Depoedu.com – Belum lama ini, seperi dilansir Harian KOMPAS, Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Indonesia Edy Rachmayadi, melaunching Kurikulum Pembinaan Sepak Bola usia dini, yang berisi panduan teknis dan filosofis Sepak Bola Indonesia, yang tertuang dalam bentuk buku setebal 165 halaman. Acara launching tersebut dihadiri oleh pengurus PSSI dan puluhan pelatih Sekolah Sepak Bola se-Jabodetabek, dan para peserta Liga KOMPAS – Gramedia, Panasonic U14, tahun 2017. Kurikulum ini bertujuan untuk menyatukan standar, teknik, dan filosofi bermain sepak bola yang selam ini beragam.
Kehadiran kurikulum ini merupakan fondasi menuju mimpi tampil di Piala Dunia tahun 2026, tahun di mana Indonesia merayakan satu abad merdeka. Perumusan kurikulum adalah upaya yang penting, namun merupakan bagian kecil dari upaya peningkatan mutu sepak bola Indonesia. Banyak pekerjaan besar yang harus dikerjakan untuk pengembangan masa depan sepak bola Indonesia.
Implementasi Kurikulum
Implementasi merupakan pekerjaan berikut yang sangat penting karena menentukan tujuan kurikulum tersebut tercapai. Proses implementasi tentu saja didahului dengan sosialisasi pada para stake holder sepak bola Indonesia agar mereka memahami kurikulum tersebut. Ini diperlukan karena di tangan merekalah implementasi terjadi.
Hal penting berikutnya yang perlu dilakukan oleh PSSI adalah sertifikasi pelatih dengan salah satu materi penting yang dikuasai adalah kurikukum sepak bola usia dini. Sertifikasi ini tidak hanya diikuti oleh pelatih sekolah sepak bola tetapi juga pelatih klub-klub divisi dan liga yang beroperasi di Indonesia. Jika ingin sertifikasi ini berhasil maka PSSI diharapkan menghindari pendekatan-pendekatan proyek, sebagaimana terjadi selama ini. Semua tahapan dalam sertifikasi harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Tindakan “seolah-olah” yang sering dipraktekkan pada pendekatan proyek pada masa-masa yang lalu, perlu dihindari. Misalnya seolah-olah pre-test, seolah-olah pelatihan, seolah-olah ujian sertifikasi, harus benar-benar dihindari. Semua proses sertifikasi ini hanya efektif jika pelatih yang direkrut untuk mengikuti sertifikasi adalah pelatih-pelatih yang memiliki portofolio entah sebagai pelatih atau pemain.
Dalam rangka implementasi kurikulum, hal lain yang perlu dilakukan oleh PSSI adalah menetapkan dan memberlakukan standardisasi minimum pengelolaan SSB. Setelah rentang waktu tertentu implementasi proses lanjutan yang harus dikerjakan oleh PSSI adalah menetapkan prosedur akreditasi, membentuk tim assessor dan melaksanakan akreditasi. Hasil akreditasi digunakan untuk menentukan eksistensi club, misalnya jenjang kompetisi yang bisa diikuti dan hak club sebagai organ resmi PSSI. Jenjang kompetisi berkaitan dengan posisi club pada kompetisi resmi, baik pada liga atau divisi resmi. Hak club berkaitan dengan subsidi yang diterima dari PSSI berdasarkan jenjang akreditsi yang dimiliki, jika ada subsidi yang dimaksud.
Hal lain lagi yang perlu dilakukan PSSI dalam rangka implementasi kurikulum adalah melengkapi organ PSSI dengan infrastruktur pembinaan dan pengembangan mutu sepak bola hingga ke level daerah tingkat dua. Infrastruktur yang dimaksud adalah pengawas implementasi kurikulum dan pengembangan mutu club. Pengawas bertugas untuk mengawasi dan memastikan pengembangan mutu pemain pada club-club di bawah binaan PSSI sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam kurikulum. Untuk kondisi negara sebesar Indonesia, ini bukan usaha yang mudah, namun bukan hal yang mustahil. PSSI tinggal menandatangani MOU dengan kementrian pendidikan, dan kementrian pemuda dan olah raga yang memiliki aparat hingga ke daerah tingkat dua.
Hal terakhir yang dilakukan adalah menyelenggarakan kompetisi berjenjang pada setiap level usia, dilanjutkan dengan seleksi pemain untuk pembentukan tim daerah tingkat dua. Tim yang dibentuk di level daerah tingkat dua tersebut dilatih untuk mengikuti kompetisi di tingkat propinsi, mewakili daerah tingkat dua. Tim hasil seleksi ini digabung dengan tim inti yang keluar sebagai juara satu pada kompetisi di tingkat propinsi, untuk membentuk tim yang akan berlaga di kompetisi di tingkat nasional, mewakili propinsi. Melalui kompetisi tingkat nasional, dilakukan seleksi untuk memilih pemain nasional. Proses seleksi tersebut harus dilakukan oleh sebuah panel yang terdiri dari pengurus PSSI, kementrian pemuda dan olah raga untuk semua level usia.
Kompetisi berjenjang seperti inipun diperlukan untuk mengevaluasi keberhasilan implementasi kurikulum di level SSB atau level club dan merumuskan kebutuhan pembinaan klub. Di samping itu, kompetisi yang baik menjadi wadah untuk pembentukan pemain yang efektif dan seleksi dalam rangka pembentukan tim daerah maupun nasional.
Mutu Manusia dan Mutu Sepak Bola
Mutu pemain sepak bola ditentukan oleh beberapa faktor yakni penguasaan teknik permainan, kebugaran fisik pemain, postur pemain, taktik permainan tim, kerja sama tim, karakter pemain, dan kematangan mental individu. Mutu individu menentukan mutu tim. Faktor seperti penguasaan teknik bermain dapat dilatih, semakin sering dilatih, apalagi dilatih dengan benar oleh pelatih yang bermutu, pemain akan lebih cepat menguasai teknik bermain. Karakter dan kematangan mental pemain juga merupakan unsure yang dimiliki melalui pelatihan dan jam terbang pemain.
Faktor penting lainnya yang sangat menentukan mutu sepak bola seperti postur pemain dan kebugaran fisik pemain juga dapat dibentuk melalui latihan fisik, tetapi keberhasilannya sangat ditentukan oleh kondisi awalnya. Dan kondisi awal ini ditentukan oleh gen yang diwariskan dan asupan gizi masa prenatal, masa balita, dan seterusnya.
Faktor terakhir tetapi sangat penting adalah faktor taktik dan strategi. Taktik dasar bisa dilatihkan, namun taktik permainan tumbuh di lapangan, setelah berhadapan dengan taktik lawan. Perkembangan taktik dan strategi sangat ditentukan oleh kecerdasan pemain membaca taktik dan srategi permainan lawan. Seperti postur, kecerdasan pemain dibentuk sejak masa prenatal dengan asupan gizi yang baik pada masa tersebut. Upaya pengembangan mutu pemain sepakbola tidak akan efektif jika kita tidak merekrut pemain yang cerdas.
Hal ini berarti upaya pengembangan mutu permainan sepak bola harus dimulai dari pengembangan mutu manusianya. Dan pengembangan mutu manusia harus pertama-tama berkaitan dengan upaya memastikan janin yang dikandung oleh semua ibu hamil di negeri ini adalah janin yang cerdas dan sehat. Instrumennya adalah subsidi. Negara memberi subsidi pada semua ibu hamil agar mereka dapat memperoleh asupan gizi yang dibutuhkan oleh janin untuk tumbuh cerdas dan sehat. Jika ini belum dilakukan, upaya pengembangan lebih lanjut dalam berbagai bidang tidak akan efektif membuahkan hasil, juga dalam hal pengembangan mutu sepak bola.
Maka implementasi kurikulum tidak dengan sendirinya meningkatkan mutu sepak bola kita,jika berjalan sebagai agenda tunggal. Implementasi kurikulum harus didorong bersama dengan pengembangan mutu manusia Indonesia. (Oleh: Sipri Peren / Foto: www.topskor.id)