Depoedu.com – Sudah menjadi tradisi, setiap tahun pada perayaan HUT Kemerdekaan RI diadakan berbagai lomba di lapangan umum atau di lapangan sekolah. Berbagai lomba yang diselenggarakan panitia melibatkan peran serta anak-anak, remaja, dewasa, bapak-bapak dan ibu-ibu.
Semua bergembira mengikuti maupun menyaksikan berbagai perlombaan, termasuk lomba panjat pinang. Lomba ini menarik perhatian masyarakat dari berbagai usia. Masyarakat sangat antusias, menyaksikan maupun ikut sebagai peserta panjat pinang.
Panjat pinang adalah perlombaan yang dilakukan dengan memanjat pohon pinang yang sudah dikuliti, diberi cairan pelicin, untuk memperebutkan barang-barang yang digantungkan di atasnya. Biasanya diadakan untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia (Wikipedia).
Biasanya panjat pinang dilaksanakan sebagai puncak acara lomba, setelah seluruh perlombaan selesai. Batang pohon pinang setinggi 7 bahkan ada yang mencapai 9 meter disiapkan warga di lapangan.
Panjat pinang telah lama populer di Tiongkok, pada Dinasti Ming yaitu tahun 1368 hingga 1644. Lama kelamaan berkembang dan masuk ke Indonesia pada jaman kolonial Belanda. Di Tiongkok di kenal dengan nama Qiang-gu, di Eropa panjat pinang dikenal dengan nama greasy pole.
Pada jaman kolonial, lomba panjat pinang dilaksanakan sebagai peringatan ulang tahun Ratu Belanda, Wilhelmina Helena Pauline Marie Van Orange Nassau yang dirayakan setiap tanggal 31 Agustus.
Penentuan peserta lomba yang menang, yaitu yang dapat meraih hadiah dan bendera yang tergantung di lingkaran dan di puncak tiang. Seluruh penonton bertepuk tangan, bersorak sorai melihat peserta yang mampu meraih bendera dan hadiah yang tergantung.
Baca Juga: Kurikulum Merdeka Dan Pendidikan Pemerdekaan
Pada jaman dahulu, tradisi panjat pinang oleh orang-orang Belanda disebut dengan De Klimmast, artinya panjang tiang. Setiap pesrta lomba akan bekerja sama memanjat tiang. Mereka harus mendapatkan hadiah atau nomor undian yang diletakkan di lingkaran tiang.
Satu persatu peserta akan naik ke bahu temannya secara bergantian untuk mencapai puncak tiang. Orang-orang yang menonton akan meneriakkan yel-yel, menyemangati peserta.
Lomba merayakan kemerdekaan tidak semua punya sisi positif. Lomba panjat pinang yang selama ini dianggap sebagai lomba yang mengasah kerja sama dan kekompakan memiliki dampak negatif bagi pesertanya.
Selain berbahaya karena tidak sedikit yang meninggal akibat terjatuh dari ketinggian. Ada juga yang cacat karena mengalami patah kaki atau cedera berat yang lain. Penyebab jatuh karena tiang yang dijadikan tumpuan dilumuri oli atau pelicin sehingga peserta yang tidak tahu tekniknya akan mudah jatuh.
Satu demi satu anggota akan naik pundak temannya yang berdiri di bawah. Badan teman yang diinjak merasakan sakit akibat bahu, kepala yang diinjak. Tidak ada asuransi maupun tenaga kesehatan yang siap sedia menolong jika ada peserta yang terjatuh.
Suatu pemandangan yang mengerikan dan sering terjadi, peserta yang sudah berada di posisi atas tiba-tiba terjatuh terkena teman di bawahnya dan menindih teman yang paling bawah. Teriakan kesakitan dari teman yang tertindih sering tidak dihiraukan. Penonton berteriak agar peserta melanjutkan memanjat pinang.
Lloyd Bradley dalam buku yang diberi judul The Rough Guide to Cult Sport menulis, “menonton rakyat jelata saling menginjak memperebutkan hadiah yang tak mampu mereka dapatkan menjadi hiburan bagi kolonial Belanda saat itu”.
Baca Juga: Ferdi Sambo Vs Bohong, Sebuah Tinjauan Psikologis
Orang-orang Belanda pada masa itu tertawa, terhibur menyaksikan rakyat pribumi berusaha mendapatkan hadiah. Dalam keadaan susah pangan, orang-orang berusaha memanjat pinang untuk mendapatkan gula, beras dan lainnya untuk dibawa pulang.
Permainan, perlombaan panjat pinang dapat menimbulkan efek psikologis seperti diejek jika tidak mau ikut lomba. Jika kalah akan ditertawakan bahkan tak jarang terjadi permusuhan akibat olok-olok maupun sindir menyindir.
Hadiah yang didapat tidak sebanding dengan perjuangan untuk mendapatkannya. Lomba panjat pinang dapat menjadi pemicu keributan dan kekecewaan karena tidak dapat meraih hadiah yang digantung. Keributan terjadi akibat olok-olok atau kata-kata yang tidak seharusnya diucapkan.
Suatu pemandangan yang disukai untuk ditonton pada jaman kolonial masih dilakukan di jaman sekarang. Orang-orang Belanda pada waktu itu tertawa melihat orang pribumi meraih hadiah yang digantung. Saat ini kita tertawa melihat teman, saudara memanjat batang pinang untuk merebut berbagai hadiah yang digantung.
Lomba panjat pinang tidak ada paksaan, suka rela siapa saja boleh ikut. Tetapi jika menolak saat diajak ikut lomba, biasanya langsung diejek, mungkin besok atau tahun depan tetap diejek sebagai orang yang lemah, tidak punya keberanian dan lainnya yang memojokkan seseorang.
Menurut saya adakan lomba yang mengandung dampak negatif paling kecil untuk memeriahkan hari kemerdekaan RI selain panjat pinang yang berdampak fisik maupun psikis bagi pesertanya.
Penyelenggara lomba dapat menyesuaikan potensi yang dimiliki masyarakat sekitar agar tetap bergembira memeriahkan perayaan ulang tahun kemerdekaan RI tanpa mengalami resiko kecelakaan maupun dampak negatif secara psikis.
Foto: travel-bisnis.com
[…] Baca juga : Panjat Pinang Dan Dampak Psikologisnya […]