuka lembaran buku kehidupan kita untuk ditunjukan kepada anak. Anak yang mengenal siapa dirinya melalui lembaran kehidupan orangtuanya, merupakan hal penting dalam pembentukan kepribadian anak. Itulah satu-satunya cara untuk mendidik emosi dan menciptakan ikatan yang dalam dan kokoh. Dengan demikian anak akan selalu mengenang orangtuanya.
Salah satu penyebab individualisme pada diri anak remaja adalah karena orangtua tidak bisa menceritakan kisah hidup mereka kepada anak. Sekalipun kita adalah orangtua yang kerja keras, gunakan sedikit waktu yang dimiliki untuk menikmati saat indah bersama anak. Bermain sambil berguling-guling dan berkejar-kejaran. Bercerita. bercanda dan tawa ria bersama. Mereka memerlukan anda apa adanya, sekalipun kita seorang dokter, pengacara, eksekutif atau apapun itu. Sekali waktu ajaklah anak dan berdua makan siang bersama. Tanyakan keadaannya dan katakan bahwa betapa penting dirinya bagi kita. Bicarakan tentang pekerjaan dan tantangan anda, biarkan dia terlibat dalam kehidupan kita. Terapkanlah kebiasaan yang selalu membuka hati anda kepada anak, dan biarkanlah mereka merekam citra yang indah dan positif dari pribadi kita. Mereka akan selalu mencintai anda, selalu dekat dan bertanya ataupun bercerita dengan kita.
Banyak anak mengakui orangtuanya dengan nilai tinggi tetapi tidak cukup besar untuk dikagumi dan dihormati dan dijadikan teladan hidup. Setiap saat anak merekam kita, kata-kata kita, nasihat, harapan kita dan tingkalaku kita, negatif maupun positif. Sikap agresif, ceroboh dan sikap penolakan kita menciptakan volume tekanan emosi tinggi dalam diri anak bahkan cenderung melukai mereka. Dengan berjalannya waktu akan terjadi jurang emosi antara orangtua dan anak. Perlahan kasih sayang dirasa semakin sedikit dan semakin sering terjadi banyak gesekan dan kecaman.
Rekaman memori yang berhubungan dengan citra negatif, suasana kekecewaan dan kebencian tidak bisa dihapus, bahkan cenderung menjadi musuh yang selalu menemani kita. Kita hanya bisa mengedit ulang rekaman memori tersebut. Sebagai orangtua yang hebat, kita mendidik kembali emosi anak dengan masuk kedalam dunianya. Kita berikan diri kita. Lalu perlahan kita mengajak untuk mengusir musuh kekecewaan dan kebencian. Kita mengajak anak untuk tulus memaafkan. (Oleh: Domi Toron / Foto: Arbamedia.com)