Depoedu.com-Pada tahun 2023 Indonesia tercatat memiliki 718 bahasa daerah yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara, berdasarkan data dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Papua merupakan salah satu provinsi dengan jumlah bahasa daerah terbanyak, mengingat keberagaman suku dan budaya di wilayah tersebut. Namun jumlah bahasa daerah ini bisa berubah dengan seiringnya penelitian yang terus dilanjutkan dalam setiap tahunnya.
Kini bahasa daerah menghadapi tantangan yang serius. Badan Bahasa mencatat, hingga beberapa tahun yang lalu, ada 11 bahasa daerah yang punah atau hampir punah.
Bahasa Tandia yang digunakan di Papua, kini hanya memiliki beberapa penutur. Begitu juga dengan bahasa Hulung dari Maluku, yang dapat dikategorikan hampir punah.
Bahasa Nakaela dari Pulau Seram, Maluku, dan bahasa Ratahan dari Provinsi Sulawesi Utara, semakin jarang digunakan, sehingga sulit untuk diajarkan kembali ketika penuturnya sudah tidak ada.
Secara global, ribuan bahasa telah punah. Menurut data dari UNESCO, sekitar 40% atau lebih dari 7.000 bahasa di dunia berada pada resiko kepunahan.
Kepunahan bahasa biasanya terjadi karena minimnya generasi penerus yang menggunakan bahasa tersebut, berkurangnya jumlah penutur asli dan pengaruh globalisasi yang mendorong penggunaan bahasa nasional atau internasional lebih dominan dibandingkan bahasa daerah.
Bahasa daerah cenderung akan punah karena berbagai faktor yang saling terkait sebagai alasan utamanya seperti:
Minimnya penutur aktif, generasi muda lebih banyak menggunakan bahasa nasional atau asing, sementara generasi tua yang fasih dalam bahasa daerah semakin berkurang.
Urbanisasi dan globalisasi
Perpindahan penduduk ke kota-kota besar seringkali membuat mereka meninggalkan bahasa daerah kemudian beralih menggunakan bahasa yang lebih umum dimengerti oleh banyak orang dengan latar belakang budaya yang berbeda.
Pendidikan formal. Sistem pendidikan seringkali lebih menekankan pada penggunaan bahasa nasional atau internasional, bukan menggunakan bahasa daerah.
Baca juga : Berburu Beasiswa: Liburan yang Mengubah Masa Depan
Stigma sosial. Beberapa orang merasa penggunaan bahasa daerah tidak ‘’modern’’ atau tidak relevan di era globalisasi, sehingga mereka enggan mengajarkannya kepada anak-anak mereka.
Walaupun bahasa daerah banyak yang telah atau mendekati punah, namun hal ini dapat diatasi atau dicegah dengan melestarikannya melalui cara-cara sebagai berikut:
Pendidikan bahasa daerah.
Mengintegrasikan pelajaran bahasa daerah ke dalam kurikulum sekolah, mengadakan kelas komunitas atau kursus bagi generasi muda untuk belajar bahasa daerah.
Dokumentasi dan teknologi digital
Mendokumentasikan bahasa daerah melalui buku, video, atau rekaman suara, serta menggunakan aplikasi dan media digital untuk mempromosikan pembelajaran bahasa daerah.
Promosi dalam budaya yang populer
Menggunakan bahasa daerah dalam lagu, film, atau konten media sosial. Juga mengadakan festival atau acara budaya yang menekankan penggunaan bahasa daerah.
Mendorong penggunaan di kehidupan sehari–hari
Mengajak keluarga dan komunitas untuk berbicara dalam bahasa daerah secara aktif, memperkenalkan bahasa daerah kepada anak-anak sejak dini.
Melakukan perlindungan dan kebijakan
Pemerintah dapat membuat kebijakan yang mendukung pelestarian bahasa daerah, seperti pemberian dana untuk proyek pelestarian bahasa daerah.
Kemitraan dengan generasi muda
Melibatkan anak muda dalam kegiatan pelestarian, seperti membuat konten kreatif dalam bahasa daerah.
Solusi seperti ini dapat memberikan dampak yang luar biasa dalam membantu menjaga agar bahasa daerah tetap hidup dan menjadi bagian penting dari identitas budaya suatu wilayah.
Bahasa daerah memiliki kaitan yang sangat erat dengan kearifan lokal karena bahasa seringkali menjadi media utama untuk menyampaikan dan menjaga nilai-nilai, tradisi, serta pengetahuan yang diwariskan secara turun-temurun.
Dalam kaitan dengan itu maka bahasa daerah memiliki peran sebagai berikut:
Bahasa daerah sebagai ekspresi budaya
Bahasa daerah digunakan untuk mengungkapkan nilai-nilai adat istiadat, seni, dan ritual.
Ekspresi budaya ini bisa dilihat melalui pantun, tembang, atau cerita rakyat sering dituturkan dalam bahasa daerah, hingga menjadi bahasa daerah merupakan bagian yang terintegrasi dengan kearifan lokal.
Baca juga : Serial Film Baru Netflix Untuk Ditonton Orang Tua dan Guru
Pengetahuan tradisional
Banyak kearifan lokal terkait alam, obat-obatan, atau tata cara kehidupan sehari-hari hanya dapat ditemukan dalam bahasa daerah.
Misalnya, nama tumbuhan obat atau teknik bercocok tanam seiring kali menggunakan istilah bahasa lokal yang spesifik.
Pandangan hidup
Dalam bahasa daerah, banyak terkandung falsafah hidup yang menjadi pedoman bagi masyarakat. misalnya, ungkapan atau pepatah yang mengajarkan kebijaksanaan yang berasal dari kearifan lokal.
Kearifan lokal adalah pengetahuan,nilai dan tradisi yang berkembang dalam suatu komunitas berdasarkan pengalaman dan kebiasaan turun temurun, dengan kearifan ini dapat mencakup panduan hidup, adat istiadat, norma, serta cara menjaga hubungan harmonis dengan lingkungan dan sesama.
Bahasa daerah adalah sarana utama untuk menjaga dan menyampaikan kearifan lokal. Melalui bahasa daerah, nilai-nilai budaya, tradisi, dan pengetahuan lokal diwariskan, seperti pepatah, cerita rakyat, atau istilah khusus yang mencerminkan identitas dan filosofi hidup masyarakat setempat.
Bahasa menjadi sarana untuk menyampaikan kearifan lokal, seperti tradisi, pengetahuan adat, dan nilai-nilai moral yang unik.
Bahasa daerah harus dapat dipertahankan karena memiliki peran penting sebagai identitas budaya dan warisan sejarah masyarakat.
Selain itu, bahasa daerah membantu memperkuat solidaritas komunitas, menjaga keberagaman budaya, serta menjadi sumber inspirasi seni dan kreatif lokal.
Jika bahasa daerah punah maka, sebagian besar warisan budaya yang terkandung di dalamnya juga beresiko hilang, dan dapat mengurangi kekayaan budaya bangsa secara keseluruhan.
Pelestarian bahasa daerah merupakan upaya untuk menjaga jati diri dan identitas serta keberlanjutan budaya dan keanekaragamannya dalam suatu masyarakat.
Foto: Kompasiana.com
Penulis merupakan Mahasiswa Semester II – Prodi Pendidikan PPKn – FKIP – Universitas Pamulang
Tulisan ini pernah tayang di epodigi.com, ditayangkan kembali dengan seizin penulis.