Depoedu.com-Pengungkapan kasus perdagangan orang yang melibatkan Politeknik Negeri Payakumbuh Sumatera Barat, pada bulan Juli 2023 silam ternyata tidak menjadi pembelajaran lembaga pendidikan di Indonesia. Buktinya, kini polisi membongkar jaringan perdagangan orang yang melibatkan 33 perguruan tinggi baik negeri maupun swasta.
Kedoknya adalah Program Magang Internasional ke Jerman. Di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) sebagai salah satu universitas yang menyertakan mahasiswanya, program ini pada awalnya diperkenalkan oleh SS pada kedatangan yang pertama. SS memperkenalkan diri sebagai dosen di sebuah universitas di Jambi.
Pada tanggal 6 Mei 2023, SS kembali lagi ke UNJ dan diberi izin untuk mempresentasikan program magang tersebut di hadapan mahasiswa. Dalam presentasi tersebut, SS memperkenalkan Program Magang Internasional ke Jerman tersebut sebagai program magang yang telah diakui baik oleh pemerintah Jerman maupun Indonesia.
Dalam presentasi tersebut, SS bahkan menyampaikan bahwa Program Magang Internasional ke Jerman ini telah diikuti oleh banyak perguruan tinggi di Indonesia. Namun karena keterbatasan anggaran, UNJ tidak hendak melanjutkan program tersebut. SS kemudian menjelaskan bahwa program magang ini merupakan program mandiri.
Oleh karena itu UNJ memberi kesempatan promosi di hadapan mahasiswa. SS dan timnya mempromosikan bahwa program magang ini adalah program working and holiday dan pengalaman magang ini akan dikonversi dengan sejumlah SKS. Presentasi menjadi semakin menarik dengan menampilkan testimoni peserta program magang sebelumnya.
Kepada para mahasiswa juga disampaikan mahasiswa akan mendapat honor dari tempat magang sebesar 20-30 juta rupiah. Menurut SS honor magang nanti akan dapat menutupi biaya yang dikeluarkan oleh mahasiswa termasuk tiket pesawat dan biaya lain selama di Jerman.
Informasi dan testimoni yang disampaikan ternyata menarik minat banyak mahasiswa. Banyak mahasiswa kemudian mendaftar mengikuti program magang ini. Mereka diminta membayar uang pendaftaran sebesar Rp.150.000. dan pembuatan paspor, izin kerja, dan visa sebesar 9,4 juta.
Mahasiswa UNJ sejumlah 93 orang dan 954 orang mahasiswa dari 32 kampus lain mendaftar menjadi peserta program magang mandiri ini. Pada saat mendaftar, para mahasiswa dijanjikan pekerjaan magang di bidang yang sesuai dengan bidang yang mereka pelajari di kampus.
Mereka juga dijanjikan langsung bekerja tanpa harus menunggu karena waktu magang terbatas, hanya tiga bulan. Ternyata setibanya para mahasiswa ini di Jerman, hampir semua yang dijanjikan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan.
Nita dan teman-temannya, seperti dilansir pada laman BBC, waktu berangkat mereka dijanjikan akan magang di Bandara Munich, ternyata sesampainya di Jerman, program magang di bandara tersebut tidak ada dalam daftar magang ferienjob.
Mereka dipindahkan ke tempat kerja yang lain. Itupun tidak langsung bekerja. Mereka harus menunggu sekitar empat hingga tujuh hari. Teman-teman Nita meskipun mereka perempuan, namun ditempatkan bekerja sebagai pekerja konstruksi. Dan sebagian lainnya magang pada jasa ekspedisi.
Yang dijanjikan agensi bahwa para mahasiswa selama magang di Jerman, akan bekerja sambil belajar ternyata tidak terjadi. Mereka semua mendapatkan pekerjaan berat yang sepenuhnya menggunakan kekuatan fisik. Jenis pekerjaannya ternyata tidak linier dengan jurusan yang mereka pelajari di kampus mereka.
Sehari mereka bekerja 10 jam penuh. Kerena apartemen tempat tinggal mereka jauh yang membutuhkan waktu tempuh 2 jam maka sehari untuk pekerjaan mereka, rata-rata mereka menghabiskan waktu 12 jam sehari.
Baca juga : Dengan Modus Magang Ke Jerman, Ribuan Mahasiswa Jadi Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang
Apartemen tempat mereka tinggal yang disediakan oleh agensi, mereka bayar dan harganya kemudian mereka ketahui, 2 kali lipat lebih mahal dari penyewa lainnya. Dan diisi oleh 20 orang. Mereka juga harus membayar dana talangan yang tidak ada dalam informasi yang disampaikan.
Kata Nita, mereka semua harus membayar dana talangan mencapai 37 juta rupiah, termasuk biaya awal dan tiket pulang-pergi. Sementara gaji yang mereka terima hanya sekitar 11.9 juta rupiah. Mereka kemudian ketahui bahwa gaji mereka jauh di bawah gaji pada umumnya yakni sekitar 34,2 juta rupiah.
Rata-rata mereka semua bekerja tidak sampai 2 bulan. Oleh karena itu gaji mereka untuk bayar dana talangan saja tidak cukup. Penderitaan mereka belum usai, setibanya mereka di Indonesia. Mereka harus ikut ujian tengah semester dan ujian akhir semester susulan.
Ini berbeda lagi dengan janji sebelumnya, bahwa kegiatan mereka di Jerman akan dikonversi menjadi nilai. Nita mengatakan, setelah menempuh ujian susulan tersebut, ia tidak lulus dua mata kuliah, jadi harus mengulang semester depan.
Kasus Ferienjob Jerman bukanlah merupakan kasus tindak pidana perdagangan orang yang pertama dan satu-satunya. Sebelumnya kasus serupa terjadi atas mahasiswa Indonesia dengan modus kerja magang di Jepang, dan Taiwan. Bahkan sebelumnya ada kasus dengan modus serupa yang dialami oleh siswa SMK magang ke Malaysia.
Namun 33 kampus ini tidak belajar dari pengalaman kampus sebelumnya sehingga harus terperosok kesekian kalinya. Menurut hemat saya 33 kampus ini perlu juga diperiksa polisi, jika terlibat perlu ditindak agar menjadi pembelajaran semua pihak, agar tidak terulang lagi kasus yang sama pada saat yang akan datang.
Foto: Koran Tempo