Depoedu.com – Setiap kita akan berhubungan dengan orang lain. Itu kodrat kita sebagai manusia. Bahwa kita adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial. Kita berada diantara dan hidup bersama orang lain.
Karena kita hidup bersama orang lain, maka dalam interaksi kita tersebut ada banyak hal yang bisa saja terjadi. Sebab bagaimanapun, kita semua, masing-masing pribadi membawa keunikan dan yang pasti tidak akan sama dengan orang lain.
Keunikan-keunikan berupa ciri-ciri fisik juga sifat dan sikap serta perilaku tidak akan sama, bahkan jika itu ada diantara dua orang pribadi yang dilahirkan kembar.
Bahkan ketika si kembar identic ini, besar dan dibesarkan dalam keluarga dan dididik dengan cara yang sama pun, mereka pasti memiliki keunikan yang khas sebagai pribadi.
Konsekuensi dari keunikan yang khas ini adalah bahwa kadang terjadi ‘gesekan’ dengan orang lain. Sebab bagaimanapun kita tidak hidup di alam malaikat. Kita masih tinggal dan hidup bersama manusia yang lain di sebuah rumah bernama bumi.
Dengan berbagai latar belakang yang berbeda tersebut, kita lahir memiliki keunikan yang khas, dibesarkan dari lingkungan keluarga yang berbeda, berasal dari keluarga besar yang berbeda.
Baca Juga: Bukan Kuman, Bukan Pula Bakteri Atau Virus, Ini Pintu Paling Cepat Yang Membuatmu Terserang Penyakit
Kita juga tumbuh besar, sekolah dan menjalani hidup di lingkungan masyarakat berbeda maka kadang-kadang kita memiliki standar tertentu yang kita sadari maupun tidak disadari memberi pengaruh pada cara kita menanggapi perilaku orang lain.
Ketika kita memiliki standar yang khas maka orang lainpun pasti memiliki aturannya sendiri untuk menilai perilaku kita.
Diremehkan, dalam judul di atas, harus kita letakan dalam konteks yang tepat, konteks tulisan ini bukan semata-mata agar kita hidup berdasarkan pada ukuran orang lain yang menilai diri kita. Bukan itu.
Konteks tulisan ini adalah bagaimana kita berusaha untuk berperilaku sebaik mungkin agar orang lain dapat menerima kita seperti “apa adanya.” Bukan penerimaan karena “ada apanya.”
Kita ingin diterima oleh orang lain apa adanya bukan berarti kita berhenti untuk menjadi pribadi yang minimalis tanpa berusaha untuk menampilkan diri dan belajar terus menerus untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Dan untuk menjadi pribadi yang terus bertumbuh tersebut sebaiknya kita tidak fokus pada hal-hal berikut ini agar kita tidak diremehkan oleh orang lain.
Pertama: Terlalu sering meminta maaf
Tidak ada seorangpun luput dari kesalahan. Karena itu permohonan maaf adalah sebuah keharusan. Untuk konteks tulisan ini adalah meminta maaf pada sesuatu yang bukan kesalahan kita. Apalagi jika dilakukan terlalu sering dan menjadi kebiasaan.
Kedua: Berkomunikasi tanpa kontak mata
Kontak mata adalah salah satu bahasa tubuh dalam komunikasi kita dengan orang lain. Lewat kontak mata kita ingin meyakinkan rekan komunikasi kita bahwa kita serius dan yakin akan apa yang kita komunikasikan.
Ketiga: Berbicara terlalu pelan atau dengan kata-kata yang sukar dipahami
Kata-kata yang sukar dipahami, artikulasi yang tidak jelas dan terlalu pelan pasti membingungkan rekan komunikasi kita. Akibatnya mereka bisa saja tidak mengerti ataupun salah memahami sesuatu yang kita utarakan.
Keempat: Mencari pembenaran melalui opini orang lain.
Terlalu mengandalkan opini orang lain bisa saja menjadi pembenaran bahwa kita tidak sungguh-sungguh menguasai topic yang sedang kita bicarakan. Opini orang lain hanya semata untuk mendukung dan menjadi referensi tambahan atas topic yang sedang dikomunikasikan.
Mencari pembenaran dengan mengandalkan opini orang lain bisa saja menciptakan kesan bahwa kita sendiri tidak yakin pada kebenaran dari sesuatu yang kita sampaikan. Rekan komunikasi kita tentu mengharapkan pendapat kita secara pribadi. Bukan orang lain.
Kelima: Lari dari tanggung jawab
Setiap tindakan kita bahkan yang pribadi pun adalah peristiwa sosial. Ada hak orang lain dalam setiap tindakan kita. Bernafas tentu adalah sebuah peristiwa yang sangat alamiah dan peribadi, namun udara yang kita hirup adalah kenyataan sosial. Ada hak orang lain di sana.
Karena itu setiap tindakan kita adalah tindakan sosial yang memiliki konsekuensi untuk dipertanggungjawabkan secara social juga. Itu artinya bahwa kita tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab. Apalagi sampai melarikan diri dari tanggung jawab. Terutama jika itu itu berkaitan dengan tindakan atau perbuatan kita secara langsung.
Keenam: Tidak memberi pendapat
Orang lain pasti memberi kesempatan dan membutuhkan pendapat kita atas topic yang sedang dibahas bersama. Karena itu menjadi kewajiban kita untuk memberi pendapat. Bukan hanya kewajiban, tapi memberi pendapat juga adalah hak kita dalam pengambilan keputusan bersama.
Terutama jika pendapat yang kita yakini akan membawa dampak pada kebaikan bersama maka wajib kita utarakan. Tidak melakukannya adalah sebuah kesalahan yang memiliki konsekuensi. Minimal membuat kecewa mereka yang ingin mendengarkan masukan darimu
Ketujuh: Membandingkan diri dengan orang lain
Memakai ukuran orang lain untuk mengukur diri sendiri adalah kesalahan yang sangat tidak adil. Tidak adil bagi diri sendiri juga tidak adil bagi orang lain yang hendak kita samakan.
Baca Juga: Pendaftaran Beasiswa Unggulan Tahun 2024 Bagi Masyarakat Berprestasi Dibuka Kembali
Setiap orang memiliki kekhasannya yang unik masing-masing. Karena itu “jangan memakai sepatu orang lain untuk mengukur kakimu”.
Ketujuh hal tersebut adalah sekian dari banyak karakter yang sebaiknya tidak menjadi fokus kita dalam perjumpaan dengan orang lain setiap saat. Barangkali dengan begitu kita bisa memberi diri kepada masyarakat dengan versi terbaik yang bisa kita berikan. Sebagai pemberian kita untuk membuat kehidupan bersama menjadi lebih baik.
Foto: Akurat.co