Depoedu.com – Penerapan sistem zonasi dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), sejak tahun ajaran 2017/2018. Itu berarti PPDB tahun ajaran 2019/2020 merupakan tahun ketiga penerapan sistem zonasi ini. Sejak pertama kali dilaunching, sistem ini telah mengalami penyempurnaan sebagai bagian dari hasil evaluasi pelaksanaan PPDB. Sistem PPDB yang berlaku tahun ini merupakan penyempurnaan PPDB tahun ajaran 2018/2019.
Sebagai upaya untuk menyempurnakan sistem PPDB tahun ajaran 2018/2019, pemerintah mengeluarkan Permendikbud nomor 51 tahun 2018. Melalui Permen tersebut, Pemerintah menghapus penggunaan surat keterangan tidak mampu lantaran banyak disalah gunakan pada tahun sebelumnya. Surat keterangan tidak mampu, kemudian diganti dengan Kartu Indonesia Pintar yang tengah berlaku di level pendidikan sebelumnya. Hal lain yang diubah adalah sebelumnya dasar untuk menentukan domilisi pendaftaran untuk menjadi acuan penetapan zonasi adalah Alamat, Kartu Keluarga yang diterbitkan enam bulan sebelumnya. Pada Permen nomor 51 tahun 2018, penentuan zonasi ditetapkan berdasarkan Alamat, Kartu Keluarga yang diterbitkan minimal satu tahun sebelumnya
Dua hal baru yang lain adalah ditetapkan bahwa sekolah wajib memprioritaskan 90% pendaftar yang sekolah asalnya sama zonasinya dengan lokasi sekolah yang didaftiar. Hal ini dilakukan untuk mencegah munculnya surat domisili palsu atau dadakan. Di samping itu, sekolah juga diwajibkan mengumumkan jumlah daya tampungnya secara terbuka pada masyarakat sesuai dengan data yang tertera dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dan bagi sekolah yang kelebihan daya tampung, wajib melaporkan kelebihan tersebut kepada Dinas Pendidikan setempat untuk disalurkan sesuai dengan ketentuan.
Permendikbud ini di terbitkan lebih awal dan disosialisasikan lebih baik. Namun demikian muncul penolakan dari sejumlah wali murid seperti yang terpantau melalui media online dan cetak. Harian Kompas edisi Kamis, 20 Juni 2019, menurunkan laporan tentang aksi demo di Surabaya, menolak sistem zonasi dalam pelaksanaan PPDB oleh kelompok masyarakat yang tergabung dalam Komunitas Peduli Pendidikan Anak (Kompak).
Masalah dalam PPDB yang diprotes paling keras adalah terkait aturan jalur prestasi yang hanya di jatah 5% untuk murid berprestasi dari luar zonasi. Akar masalahnya memang terletak disini. Bahwa calon murid berprestasi tidak dapat memilih sekolah yang bermutu karena diakui atau tidak, mutu sekolah negeri kita belum merata. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo seperti dilansir pada laman Detik.com meminta agar ketentuan terkait jalur prestasi diperbesar yang tadinya 5% menjadi 15%.
Ini mungkin pengatasan masalah namun pengatasan masalah yang sangat jangka pendek, karena sesungguhnya mutu sekolah negeri kita memang tidak merata. Jika anak saya cerdas, maka saya akan mencari sekolah bermutu untuknya. Kalau pada tempat saya berdomisili tidak ada sekolah negeri yang bermutu, saya akan cari sekolah yang bermutu pada zona yang lain. Inilah akar masalahnya. Oleh karena itu, upaya pengatasan jangka panjang yang harus dilakukan adalah pembenahan sekolah negeri kita. Dorong program untuk peningkatan mutu sekolah negeri kita dengan meningkatkan kualitas pengajaran sekolah negeri kita.
Jika kualitas sekolah negeri kita tidak merata, pelaksanaan PPDB dengan sistem zonasi akan terus ditolak masyarakat. Menurut saya, mungkin dunia pendidikan butuh inpress pemerataan mutu sekolah negeri. (Foto: rri.co.id)