Sesungguhnya Emansipasi Apa yang Diperjuangkan oleh R.A. Kartini?

EDU Talk
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com-Perayaan Hari Kartini, dimulai pertama kali tanggal 21 April tahun 1965 setelah ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno melalui Surat Keputusan (SK) Presiden Nomor 108 tanggal 2 Mei 1964. Melalui SK tersebut, Presiden selain memutuskan tanggal 21 April sebagai Hari Kartini, juga menetapkan R.A. Kartini sebagai Pahlawan Nasional.

Keputusan tersebut diambil untuk menghargai R.A. Kartini sebagai tokoh perempuan yang sangat berpengaruh dalam sejarah perjuangan perempuan di Indonesia. Gagasannya tentang pendidikan perempuan ketika itu, sangat progresif dan berani terutama mengingat konteks sosial budaya pada masa itu. 

Pada masa itu, akhir abad 19 dan awal abad ke-20, pendidikan sangat tidak merata. Pendidikan hanya boleh dinikmati oleh orang-orang Belanda, anak laki-laki para bangsawan. Kartini beruntung karena sebagai keluarga bangsawan Jawa, ia masih boleh menempuh pendidikan dasar di Europeesche Lagere School (ELS). 

Pendidikan yang ditempuh Kartini tersebut menentang tradisi pada masa itu. Jika telah memasuki usia remaja, perempuan tidak diizinkan keluar dari rumah. Perempuan disiapkan menjadi ibu rumah tangga yang baik dan oleh karena itu tidak perlu memiliki pendidikan yang tinggi. 

Itu juga yang dialami oleh Kartini. Pendidikannya hanya berhenti di pendidikan dasar setelah ia harus menikah dengan Raden Joyodiningrat, seorang bupati Rembang. Di masa itu, Kartini terus berusaha agar perempuan memperoleh haknya mengenyam pendidikan seperti laki-laki hingga ia wafat di usia 25 tahun.  

Dengan berbekal pendidikan ELS, Kartini percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk meningkatkan status perempuan di masyarakat. Ia berpendapat bahwa perempuan harus memiliki akses yang sama dengan laki-laki dalam hal pendidikan, sehingga perempuan dapat lebih mandiri dan dapat berpartisipasi dalam masyarakat. 

Baca juga : Personal Brand; Antara Reputasi dan Integritas Pribadi

Dalam korespondensi dengan koleganya di negeri Belanda Kartini menekankan pentingnya pendidikan perempuan dalam meningkatkan kesadaran dan kemampuan perempuan untuk memperjuangkan haknya. Kartini percaya, pendidikan perempuan membuat perempuan menjadi lebih berdaya dan mampu ikut mendorong perubahan dalam masyarakat. 

Melalui korespondensi tersebut Ia mempertanyakan tradisi yang mengungkung perempuan, tiadanya kesempatan mengenyam pendidikan seperti yang dialami oleh kaum laki-laki. Ia mempertanyakan kenapa perempuan dibuat tidak berdaya, dibiarkan bergantung pada kaum laki-laki? 

Kumpulan korespondensi tersebut kemudian diterbitkan oleh Mr. J.H. Abendanon menjadi buku berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang tahun 1911, yang berisi pemikirannya mengenai pendidikan,  kebebasan, dan hak perempuan. Kumpulan surat-surat ini menggugah hati banyak orang di Belanda, di kalangan pemerintahan dan tokoh intelektual. 

Gagasan pada buku tersebut kemudian menginspirasi banyak tokoh progresif di Belanda sehingga mereka mendirikan Vereeniging Kartini Fonds pada 27 Juni 1913 di Den Haag. Organisasi ini bertujuan mendukung pendidikan perempuan pribumi di Hindia Belanda dengan membangun sekolah seperti yang dicita-citakan oleh Kartini. 

Langkah konkret pertama yang dilakukan oleh  Kartini Fonds adalah mendirikan sekolah khusus untuk perempuan pribumi yang diberi nama Kartini School di Semarang pada 15 September 1913, dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan perempuan saat itu. 

Langkah ini berhasil mendorong lahirnya sekolah-sekolah serupa di berbagai daerah seperti Batavia, Madiun, Bogor, Malang, Cirebon dan Pekalongan. Sekolah-sekolah ini mengadopsi sistem pendidikan Hollandsch-Inlandsch School (HIS). Sekolah ini mengajarkan mata pelajaran dalam bahasa Belanda, tetapi untuk anak pribumi. 

Kurikulum sekolah-sekolah ini tidak hanya fokus pada pendidikan akademik, tetapi juga melatih keterampilan rumah tangga yang dianggap penting untuk membekali perempuan pada masa itu untuk hidup. Belakangan sekolah Kartini mendapat bantuan dari banyak pihak termasuk Ratu Emma, Ibu dari Ratu Wilhelmina. 

Baca juga : Ketika Romo Jadi Yesus dalam The Last SupperFice

Hingga tahun 1938 Kartini fonds membantu ribuan perempuan pribumi memperoleh pendidikan yang layak. Perempuan-perempuan tersebut kemudian menjadi guru, pekerja sosial, atau menjadi ibu rumah tangga tetapi berpendidikan lebih baik sehingga mereka memiliki bekal yang lebih memadai untuk menjadi orang tua. 

Itulah antara lain, warisan pemikiran R.A. Kartini yang kemudian menginspirasi banyak perempuan di Indonesia untuk memperjuangkan hak perempuan untuk menjadi setara dengan laki-laki. Bukan hanya terkait kesempatan mengenyam pendidikan, namun juga hak yang setara dengan laki-laki di bidang politik dan  ekonomi. 

Sehingga kini kesetaraan di bidang politik misalnya  bukan hanya merupakan gagasan, melainkan telah menjadi semakin nyata. Dalam pemilu 2024 ada 127 perempuan telah berhasil menjadi anggota DPR dari 580 atau 22,1 persen dari seluruh anggota DPR. Jumlah ini terus meningkat dari pemilihan umum ke pemilihan umum. 

Di jajaran eksekutif, dalam era pemilihan langsung Kepala Daerah, jumlah Kepala Daerah perempuan juga cenderung meningkat baik di level gubernur maupun di level bupati/walikota. Ini menunjukkan bahwa apa yang dipelopori oleh R.A. pada awal abad ke-20 kian berkembang, bahkan sudah sangat jauh dari bayangan Kartini sendiri. 

Pada mulanya Kartini memperjuangkan kesetaraan kesempatan mengenyam pendidikan antara laki-laki dan perempuan. Kini kesetaraan di bidang pendidikan bukan lagi jadi masalah. Tantangan berikutnya adalah bagaimana perempuan menjadi setara dengan laki-laki dalam upaya menjadi agen perubahan untuk memuliakan kehidupan umat manusia. 

Itulah sesungguhnya tujuan dari kesetaraan di bidang pendidikan yang diimpikan oleh R.A. Kartini. Selamat hari Kartini 21 April 2025. 

Foto: Sangat Anakalam

5 1 vote
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments