Masalah Zonasi dan Kuota Pendaftaran di Sekolah Negeri

EDU Talk
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com – Harian KOMPAS pada tanggal 9 Juli 2018 menurunkan tulisan yang menarik di halaman 9, tentang sistem zonasi dalam pendafaran murid baru, dengan judul “Pendaftaran Siswa Baru Sarat Manipulasi”. Manipulasi tersebut terkait peraturan Menteri Pendidikan nomor 14 tahun 2018 tentang penerimaan murid baru. Setiap sekolah negeri diwajibkan menerapkan sistem zonasi. Penerimaan siswa baru dengan sistem zonasi dilakukan untuk menghilangkan dikotomi antara sekolah negeri favorit dengan sekolah negeri non-favorit. Di samping itu, kebijakan ini juga diberlakukan untuk meratakan persebaran siswa pada sekolah-sekolah negeri.

Butir lain dari kebijakan tersebut adalah, sekolah negeri wajib menerima minimal 20% murid miskin dari total murid baru, agar murid miskin dapat mengakses pendidikan bermutu. Manipulasi terkait butir ini. Banyak orang tua murid yang secara ekonomi kaya, memanipulasi datanya agar memperoleh surat keterangan tidak mampu dari kelurahan setempat untuk memanfaatkan peluang 20% yang disediakan untuk masyarakat miskin tersebut, agar bisa masuk ke sekolah negeri yang dituju.

Karena manipulasi tersebut, di Jawa Tengah, 500 murid yang sudah diterima di sejumlah SMA Negeri, didiskualifikasi karena menyalahgunakan surat keterangan tidak mampu tersebut.

Masalah Pemerataan Mutu

Tampaknya kasus seperti Jawa Tengah juga terjadi di hampir semua wilayah di Indonesia, seperti yang kita pantau di media. Menurut saya, kementrian pendidikan perlu mendalami masalahnya, termasuk mendalami model penanganan daerah-daerah. Saya kuatir akar masalahnya tidk terletak pada keinginan membayar murah oleh orang tua murid kaya tersebut.
Bisa jadi masalahnya terletak pada belum meratanya mutu sekolah-sekolah negeri sebagai akibat dari kebijakan kementrian pendidikan pada jaman-jaman sebelumnya, di mana pemerintah menempatkan guru-guru terbaik di hampir semua SMA Negeri I dan menyediakan fasilitas penunjang terbaik sehingga di hampir semua kabupaten, SMA Negeri I selalu menjadi sekolah negeri favorit. Meskipun, belakangan muncul pula sekolah negeri yang lain, yang mutunya baik.

Kebijakan ini tidak hanya menyebabkan tidak meratanya mutu pendidikan sekolah-sekolah negeri. Namun juga terlanjur membentuk persepsi masyarakat bahwa ada sekolah negeri yang bermutu dan ada yang tidak bermutu. Dalam kenyataannya memang terbukti demikian.

Dari sini saya berpendapat bahwa kasus manipulasi surat keterangan tidak mampu tersebut, bukan karena orang tua tidak mau bayar mahal, tetapi dilihat sebagai celah bagi orang kaya untuk tetap mengakses sekolah bermutu. Bagi mereka, apa gunanya menadi orang kaya jika tidak dapat menyekolahkan anaknya pada sekolah yang bermutu. Jadi masalahnya adalah karena mutu sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemerintah tersebut belum merata. Oleh karena itu, harusnya kebijakan zonasi didahului dengan upaya pemerataan mutu sekolah negeri terlebih dahulu. Jika ini tidak dilakukan, masalah tahun ini akan muncul kembali pada tahun yang akan datang, jika sistem zonasi masih diterapkan.

Masalah Kuota Penerimaan di Sekolah Negeri

Tentang kuota penerimaan sekolah negeri juga menjadi masalah yang pelik, namun luput dari perhatian media, terutama dalam hubungan dengan sekolah swasta. Dalam praktek penerimaan murid baru, pemerintah selalu menetapkan kuota bagi sekolah negeri. Di lapangan, banyak sekolah negeri menerima murid baru melebihi kuota yang ditetapkan. Ini dapat terjadi karena kurang adanya pengawasan dari pemerintah setempat. Jika ada pengawasan pun, pemerintah setempat kurang tegas menindak sekolah yang melanggar, bisa jadi karena oknum aparat mempunyai kepentingan dalam kebijakan tersebut. Jika keadaan ini terus dibiarkan, banyak sekolah swasta akan ditutup.

Saat ini tantangan sekolah swasta sangat berat karena bersaing secara tidak seimbang dengan sekolah negeri. Oleh karena itu, sekolah swasta mengharapkan pemerintah sebagai regulator, adil bagi sekolah negeri dan sekolah swasta. Kebijakan pemerintah diharapkan tidak hanya pro pada sekolah negeri, tapi juga pada sekolah swasta.

Kunci penyelesaian dua masalah ini adalah bagaimana peningkatan dan pemerataan mutu, baik di sekolah negeri maupun di sekolah swasta. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan dan kerja pemerintah untuk mendorong pengembangan dan pemerataan mutu sekolah, karena sejatinya hidup sekolah tergantung pada mutunya. (Oleh: Sipri Peren / Foto: metro.tempo.co)

0 0 votes
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments