Depoedu.com – Kecemasan tentang karakter mewarnai perbincangan tentang pendidikan. Kita selalu bertanya, apakah pendidikan selama ini cukup membentuk karakter pada anak didik. Setiap kali ada satu isu negatif terkait dengan para siswa, isu pendidikan karakter muncul lagi. Bahkan, masalah-masalah yang terkait dengan orang dewasa, seperti korupsi, pun hendak diselesaikan dengan pendidikan karakter di sekolah.
Bersamaan dengan menguatnya isu itu, tidak ada suatu pemahaman yang seragam tentang pendidikan karakter macam mana yang hendak ditanamkan. Dalam praktiknya, pendidikan karakter diberikan melalui pendidikan agama dan moral. Kita tidak tahu persis apa yang berlangsung di sana. Hasilnya tetap saja kecemasan tentang tidak cukupnya karakter yang terbentuk.
Tulisan ini menganjurkan hal-hal apa yang bisa dilakukan dengannya dan sikap apa yang perlu kita miliki terhadap hasil yang mungkin dicapai.
Kualitas Positif
Secara jelas, pendidikan karakter ini bertujuan untuk tumbuhnya dan menguatnya kualitas positif dalam diri anak didik dan juga semua orang. Kualitas positif adalah pandangan, sikap, dan perilaku yang membuat orang merasa optimis bahwa kehidupan di saat ini dan di masa depan baik dan tetap akan menjadi lebih baik. Orang berharap kualitas-kualitas positif tersebut bertumbuh, baik di dunia pendidikan maupun di tempat kerja, serta masyarakat luas. Melihat seorang siswa SMU memberikan minuman kepada polisi yang terbakar di Cianjur, banyak orang memberikan jempol. Hal itu menunjukkan bahwa kualitas-kualitas positif itu terdapat dan berkembang di tengah masyarakat, di samping juga perilaku negatif dan tak terpuji, seperti para demonstran yang menyulut tragedi kebakaran tersebut.
Satu tindakan bisa memberikan indikasi adanya kualitas positif, tetapi belum menunjukkan suatu karakter. Suatu karakter terbentuk ketika tindakan-tindakan semacam itu berulang. Pendidikan karakter tercapai ketika kualitas-kualitas positif tersebut terus tumbuh dan terekspresi dalam berbagai kesempatan dan situasi. Tidak harus yang fenomenal dan tersoroti mata. Karakter yang sehat teruji melalui perilaku positif ketika orang itu menyadari bahwa ia sepertinya tidak bisa berbuat lain kecuali hal-hal positif itu.
Seperti apa kualitas positif itu? Kita bisa menyebutkan sesuai dengan pengalaman kita. Sebuah versi mendaftarkan 988 kualitas positif yang bisa dikembangkan agar hidup menjadi lebih berarti. Hal-hal tersebut bukanlah baru. Kualitas itu telah dipraktikkan dalam segala zaman. Tidak ada masyarakat yang tidak menganjurkan hal-hal positif, seperti kebaikan hati, simpati, keramahtamahan, atau perhatian kepada orang lain dan hak-hak mereka. Mendaftarkan kembali hal-hal tersebut membantu kita untuk memiliki referensi tentang kualitas positif apa yang kehendaki agar menjadi kuat dalam diri dan masyarakat kita. Kualitas positif itu membuat orang berhasil dalam hidup dan masyarakatnya maju.
Perlu diingat bahwa suatu kualitas positif tidaklah cukup untuk menyikapi kehidupan yang datang dengan seribu wajah (multi-facet). Kualitas-kualitas tersebut harus ditumbuhkan dan ditampilkan secara seimbang. Orang harus menjadi kuat (strong) dan perlu juga sopan (gentle), hati-hati tetapi juga mau mengambil risiko (adventurous), lugas (determinant) dan lembut hati (softhearted), energetik dan tenang, menentukan (decisive) tapi juga patuh (obidient). Orang perlu memiliki keseimbangan kualitas-kualitas itu agar masyarakat menjadi sehat.
Menonjolkan salah satu saja menunjukkan suatu kelemahan karakter. Orang yang terlalu yakin dengan pilihannya membuatnya tidak toleran terhadap perbedaan. Orang yang terlalu menghendaki kesempurnaan cenderung menjadi otoriter. Orang yang terlalu baik bisa juga berarti tidak berani menghadapi tantangan, mudah berubah, dan tidak punya sikap atau pendirian. Dengan menjaga keseimbangan itu, orang mampu memperluas wilayah pengalaman hidupnya dan membuatnya semakin berarti dan bermanfaat.
Jadi, pendidikan karakter di sekolah mendorong para peserta didik untuk menjelajahi dan menumbuhkan kualitas-kualitas positif sesuai dengan kebutuhan dan pengalaman mereka. Dengan demikian, karakter yang dikehendaki tidak menjadi angan-angan belaka, tetapi bertumbuh dan menjawabi situasi mereka. Dari situasi itu, terbentuk suatu habituasi yang akan mereka dalam kehidupan mereka. Hasilnya tidak selalu segera tampak. Yang jelas, setiap saat orang terus menghadapi tantangan untuk menguji capaian karakternya. (Foto: netralnews.com)
*Penulis adalah peminat masalah pendidikan
[…] Baca Juga : Pendidikan Karakter: Menumbuhkan Kualitas Positif […]