Depoedu.com – Hingga saat ini tidak banyak inovasi besar yang hadir dari Indonesia. Indikatornya bisa dilihat dari data yang dirilis oleh WIPO periode 2005 – 2010. Pada periode itu, permohonan paten dari Indonesia dari segi jumlah jauh tertinggal dibandingkan negara lain di kawasan ASEAN. Tahun 2010 misalnya paten yang diajukan oleh Indonesia berjumlah 16 paten. Sedangkan Singapura berjumlah 662 paten dan Malaysia 354 paten. Negara lain di ASEAN seperti Thailand mengajukan 75 paten.
Rendahnya permohonan paten dari Indonesia mengindikasikan budaya inovasi dan riset yang berorientasi komersial masih sangat kurang. Sementara untuk dapat bertahan dalam persaingan global, Indonesia perlu mendorong iklim inovasi dan riset dibidang sains dan teknologi agar tumbuh lebih baik. Dalam rangka itu, apa yang perlu dilakukan?
Pertama, Iklim belajar di sekolah–sekolah kita perlu diperbaiki. Saat ini proses belajar yang terjadi di sekolah–sekolah kita masih berada pada domain pengetahuan tingkat rendah, murid dan guru baru sampai pada tahap bagaimana supaya murid mengingat dan mengerti informasi. Proses belajar belum menyentuh domain pengetahuan yang lebih tinggi seperti bagaimana agar murid menerapkan apa yang dipelajari, murid melakukan analisis, melakukan evaluasi, dan mencipta. Proses yang mandek pada domain tingkat rendah ini sebetulnya bertentangan dengan banyak asas psikologi belajar. Akibatnya belajar menjadi tidak menyenangkan. Salah satu indikatornya adalah murid–murid kita tidak suka membaca. Indikator ini bisa dilacak dari hasil survey tentang tingkat literasi negara di dunia yang di lakukan oleh Central Conneticut State University terhadap 61 negara. Hasil survey itu melaporkan bahwa dari 61 negara yang disurvey, Indonesia berada pada urutan 60.
Sementara hasil survey lain yang dilakukan oleh UNESCO pada tahun 2012 menyebutkan rata – rata orang Indonesia hanya membaca 3 buku pertahun, sedangkan di negara maju orang membaca 20 – 30 buku pertahun. Dari survey yang sama, diperoleh informasi bahwa di setiap 1000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang memiliki minat untuk membaca. Padahal belajar dengan domain tingkat tinggi akan sulit didorong apabila para murid tidak memiliki minat untuk membaca. Inovasi dan riset pun pasti tidak dapat didorong jika kondisi minat belajar masih seperti ini. Kondisi rendahnya minat baca ini, bukan cuma terjadi di level murid. Di level guru pun sama. Dua keadaaan ini harus menjadi perhatian serius pemerintah jika ingin mendorong iklim riset dan inovasi di Indonesia.
Kedua, pembelajaran dengan domain tingkat tinggi juga tidak segera bisa terjadi di perguruan tinggi karena banyak mahasiswa tidak siap. Hal ini disebabkan oleh praktek belajar di level sebelumnya, seperti disebutkan di atas. Maka perguruan tinggi butuh waktu untuk mendorong proses belajar tingkat tinggi. Untuk banyak mahasiswa pengalaman belajar tingkat tinggi, baru sungguh dialami ketika menulis skripsi. Dengan demikian pengalaman melakukan riset sangat terbatas pula. Sehingga setelah lulus, lulusan perguruan tinggi tidak segera bisa terjun melakukan riset dan inovasi lanjutan. Apalagi bukan rahasia bahwa banyak skripsi mahasiswa Cuma untuk memenuhi syarat kelulusan. Masih ada persoalan lain, di level dosen perguruan tinggi, memang telah memiliki tradisi meneliti, tetapi penelitiannya lebih berorientasi untuk mengejar kredit point, guna kenaikan pangkat dan golongan. Penelitian mereka tidak berorientasi komersial. Maka secara keseluruhan, iklim di perguruan tinggi pun, bukan iklim riset dan inovasi.
Ketiga, pemerintah Indonesia belum fokus pada inovasi dan riset. Anggaran belanja masih digunakan untuk pembangunan fisik, belanja pegawai atau rapat dan kunjungan pejabat. Di pihak lain, politisi kita masih ribut dengan mobil baru, minta gaji naik. Minta agar gedung mereka yang masih bagus direnovasi. Minta agar gedung mereka perlu dilengkapi dengan kolam renang atau fasilitas untuk spa. Belum lagi fitnah, hoax, yang disebarkan oleh kelompok-kelompok kepentingan yang sangat menyita perhatian pemerintah. Ini semua masih membuat pemerintah belum fokus ke riset dan inovasi. Padahal sudah mendesak, karena sumber daya alam Indonesia sudah mulai habis dan agar sebagai bangsa kita tidak terus bergantung pada inovasi bangsa lain, sebagai konsumen.
Maka yang paling mendesak dilakukan adalah mendorong praktek belajar tingkat tinggi di sekolah–sekolah kita untuk meletakkan dasar bagi pembentukan iklim riset dan inovasi, juga mendorong perbaikan iklim riset di perguruan tinggi maupun di lembaga–lembaga penelitian. Di samping itu pemerintah perlu menghargai lebih baik guru, dosen, dan para peneliti, seperti di Malaysia dan Singapore. Karena di tangan mereka Indonesia bisa lebih cepat masuki tata ekonomi dunia baru sebagai bangsa yang mandiri bukan semata – mata sebagai konsumen.
Foto: informasi-pendidikan.com
[…] Baca Juga : Mendorong Proses Belajar Tingkat Tinggi Untuk Menumbuhkan Iklim Inovasi […]