Depoedu.com – Setelah menyelesaikan studi, saya pun kembali ke kampung halaman. Tinggal bersama kedua orangtua saya dan memulai bab baru dalam hidup. Jauh sebelum memulainya, saya sebenarnya sudah bersemangat. Karena akhirnya, setelah memiliki rutinitas yang sama selama 6 tahun masa studi, saya akhirnya bisa pindah ke babak baru, tentu dengan rutinitas baru. Transformasi ini ternyata akhirnya menyadarkan saya juga akan beberapa hal. Baik hal yang saya syukuri, maupun yang saya sesali. Terlebih sebagai seorang mahasiswa dan yang terpenting, anak kos, dulu itu. Nah, kali ini yang mau saya bahas lebih dulu di tulisan kali ini adalah hal yang paling saya sesali. Siapa tahu, pembaca yang baik bisa memetik sesuatu dari cerita saya kali ini.
Dari sekian banyak hal yang bisa saya renung-renungkan setelah mengakhiri masa kuliah dan masa nge-kost, setidaknya ada 3 hal yang saya sesali, yakni:
- Saat jadi mahasiswa sekaligus anak kos, saya TIDAK MENABUNG. Well, saya memang berhasil hidup sedikit hemat. Uang bulanan dari orangtua yang saya terima setiap bulan tidak pernah kurang. Dengan nominal yang sama setiap bulan sejak tahun pertama sampai tahun keenam, saya tidak pernah sekalipun meminta tambah uang jatah bulanan. Sementara itu kebutuhan dan (sedikit) keinginan saya tetap bisa terpenuhi. Makan selalu bisa sehari tiga kali. Membayar uang listrik, transportasi, dan bahkan membeli buku dan kebutuhan kuliah, seringkali saya bahkan tidak perlu meminta jatah khusus keperluan kuliah yang sebenarnya selalu ada. Tetapi, saya tidak menabung. Saya selalu berpikir, menabung bisa dipikirkan di akhir bulan saja, ketika ada uang sisa. Dan kenyataannya, di setiap akhir bulan, saya tidak memiliki uang sisa untuk ditabung. Maka, saya tidak menabung.
- Saat jadi mahasiswa sekaligus anak kos, saya TIDAK MENABUNG. Padahal selama 6 tahun, alias 72 bulan, saya mendapatkan nominal uang yang tetap, sama, dan pasti setiap bulannya. Tetapi kenyataannya saya tidak menabung. Setelah saya pikir-pikir sekarang, harusnya saya bisa menabung. Dengan nominal yang tetap, sama dan pasti setiap bulannya, harusnya saya sudah memiliki pemetaan pengeluaran dari awal sehingga tidak perlu menunggu sampai ada uang sisa (yang artinya tidak pernah ada) baru menabung. Sekarang ketika saya baru mulai bekerja, dan membayangkan bahwa penghasilan yang akan saya miliki tidak seberapa tetap, sama dan pasti seperti saat saya masih mendapatkan uang bulanan dari orangtua, baru saya sadar. Bahwa harusnya dulu saya sudah menabung.
- Saat jadi mahasiswa sekaligus anak kos, saya TIDAK MENABUNG. Kurang lebih saya merantau ke Yogya untuk kuliah sudah 6 tahun. Setelah lulus dan sekarang kembali ke rumah, saya baru sadar bahwa saya kurang jalan-jalan. Selain kota Yogya, Solo dan Jakarta, saya belum pernah ke manapun. Padahal 6 tahun adalah waktu yang panjang, dengan kurang lebih 12 kali liburan semester. Dan saya tidak memanfaatkan waktu liburan itu untuk kemana-mana. Kenapa? Karena saya tidak menabung. Coba kalau saya punya tabungan waktu itu, pasti saya tidak akan menyesal seperti ini. Ya, harusnya saya punya tabungan. Harusnya saya bisa menabung, meski hanya sebagai mahasiswa sekaligus anak kost. Karena bahkan justru karena masih mahasiswa dan anak kost, harusnya saya bisa mengatur keuangan bulanan dengan lebih cermat. Memenuhi kebutuhan (dan keinginan) dengan seharusnya mempertimbangkan untuk menabung.
Kalau kamu sudah terlanjur tidak lagi jadi mahasiswa, mungkin juga sedang mengangguk-angguk setuju membaca kisah saya kali ini. Intinya, saya hanya ingin berbagi. Jika sudah terlanjur, tidak apa-apa. Masih ada kesempatan kita jadi lebih baik. Apalagi soal mengatur keuangan. Usia tidak akan menjadi alasan kita berhenti belajar. Justru, semakin tua, kita semakin perlu belajar mengatur keuangan, demi hidup yang lebih tenteram di kemudian hari. Menyesal memang selalu datang belakang. Nah, kalau kamu baru akan menjadi mahasiswa, atau mungkin sudah jadi mahasiswa, sebaiknya jangan sampai menyesal seperti saya, ya! (Oleh: Erlyn Lasar, STFK Ledalero / Foto: nindyopblog.wordspress.com)