Selamat Memasuki Tahun 2025 dengan Krisis Lama dengan Agenda Baru

EDU Talk
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com – Saat artikel ini ditulis, kita berada di ujung tahun 2024. Sepanjang tahun 2024 kita menyaksikan banyak peristiwa pendidikan terjadi. Pengamatan terhadap penanganan peristiwa-peristiwa pendidikan tersebut secara keseluruhan cenderung menggambarkan bahwa di bidang pendidikan, masih banyak pekerjaan yang belum tuntas dikerjakan.

Oleh karena itu tulisan ini mencoba mengajak para pembaca untuk melihat kembali peristiwa-peristiwa pendidikan tersebut, sebagai pengingat bahwa masih ada banyak pekerjaan rumah di bidang pendidikan, yang perlu dituntaskan  pada tahun yang akan datang. 

Kita akan menelusuri peristiwa pendidikan tersebut mulai dari awal tahun 2024 hingga akhir tahun 2024. Peristiwa tersebut adalah peristiwa yang menonjol, menarik perhatian publik sepanjang tahun 2024 tetapi tidak jelas atau tidak tuntas penanganan pihak berwajib terhadap kasus tersebut.

Kasus Bullying di Sekolah 

Sejak bulan Februari 2024, ada dua kasus bullying terjadi di lembaga pendidikan yakni di SMA Binus Serpong dan di Pondok Pesantren Tartilur Quran Al Hanifiyyah, Kabupaten Kediri Jawa Timur. 

Pada kasus SMA Binus serpong polisi telah menetapkan 4 orang tersangka dan 8 anak berkonflik dengan hukum. Seorang kriminolog, seperti dilansir BBC, bahkan menyebutkan kasus bullying SMA Binus Serpong sebagai kasus ekstrim. 

Sedangkan pada kasus bullying di Pesantren di Kediri bahkan menewaskan korbannya. Empat orang santri telah ditetapkan oleh polisi sebagai pelakunya. Kasus ini terjadi lantaran lemahnya pengawasan di pesantren ini. Bahkan pesantren ini tidak memiliki izin operasional dari Kemenag Jawa Timur. 

Pada bulan September 2024 muncul kasus bullying baru di SMPN 8 Depok. Korbannya adalah anak berkebutuhan khusus. Kasus ini menunjukan bahwa sekolah-sekolah kita belum siap menjadi sekolah inklusif yang sudah ditetapkan pemerintah sejak tahun 2009 melalui permendiknas no. 70 tahun 2009. 

Pemerintah belum melakukan banyak langkah untuk memastikan pendidikan inklusif berjalan di sekolah-sekolah kita. Seharusnya para guru dilatih, orang tua dan para murid dilatih untuk menerima dan mendampingi anak berkebutuhan khusus. 

Baca juga : Ustadz Adi Hidayat Raih Gelar Doktor dengan Predikat Summa Cumlaude

Belum jelas penanganan kasus bullying sebelumnya terutama di level sekolah, pada bulan Oktober 2024 muncul kasus bullying baru di Subang Jawa Barat. Pelaku dan korbannya adalah murid SD. Pelakunya adalah murid SD kelas 4 dan 5 sedangkan korbanya yang kemudian meninggal di rumah sakit adalah murid SD kelas 3. 

Pada bulan desember muncul dua kasus bullying baru yakni kasus bullying di SMPN 8 Surabaya dan SMAN 70 Jakarta. Kasus SMPN 8 Surabaya sudah dilaporkan ke pihak guru BP namun tidak ditanggapi karena dianggap sebagai candaan anak-anak. Pada hal para pelaku melakukan tindakan ekstrim seperti menelanjangi korban di depan murid lain. 

Kasus baru menjadi perhatian sekolah setelah korban didampingi pengacara dan melaporkan kasusnya ke polisi. Kasus semacam ini terjadi di banyak sekolah di Indonesia dimana guru bahkan guru BP tidak peka dan membiarkan korban di bully. 

Buruknya Tata Kelola Sekolah

Pada tahun 2024, juga muncul beberapa kasus yang menggambarkan betapa buruknya tata kelola sekolah. Kasus kecelakaan bus SMK Lingga Kencana Depok di Ciater Subang Jawa barat, kasus penganiayaan anak SD di ruangan kelas oleh orang tua murid pada saat pelajaran tengah berlangsung. 

Kasus-kasus tersebut tidak akan terjadi jika sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki tata kelola yang baik. Dalam kasus kecelakaan bus yang menewaskan 9 orang murid, 1 orang guru dan 1 pengendara sepeda motor misalnya karena sekolah tidak memiliki mekanisme untuk memastikan bus laik jalan. 

Itu hanya terjadi karena sekolah tidak memiliki tata kelola. Sebagai bagian dari tata kelola yang baik, sekolah harusnya memiliki standar prosedur untuk memastikan bus yang digunakan laik untuk mengantar siswa ke lokasi. Setelah kecelakaan baru ketahuan bahwa 1 dari 3 bus yang digunakan sudah tidak memiliki izin angkutan sejak desember 2023.

Tata kelola sekolah yang buruk juga tercermin dari kasus penganiayaan orang tua terhadap anak di kelas pada saat guru sedang mengajar. Jika sekolah dikelola dengan baik, ruangan kelas bukan area orang tua murid. Jika ada masalah yang perlu diselesaikan orang tua murid melapor pada kepala sekolah melalui guru piket. 

Proses penyelesaian baru dilakukan  setelah kasusnya didalami oleh kepala sekolah. Bukan orang tua langsung ke kelas, mencari anak yang bermasalah dengan anaknya dan memukuli anak tersebut. Ini tidak hanya menggambarkan guru dan kepala sekolah tidak punya wibawa melainkan juga rusaknya iklim sekolah sebagai lembaga pendidikan.

Krisis Otonomi Guru dan Dominasi Orang Tua 

Selama tahun 2024 kurang lebih terjadi dua kasus yang di satu pihak menggambarkan krisis otonomi guru ketika berhadapan dengan orang tua murid namun di pihak lain menggambarkan dominasi orang tua ketika berhubungan dengan sekolah dan dalam pendidikan anak. 

Baca juga : Kesehatan Mental Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris

Dua-duanya berdampak buruk bagi terbentuknya iklim pendidikan di sekolah maupun secara langsung berdampak buruk bagi pertumbuhan mental anak. Krisis Otonomi guru adalah rusaknya iklim pendidikan itu sendiri sedangkan dominasi orang tua adalah hilangnya kesempatan bertumbuh pada anak. 

Dua kasus tersebut adalah kasus hukum yang dituduhkan pada guru Supriyani di konawe oleh orang tua murid yang adalah polisi dan kasus bullying yang dilakukan oleh Ivan Sugianto terhadap EV, murid SMA Gloria 2 Surabaya.  

Kasus guru Supriyani yang dituduh menganiaya murid harusnya merupakan kasus sederhana yang benar atau tidaknya bisa dibuktikan melalui mekanisme penyelesaian kasus dengan wibawa dan  otonomi kepala sekolah. 

Proses tersebut tidak terjadi entah karena tidak ada inisiatif dari kepala sekolah atau memang dilangkahi oleh orang tua yang adalah seorang polisi. Jika wibawa dan otonomi kepala sekolah dihargai, sebelum kasus itu dibawa ke ranah hukum diselesaikan terlebih dahulu di sekolah. 

Sedangkan kasus bullying yang dilakukan oleh Ivan Sugianto terhadap  EV murid SMA Gloria 2 Surabaya, menggambarkan dominasi orang tua yang berlebihan pada kasus yang dihadapi oleh anak. Harusnya orang tua mendampingi anak untuk menyelesaikan kasus tersebut setelah jelas duduk perkara kasus. 

Jika orang tua terlalu dominan terlibat secara langsung menyelesaikan masalah anak, anak tidak hanya tidak belajar menjadi mandiri  melainkan tidak mengalami pertumbuhan ke arah kedewasaan. Dominasi orang tua seperti ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan anak. 

Itulah beberapa pekerjaan rumah yang harus menjadi perhatian semua pihak yang mengurusi pendidikan pada tahun 2025 yang sebentar lagi akan kita masuki. Masalah masalah pendidikan tersebut adalah masalah pendidikan yang esensial yang mendesak menjadi perhatian. 

Jika tidak pendidikan kita akan semakin terperosok ke dalam krisis pendidikan yang lebih dalam lagi, yang penyelesaiannya membutuhkan kerja lebih keras dan waktu yang lebih banyak lagi. Selamat memasuki tahun 2025. Semoga lembaga pendidikan kita menjadi lebih kondusif dan menumbuhkan semua yang berada didalamnya.

Foto: Selfles soul

5 1 vote
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments