Depoedu.com-Hampir di setiap mengisi webinar atau workshop saya selalu menanyakan kepada peserta yang kebanyakan adalah guru, “Apa tujuan belajar Matematika?”. Lalu momen hening pun tercipta. Hahaha. Aneh tapi nyata.
Faktanya tidak banyak guru Matematika yang tahu apa tujuan mereka mengajar Matematika. Pada akhirnya tujuannya adalah menghabiskan isi buku. Kalau bukunya bagus sih gpp. Kalau bukunya seperti kebanyakan buku di Indonesia yang cuman berisi soal, ya pasti tersesat.
Masalahnya adalah kalau tujuannya menyelesaikan kurikulum yang pada praktiknya lebih ke menghabiskan isi buku, maka guru hanya akan berfokus pada bagaimana anak bisa mengerjakan soal-soal yang diberikan.
Baca juga : Tanamkan Karakter, Sekolah Tarakanita Pluit Gelar Inovasi Keberagaman Budaya
Guru cukup berpuas diri ketika muridnya berhasil menggarap banyak soal, apalagi soal yang sulit. Karenanya tak jarang kita temukan guru Matematika cuma mengajar dengan menuliskan rumus, memberi contoh, lalu memberi soal.
Persis bagaimana mengajarkan mesin, kan. Padahal belajar Matematika tidak sama dengan sekedar menjawab soal.
Coba perhatikan capture di bawah ini. Jangan tanya ini dari mana. Hahaha. Ini saya ambil dari CP Matematika untuk level A sampai F. Tujuan belajar Matematika ada di halaman awal yang sayangnya gak pernah dipedulikan. Kenapa saya tahu?
Ya, ketika saya ikut pelatihan mem-breakdown cp menjadi atp, fokusnya selalu pada standar konten. Tujuan belajar Matematika dan standar proses yang harusnya di-breakdown lebih awal malah sering dilupakan.
Padahal memahami tujuan ini penting banget bagi guru. Sebab tanpanya guru Matematika seakan tidak mengajar Matematika. Kalau istilah Paul Lockhart, “kelas Matematika yang nggak ada Matematikanya”.
Perhatikan poin-poin di bawah ini. Terutama bagian yang saya highlights. Menjelaskan satu-satu di tulisan ini jelas tidak mungkin bisa. Meskipun begitu dari sana kita tahu bahwa tak ada satupun tujuan belajar Matematika adalah dapat mengerjakan soal-soal.
Tak ada tujuan menghafal rumus-rumus Matematika, apalagi rumus cepat/setan. Tak ada tuntutan untuk selalu menjawab benar. Tak juga diarahkan agar mendapat nilai yang tinggi. Perhatikan baik-baik.
Perhatikan bahwa sudah seberapa jauh kita tersesat. Perhatikan berapa banyak dosa kita mengajarkan kesesatan di kelas Matematika.
Ketika membaca ini pada file capaian pembelajaran Matematika yang dibuat Kemdikbud waktu itu, ditambah dengan Kurikulum Merdeka, saya sudah melihat secercah harapan.
Meskipun, yah, tujuan ini juga diturunkan dari NCTM, tapi bagi saya tak ada salahnya mengadaptasi hal yang baik. Dengan fleksibilitas Kurikulum Merdeka guru punya banyak waktu untuk memastikan adanya standar proses dan tujuan yang jelas ketika mengajar Matematika.
Tapi secercah harapan kini musnah. Menteri yang baru memutuskan menghadirkan kembali ujian nasional. Saya benar-benar khawatir bahwa tujuan belajar matematika yang sudah mulai terarah akan disesatkan lagi.
Guru tidak lagi berfokus pada tujuan baik yang sudah dirumuskan. Mereka akan sibuk untuk mengarahkan muridnya bisa menyelesaikan soal UN. Murid tidak lagi peduli tujuan sebenarnya mereka belajar matematika. Mereka hanya akan fokus pada nilai yang akan mereka peroleh.
Rumus-rumus cepat akan menjamur lagi. Bimbel oportunis akan rame lagi dan menjual rumus-rumus cepat dengan harga fantastis. King solution, fast solution, swift solution, semua rumus setan yang akan menyesatkan kita semua dalam belajar Matematika.
Selamat datang zaman kegelapan.
Foto: Jawa Pos