Depoedu.com – Pada hari Rabu 11 Desember 2019 yang lalu, saya menghadiri seminar yang diadakan oleh Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, dengan topik Trend Industri dan Kebutuhan SDM di Bidang Pariwisata. Ada dua pembicara utama dalam seminar itu, yaitu Bapak Hengky Tambayong yang merupakan General Manager Harris Vertu Hotel Jakarta dan Bapak Ferry Aliadi yang merupakan Direktur i-Travel.
Berikut adalah inti yang saya tangkap dari seminar itu ditambah sedikit pemahaman saya terkait permasalahan generasi milenial yang saya dapat dari pengalaman dalam menjalankan tugas sebagai seorang pendidik.
Seminar diawali dengan presentasi oleh Bapak Hengky Tambayong, yang menyatakan bahwa kegiatan berwisata sudah menjadi kebutuhan banyak orang di jaman sekarang. Oleh karena itu, ada banyak investor yang membangun hotel.
Sedemikian banyaknya hotel yang dibangun, sehingga di beberapa tempat dianggap sudah terjadi oversupply. Tetapi hal itu tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena di industri jasa seperti perhotelan, kepuasan pelanggan yang akan menentukan apakah suatu hotel mampu bersaing atau tidak.
Kemampuan bersaing itu didasari dengan pemahaman bahwa bisnis hotel bukan bisnis yang hanya menjual tempat menginap, tapi juga harus bisa menjual pengalaman yang menyenangkan bagi pelanggannya.
Di era Revolusi Industri 4.0 ini, calon wisatawan bisa mendapat berbagai informasi terkait tempat tujuan wisata via internet. Tapi, pada dasarnya peran teknologi digital itu masih sebatas pada cara wisatawan mengakses informasi terkait tujuan wisatanya, serta memesan tiket pesawat dan hotel.
Selebihnya, saat mereka sudah sampai ke tempat tujuan dan membutuhkan berbagai pelayanan untuk kenyamanan mereka berwisata, di sinilah peran manusia masih belum tergantikan oleh mesin dan teknologi.
Contohnya, di saat wisatawan tiba di hotel, walaupun reservasi kamar hotel bisa dilakukan secara online, tapi untuk check in ke hotel, mereka akan tetap dilayani oleh receptionist yang bukan berupa mesin.
Demikian juga saat mereka bersantap di restoran, segala kebutuhan mereka akan dilayani oleh waiter yang bukan berupa mesin. Jadi, apakah pengalaman berwisata itu akan menjadi pengalaman yang menyenangkan atau tidak, tergantung pada jenis pelayanan oleh manusianya. Dengan kata lain, dengan segala kemajuan teknologi, kunci utama pariwisata adalah tetap SDM.
Masalahnya, justru SDM ini yang masih dirasakan sebagai suatu persoalan serius bagi banyak pelaku industri pariwisata di Indonesia. Dengan segala potensi keindahan alam dan keanekaragaman budayanya, sektor pariwisata Indonesia membutuhkan lulusan jaman now yang siap kerja. Bukan hanya secara teknis tapi terutama secara etos kerja.
Ironisnya, dengan sekian banyak lulusan sekolah pariwisata, ternyata mendapat tenaga kerja yang siap kerja itu tidaklah mudah. Idealnya, lulusan yang siap kerja adalah lulusan yang memiliki AKSC (Attitude, Knowledge, Skills, Creativity).
Berdasarkan pengalaman penulis, yang sering berinteraksi dengan murid yang merupakan produk jaman now, Attitude (sikap) merupakan hal yang pertama harus dibenahi.
Karena sikap yang baik adalah kunci untuk memperoleh Knowledge (ilmu), di mana knowledge itu akan menjadi dasar untuk melatih Skills (ketrampilan). Sedangkan Creativity (kreativitas) hanyalah masalah kemampuan menggunakan Knowledge dan Skills untuk mencari solusi dari permasalahan dalam menjalankan tugas.
Murid jaman now memang punya cirinya sendiri, yang tidak semuanya jelek, tapi juga tidak semuanya baik. Sebagai generasi yang sangat terpapar pada teknologi, di satu sisi murid jaman now mengembangkan kecerdasan dan kepiawaian dalam hal-hal terkait pemanfaatan teknologi.
Tetapi, di sisi lain, mereka juga mengembangkan attitude negatif seperti caper, baper, dan tidak punya daya juang. Hal itu terutama dikarenakan pengaruh dari media sosial.
Hampir semua remaja jaman now punya akun media sosial seperti contohnya Instagram. Banyaknya selebriti yang menegaskan eksistensi diri melalui postingan di Instagram, menjadi standard bagi generasi milenial yang kemudian cenderung menjadi caper karena itu dianggap sebagai bukti eksistensi diri.
Selain itu, media sosial juga memungkinkan kehidupan pribadi dipublikasikan di ranah publik. Sesuatu yang pribadi tapi disuguhkan pada publik, umumnya memancing banyak pihak untuk berkomentar. Di saat komentar yang didapat tidak sesuai dengan yang ingin didengar, maka terjadilah baper.
Baper juga bisa terjadi saat melihat kehidupan orang lain yang terlihat lebih hebat daripada kehidupan sendiri. Di usia mudanya, generasi milenial sering belum memahami bahwa apa yang ditampakkan di layar handphone belum tentu seindah realitanya.
Terkait daya juang, media sosial juga punya pengaruh yang besar karena umumnya media sosial hanya menyajikan berita tentang kesuksesan seseorang dengan menyorot kehidupannya setelah sukses, tapi tidak membahas mengenai perjuangan untuk menuju kesuksesan itu.
Generasi milenial yang banyak disuguhi berita-berita seperti itu menjadi generasi yang berfokus pada hasil, tanpa memikirkan prosesnya. Ditambah lagi dengan pola pendidikan sekolah dengan sistem KKM yang ujung-ujungnya berakhir dengan guru memberi nilai KKM walau sebenarnya secara de facto level kemampuan murid ada di bawah standard.
Lebih parah lagi, di jaman now seorang anak bisa mendapat piala penghargaan, bahkan di saat mereka hanya sekedar berpartisipasi dalam suatu kegiatan, tanpa meraih prestasi sama sekali.
Kombinasi hal-hal itulah yang menyebabkan generasi milenial bertumbuh menjadi generasi yang walaupun punya kecerdasan dan kepiawaian dalam pemanfaatan teknologi, tapi berpotensi untuk punya masalah dalam hal attitude, yang terlalu PD di satu sisi, tapi melempem dalam hal daya juang di sisi lain.
Attitude bagi SDM pariwisata adalah sikap dalam melaksanakan tugas yang dilandasi semangat pelayanan. Sikap dalam melaksanakan tugas inilah yang sering disebut dengan istilah soft skills.
Soft skills mencakup beberapa aspek antara lain kecerdasan emosional, ketrampilan sosial, kecakapan berkomunikasi, dan etos kerja yang baik (punya kepedulian, rasa tanggung jawab, daya juang, dsb). Faktanya, justru soft skills itulah yang masih menjadi permasalahan besar bagi lulusan sekolah pariwisata jaman now.
Berdasarkan pengalaman beberapa praktisi dalam bisnis perhotelan, SDM jaman now suka lari dari kenyataan. Di saat menemui permasalahan dalam pekerjaan, bukannya berusaha berjuang dan mencari solusi tapi malah memilih mundur hanya supaya terbebas dari keharusan menyelesaikan masalah itu. Ada juga lulusan SMK yang tidak mau bekerja sebagai staf, karena maunya langsung menjadi asisten manajer.
Pengaruh media sosial dalam membentuk attitude generasi milenial memang merupakan hal yang tak terhindarkan. Tetapi, pengaruh itu bisa diarahkan ke hal yang positif, jika ada pendampingan yang memadai dari pihak sekolah maupun orangtua.
Masalahnya, di jaman perkembangan teknologi yang serba cepat ini, banyak sekolah pariwisata menjadi salah fokus. Karena terlalu sibuk mengkhawatirkan persaingan offline dan online travelling di jaman now ini, mereka jadi kurang menyadari bahwa tantangan terbesar di jaman now ini justru bukan teknologi itu sendiri, tapi etos kerja SDM nya.
Banyak penyusunan kurikulum sekolah pariwisata yang umumnya lebih mengutamakan kecakapan teknis seperti cara memasak bagi calon chef, cara merapikan kamar bagi calon housekeeper, dan sebagainya, tetapi kurang memperhatikan kecakapan peserta didik dalam hal sikap terkait pelaksanaan segala kewajiban teknis itu.
Tetapi, permasalahan terkait mentalitas SDM ini tidak bisa hanya dibebankan pada sekolah. Terkadang sekolah sudah berusaha menggembleng mental peserta didiknya, yang bahkan sudah dilakukan sejak awal mereka belajar di sekolah itu, tapi usaha itu bisa terhambat oleh sikap orangtua jaman now yang terlalu protektif terhadap anak-anak mereka.
Banyak orangtua tidak rela apabila anaknya ditempatkan pada kondisi yang kurang nyaman. Padahal, justru ketidaknyamanan itulah yang memaksa seorang anak untuk mengembangkan karakter dan potensi dirinya.
Demikianlah antara lain isi dari seminar yang diselenggarakan di Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, yang saya rangkum dan padukan dengan sedikit pemahaman saya terkait permasalahan generasi milenial yang saya dapat dari pengalaman dalam menjalankan tugas sebagai seorang pendidik. (Foto: travel.dream.co.id)