Depoedu.com-Ketika Kurikulum Merdeka untuk SMA di-launching untuk pertama kali pada 11 Februari 2022, banyak pertanyaan muncul justru terkait bagaimana seleksi masuk perguruan tinggi.
Pertanyaan ini muncul karena pada Kurikulum Merdeka, murid SMA bebas memilih mata pelajaran yang dipelajari di SMA, sesuai dengan minat dan bakat murid.
Padahal, pada tes masuk perguruan tinggi, para murid masih memilih program studi berdasarkan jurusan mereka di SMA. Bagaimana linieritas dapat terjadi, sedangkan jurusan sudah tidak ada di SMA?
Problem ini kemudian dijawab oleh Kemendikbudristek melalui Program Merdeka Belajar episode ke-22, yang baru di-launching pada tanggal 7/9/2022, terutama terkait transformasi seleksi masuk perguruan tinggi negeri.
Salah satu transformasi penting yang didorong pada episode ke-22 ini adalah dihilangkannya tes kemampuan akademik, sehingga hanya berlaku tes potensi skolastik pada jalur tes. Selain itu, berlaku kebijakan lintas jurusan pada seleksi masuk perguruan tinggi negeri.
Jadi tidak berlaku lagi linieritas antara jurusan di SMA dengan program studi di perguruan tinggi, karena memang jurusan tidak lagi berlaku di SMA, dan pada tes masuk PTN memang telah diperbolehkan lintas jurusan.
Baca juga : Tokoh Taliban; Tidak Ada Pembatasan Pendidikan Bagi Kaum Perempuan Dalam Islam
Namun demikian, kekuatiran baru muncul karena efektivitas proses belajar di perguruan tinggi mengandaikan mahasiswa cukup memiliki pengetahuan untuk mengikuti kuliah di program studi tersebut.
Atau, agar efektif belajar pada sebuah program studi, mahasiswa perlu memiliki bekal pengetahuan tertentu, sehingga lancar dalam studi di perguruan tinggi tersebut. Menurut hemat saya, problem ini pun harus dicari jalan keluarnya, minimal oleh Kepala Sekolah.
Rumusan problemnya adalah, kebijakan seperti apa yang harus didesain oleh Kepala Sekolah sehingga meskipun murid tidak dijuruskan, namun mereka memiliki dasar pengetahuan yang linier dengan program studi pilihan mereka di perguruan tinggi?
Peran Unit Kerja Bimbingan dan Konseling
Menurut Kurikulum Merdeka, murid SMA tidak dijuruskan, melainkan bebas memilih mata pelajaran berdasarkan minat dan bakat murid.
Ini menunjukkan bahwa pengenalan minat dan bakat menjadi proses yang sangat penting dan menetukan, bahkan sebelum seorang murid lulus dari jenjang SMP, minimal di awal kelas IX.
Pada awalnya, pengenalan minat dan bakat bermanfaat dalam menentukan pilihan mata pelajaran yang sesuai. Namun karena pilihan mata pelajaran harus kompatibel dengan kebutuhan studi di perguruan tinggi, maka perlu segera diselenggarakan program semacam pekan karier.
Program ini harus dilakukan bahkan di awal kelas X, oleh Kepala Sekolah dan Guru Bimbingan Konseling. Dalam program ini, para murid dipandu untuk melakukan eksplorasi, untuk menyusun career timeline.
Baca juga : Mengapa Nadiem Makarim Belum Mendapat Tepuk Tangan Dari Masyarakat Indonesia?
Dalam career timeline ini, para murid dipandu untuk menentukan dan merencanakan kariernya, dan timeline pencapaiannya.
Di dalam career timeline tersebut, selain menentukan karier masa depannya, para murid juga menentukan rencana studinya di perguruan tinggi, termasuk program studinya.
Misalnya seorang murid bercita-cita menjadi dokter, maka rencana studi di perguruan tingginya adalah Fakultas Kedokteran.
Oleh karena itu, agar kompatibel antara rencana studi di Fakultas Kedokteran dengan bidang studi yang dipelajari di SMA, maka ia harus memilih mempelajari Biologi dan Kimia sebagai bidang studi pokok yang ia pelajari di SMA, selain bidang studi dasar seperti Matematika dan Bahasa.
Dokumen career timeline ini kemudian digunakan lebih lanjut oleh orang tua dan Guru Bimbingan dan Konseling untuk memandu dan mendampingi murid yang bersangkutan selama belajar di SMA.
Dengan program yang sistematis seperti ini diharapkan minat murid di satu sisi berkembang dengan baik, tetapi di sisi lain, memiliki bekal pengetahuan yang memadai untuk studi pada program studi yang ia pilih di perguruan tinggi.
Namun program seperti ini hanya dapat berjalan di sekolah yang dilengkapi dengan unit kerja Bimbingan dan Konseling. Seharusnya unit kerja Bimbingan dan Konseling menjadi unit kerja yang sangat penting di sekolah, jika menghendaki Kurikulum Merdeka dapat diimplementasikan dengan baik.
Foto:SMA Dwiwarna
[…] Baca Juga: Peran Unit Kerja Bimbingan Dan Konseling Di Era Tanpa Penjurusan Di SMA […]
[…] Baca juga : Peran Unit Kerja Bimbingan Dan Konseling Di Era Tanpa Penjurusan Di SMA […]
[…] Baca juga : Peran Unit Kerja Bimbingan Dan Konseling Di Era Tanpa Penjurusan Di SMA […]
[…] Baca juga : Peran Unit Kerja Bimbingan Dan Konseling Di Era Tanpa Penjurusan Di SMA […]