Depoedu.com – Setiap orang tua menghendaki buah hatinya lahir sehat, berada dalam kondisi prima untuk memulai petualangan baru di luar rahim Ibu. Akan tetapi kondisi tidak sempurna, yang kerapkali tak sungguh bisa terdeteksi sebelumnya, benar-benar bisa terjadi pada siapa saja. Lahir dengan keterbatasan penglihatan atau pendengaran misalnya, anak-anak seperti ini menghadirkan tantangan luar biasa bagi keluarga dalam mendampingi tumbuh kembang mereka. Andaipun kebutuhan pertama ini berhasil keluarga penuhi, akan tiba saatnya bantuan ekstra dibutuhkan. Paling tidak saat memasuki usia sekolah, anak-anak luar biasa ini pun akan membutuhkan sekolah yang luar biasa.
Secara khusus untuk anak-anak tuna rungu, terdapat sebuah sekolah luar biasa di wilayah Kembangan Jakarta Barat, tepatnya di Jalan Pesanggrahan nomor 125. Sekolah Luar Biasa B (SLB B) ini bernama Pangudi Luhur, menyelenggarakan pendidikan untuk jenjang play group (2 kelas), Taman kanak-kanak (6 kelas), SD (16 kelas), SMP (6 kelas) serta SMA (3 kelas).
Berdiri sejak tahun 1983, Sekolah Luar Biasa (SLB) B Pangudi Luhur yang dikelola oleh para bruder (biarawan Katolik) dari konggregasi FIC ini sepenuhnya mengabdikan diri bagi keluarga-keluarga dengan kehadiran anak tuna rungu di dalamnya. Visi sekolah ini adalah melahirkan peserta didik yang berkualitas, beriman, berwatak, berbudi pekerti luhur dan mampu berintegrasi dalam masyarakat. Oleh karena itu, penguasaan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi secara lisan maupun tertulis ditegaskan sebagai salah satu tujuannya. Dengan demikian, para siswa tuna rungu ini berpeluang masuk ke sekolah umum, bergabung dengan teman-temannya yang bisa mendengar, dan dengan demikian mampu berintegrasi dengan masyarakat.
Visi ini direalisasikan melalui kurikulum dengan pendekatan komunikasi oral-aural (bukan bahasa isyarat) dan Metode Maternal Reflektif (MMR/MPR) sebagai metode pemerolehan bahasa. Pendekatan di atas memungkinkan siswa mampu berbahasa dan berkomunikasi sebagai dasar untuk menguasai kompetensi yang lain. Sebagai perbandingan, terdapat pendekatan lain yang mengkombinasikan semua unsur mulai dari wicara, ekspresi muka, bahasa isyarat, bahasa tubuh, menunjuk, acting, mendemonstrasikan dan menggambar (picture drawing). Pendekatan terakhir dikenal dengan system total komunikasi, sebagaimana dijelaskan Maryam Rudianto dalam bukunya Beauty in Silence.
Mendukung penerapan kurikulum, SLB B Pangudi Luhur dilengkapi dengan ruang speech therapy, ruang Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI), ruang Audiologi dan ruang Audiologi Centrum, ruang deteksi intervensi dini dan sebagainya. Mendukung penguasaan kompetensi lain yang membekali siswa untuk berintegtasi dengan masyarakat, SLB B Pangudi Luhur juga menyediakan ruang-ruang praktikum untuk tata boga, tata busana, membatik, computer, dan elektro. Karena komitmennya pada pelayanan untuk anak tuna rungu, sejak tahun 2004, Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu Pangudi Luhur Jakarta ditunjuk oleh pemerintah sebagai “Sekolah Sumber” (Centered School) bagi sekolah-sekolah lain, dengan SK Kepala Dinas Pendidikan Dasar nomor : 727/2004.
Di tangan para pendidik yang kompeten dan penuh komitmen, para peserta didik di sekolah ini berkesempatan mengalami pendidikan sebagaimana dialami teman-temannya yang mendengar. Mereka berolahraga, menyelenggarakan upacara bendera, merayakan HUT RI dengan berbagai atraksi dan permainan, bahkan juga melakukan kegiatan kepramukaan dengan segala dinamikanya. Tidak hanya itu, sekolah ini pun mengenali dan mengembangkan potensi yang mereka miliki. Dalam dunia olah raga misalnya, para siswa SLB B Pangudi Luhur telah mengukir prestasi di cabang bulu tangkis, tenis meja, serta sejumlah cabang atletik, dalam berbagai kompetisi di tingkat kota Jakarta Barat bahkan Propinsi DKI Jakarta.
Sekolah Luar Biasa B Pangudi Luhur sungguh menjawab kebutuhan keluarga dalam keprihatinan akan kondisi anak yang istimewa, khususnya dalam hal kemampuan mendengar. Proses pendidikan yang berlangsung di sana menunjukkan pada kita bahwa seperti apapun kondisinya, setiap anak berharga. Dan lihat saja, mereka yang mengalami rasa berharga akan dirinya ini, akan sanggup berintegrasi, bahkan berkontribusi dalam masyarakat, sebagaimana dicita-citakan oleh lembaga ini. (Oleh: Josybahi)