Depoedu.com-Orang tua adalah pendidik yang pertama dan utama, melalui larangan untuk melakukan hal yang buruk dan anjuran untuk melakukan hal-hal yang baik, bertolak dari nilai-nilai yang diyakini oleh orang tua.
Agar efektif membuat anak menghindari hal yang dilarang dan melakukan hal yang dianjurkan, orang tua membuat aturan yang harus dilakukan atau hal yang harus dihindari.
Orang tua tinggal mendampingi anak termasuk mengawasi anak untuk memastikan aturan itu dilaksanakan oleh anak dalam kehidupannya sehari-hari. Efektivitasnya bergantung pada cara orang tua mengkomunikasikan aturan tersebut.
Itulah sesungguhnya cara orang tua melangsungkan pendidikan anak. Kualitas pendidikan orang tua tersebut sangat bergantung pada kedewasaan dan kematangan orang tua tersebut.
Di sinilah sesungguhnya terletak salah satu problem pendidikan anak. Namun anak tidak selalu dibentuk melalui cara mendidik yang orang tua terapkan.
Anak juga dapat belajar dari perilaku orang tuanya, lingkungannya, yang ia saksikan setiap hari. Proses belajar dari lingkungan tersebut juga ikut membentuk perilaku dan kepribadian anak.
Bahkan proses belajar dari tindakan orang tua dan lingkungannya tersebut jauh lebih efektif membentuk perilaku dan kepribadian anak.
Orang tua yang dewasa dan matang lebih efektif mendidik anak karena komunikasinya yang efektif, membuat anak patuh karena memahami dampak baik sebuah larangan atau perintah bagi pertumbuhannya.
Proses ini akan berlangsung lebih lama, perlu pengulangan, tetapi berdampak lebih efektif pada anak. Oleh karena itu membutuhkan kesabaran dan konsistensi dari pihak orang tua.
Sedangkan orang tua yang tidak dewasa dan tidak matang, menerapkan pola komunikasi dengan emosi yang tidak terkendali, sering berteriak, mengancam, sering menggunakan pilihan kata kasar dan merendahkan anak.
Pola komunikasi ini lebih berdampak toksik, yang menyebabkan rasa takut pada anak, menyebabkan anak berkecil hati, merasa bersalah, pada hal ini adalah upaya orang tua mendidk anak. Ini bukan gambaran pertumbuhan kepribadian anak.
Baca juga : Empat Manfaat Minum Kopi Bagi Kesehatan Tubuh
Artikel ini mencoba menguraikan lebih detail tindakan, atau sikap orang tua yang berdampak toksik dalam pendidikan anak tersebut:
Berteriak pada Anak
Berteriak pada anak merupakan gaya mendidik anak yang diterapkan oleh banyak orang tua dalam mendidik anaknya. Biasanya anak kaget dan merasa diperlakukan dengan tidak semestinya sebagai anak.
Anak biasanya merasa orang tunya berlebihan merespon apa yang dilakukan oleh anak. Mungkin anak kelihatan mematuhi apa yang dikehendaki orang tua tetapi bukan respon yang sesungguhnya.
Bahkan gaya mengasuh dengan teriakan ternyata berdampak mengubah cara otak berkembang seperti dilansir pada laman Healthline. Itu karena manusia lebih cepat memproses informasi dan peristiwa negatif daripada peristiwa yang baik.
Sebuah studi yang membandingkan otak orang yang memiliki riwayat pelecehan verbal seperti bentakan di masa kanak-kanak dengan anak-anak yang tidak mengalaminya, melalui pemindaian MRI menemukan perbedaan yang mencolok.
Pada otak anak dengan riwayat pelecehan verbal, selain lebih kecil, terdapat gangguan pada kemampuan memproses suara dan bahasa. Oleh karena itu, kelompok anak ini akan lebih lamban merespon suara dan bahasa daripada anak yang tidak memiliki riwayat pelecehan verbal.
Mengancam anak
Untuk mendapatkan kepatuhan anak, banyak orang tua juga mengancam anaknya. Dr. Alan Sroufe, Professor Psikologi dari University of Minnesota mengatakan bahwa mengancam anak dapat mengganggu rasa aman anak terhadap orang terdekatnya.
Padahal rasa aman ini merupakan pondasi yang penting dalam pertumbuhan anak. Jika anak merasa tidak aman dengan orang tuanya sendiri, ke mana ia akan berlindung ketika ia mengalami goncangan dalam pertumbuhannya.
Dr. Sroufe bahkan mengatakan, ancaman seperti, “Bunda akan meninggalkan kamu jika…” Ancaman ini membuat anak merasa, orang tua tidak mau menjadi pelindung bagi anak. Ini selain sangat menakutkan anak, tapi juga merusak rasa aman anak.
Orang tua bertindak salah dan buruk
Banyak orang tua mengharapkan anaknya disiplin; tidak melanggar aturan, jujur, rajin, sabar, menghargai orang lain, bertanggung jawab, namun ia tidak melakukan hal-hal tersebut dalam hidup hariannya.
Padahal perilaku orang tua dan orang-orang di sekitar anak akan diserap oleh anak, dan lebih efektif membentuk anak. Oleh karena itu, ahli perkembangan anak Dr. David Elkin mengatakan, jika orang tua bertindak buruk, jangan harap anak baik.
Baca juga : Pesan Penting Sam Altman, Penemu ChatGPT, Kepada Guru Indonesia
“Mencontohkan apa yang kita ingin dilakukan anak adalah hal yang terbaik yang bisa kita upayakan dalam membentu sikap anak. Bahkan tindakan orang tua jauh lebih penting daripada tindakan anak sendiri,” kata profesor emeritus ini.
Merespon kesalahan anak secara berlebihan
Untuk memperbesar ruang belajar anak untuk tumbuh, harusnya anak diberi pemakluman jika ia melakukan kesalahan dalam proses belajarnya. Kesalahan harusnya menjadi peluang untuk belajar menjadi lebih baik lagi.
Agar ada ruang belajar tersebut, ketika anak melakukan kesalahan, fokusnya pada perilakunya, bukan pada pribadi anak. Oleh karena itu hindari sikap apriori pada anak di mana anak dinilai dan dikaitkan dengan perilaku sebelumnya.
Sikap apriori inilah yang menyebabkan orang tua sering merespon kesalahan anak secara berlebihan, sehingga tidak fokus pada tindakan anak. Ini membuat anak tidak belajar dari kesalahannya, sehingga tidak mengalami pertumbuhan.
Tidak berempati pada emosi anak
Menjadi pendidik anak yang baik bukan hanya soal mengawasi anak, menasihati anak tetapi juga bagaimana merespon apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh anak dengan tepat, sehingga anak merasa terhubung dengan orang tuanya.
Dalam rangka itu, seringkali orang tua berhasil merespon apa yang dipikirkan anak, tetapi gagal merespon apa yang dirasakan oleh anak. Ini adalah situasi di mana orang tua tidak berempati pada anak.
Dalam banyak konflik yang dialami oleh anak, mengenali dan berempati terhadap perasaan anak seringkali menjadi kunci membantu anak keluar dari masalah yang sedang anak hadapi.
Selain itu, anak yang emosinya dikenali dan diterima, lebih mampu mengelola emosinya. Kemampuan mengelola emosi seringkali menjadi salah satu kunci penting untuk bertumbuh dalam hubungan sosial dengan orang lain di sekitar kita.
Inilah lima hal penting yang harus dihindari orang tua dalam mendidik anak. Dan kemampuan menghindari kelima-limanya, hanya dapat dilakukan oleh mereka yang memiliki keterampilan komunikasi asertif.
Maka, siapapun yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik ia akan menjadi pendidik yang baik. Karena pada hakikatnya, mendidik adalah peristiwa komunikasi.
Foto: detik.com
[…] Baca juga : Lima Hal Yang Harus Dihindari Orang Tua Agar Berhasil Dalam Mendidik Anak […]
[…] Baca Juga: Lima Hal Yang Harus Dihindari Orang Tua Agar Berhasil Dalam Mendidik Anak […]