Depoedu.com – Media dan remaja dewasa ini adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Bagi para remaja game online, tokoh idola, K-pop, film, internet, belanja online , dan youtube adalah hidup mereka. Mereka bepergian menemui berbagai hal dan melanglang buana melalui dunia maya, merupakan keseharian mereka. Pokoknya, media gue banget! Begitulah ungkapan yang tepat menurut bahasa mereka.
Perkembangan Internet di Indonesia semakin berkembang pesat dengan adanya berbagai macam sarana atau wadah untuk terhubung ke internet seperti adanya ponsel, laptop dan modem serta jaringan wifi. Minat masyarakat Indonesia khususnya remaja dalam memanfaatkan internet ini pun semakin berkembang, baik dengan menggunakan ponsel maupun komputer.
Dengan munculnya internetmuncul pula banyak media sosial yang lahir. Perkembangan sosial media ini di mulai tahun 1995 dengan lahirnya situs GeoCities. Situs ini memberikan layanan penyewaan penyimpanan data-data website agar halaman website tersebut bisa di akses dari mana saja. Kemunculan GeoCities ini merupakan tonggak dari berdirinya website-website lain.
Menurut Andreas Kaplan dan Michael Haenlein, media sosial adalah “sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 , dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content”.
Dengan demikian media sosial yang sudah merupakan gaya hidup kekinian membawa dampak pada para remaja. Dampak baiknya adalah : Memperluas jaringan pertemanan. Berkat situs media sosial ini remaja menjadi lebih mudah berteman dengan orang lain di seluruh dunia. Meskipun sebagian besar diantaranya tidak pernah mereka temui secara langsung.
Remaja akan termotivasi untuk belajar mengembangkan diri melalui teman-teman yang mereka jumpai secara online, karena mereka berinteraksi dan menerima umpan balik satu sama lain.
Memudahkan dalam memperoleh informasi. Remaja menjadi mudah untuk memperoleh informasi yang ada di internet karena adanya blog ataupun website. Selain itu sosial media juga bisa digunakan sebagai lahan informasi untuk bidang pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain.
Situs jejaring sosial membuat anak dan remaja menjadi lebih bersahabat, perhatian dan empati. Misalnya memberikan perhatian saat ada teman mereka berulang tahun, mengomentari foto, video dan status teman mereka, menjaga hubungan persahabatan meski tidak dapat bertemu secara fisik.
Memudahkan remaja untuk sharing atau berbagi. Dengan adanya blog, remaja mudah berbagi mengenai pengalaman hidupnya dan berbagai hal lainnya yaitu dengan mempostingnya ke blog.
Bisa di jadikan tempat iklan bagi remaja yang melakukan usaha online. Saat ini sosial media telah memberikan layanan iklan. Seperti blogger, facebook, twitter dan lainnya bisa menempatkan iklan di situs tersebut.
Tak dipungkiri juga bahwa media ini membawa dampak buruk pada para pemakai, khususnya para remaja. Remaja menjadi kecanduan untuk menggunakan jejaring sosial tanpa tahu waktu. Kebanyakan apabila seorang remaja menggunakan jejaring sosial, mereka bisa saja berjam-jam untuk menggunakannya.
Remaja menjadi malas berkomunikasi di dunia nyata. Tingkat pemahaman bahasa pun menjadi terganggu. Jika remaja tersebut terlalu banyak berkomunikasi di dunia maya.
Situs jejaring sosial akan membuat remaja lebih mementingkan diri sendiri. Mereka menjadi tidak sadar akan lingkungan di sekitar mereka, karena kebanyakan menghabiskan waktu di internet. Hal ini dapat mengakibatkan menjadi kurang berempati di dunia nyata.
Menjadikan seorang remaja menjadi malas belajar karena sering menggunakan jejaring sosial untuk bermain game yang ada di situs tersebut. Facebook menyediakan layanan game yang membuat remaja menjadi kecanduan game.
Menyebabkan kurangnya sopan santun remaja saat ini. Dengan adanya media sosial, semakin banyak para remaja yang menggunakan bahasa yang tidak sepantasnya. Dan bagi remaja yang masih polos, tentu akan menganggap bahwa bahasa tersebut adalah bahasa modern anak zaman sekarang.
Bagi remaja, tidak ada aturan ejaan dan tata bahasa di situs jejaring sosial. Hal ini membuat mereka semakin sulit untuk membedakan antara berkomunikasi di situs jejaring sosial dan di dunia nyata.
Remaja berada dalam budaya semacam ini. Ketika jati diri dapat dipungut dan komunikasi antar orang tua dan remaja lemah, media memainkan peran penting dalam kehidupan mereka. Remaja memandang tokoh media untuk gaya hidup mereka (berpakaian, tingkah laku yang ‘gaul’, bahkan nilai-nilai kepercayaan untuk memandu hidup mereka).
Akhirnya, remaja belajar keteladanan orang dewasa (orang tua, guru, pemimpin agama, dll) dengan mengonsumsi media massa. Mereka melihat tokoh orang dewasa dari film dan berbagai acara yang dilihatnya. Seorang guru dalam media identik dengan tokoh yang ndeso, pandir, dan tentu saja jauh dari gambaran tokoh yang bisa menjadi teladan. Hal ini bisa menanamkan persepsi pada remaja bahawa orang dewasa, contohnya guru merupakan sumber masalah, dan penggangu. Bukanlah orang yang bisa membantu remaja menjadi berkembang ke arah yang positif.
Semua ini seyogyanya menjadi bahan pertimbangan untuk para guru dalam memanfaatkan media sebagai sumber belajar yang menarik. Ketertarikan remaja terhadap media kita gunakan sebagai access untuk meraih tujuan mencerdaskan mereka lewat media. Dengan demikian, guru bisa membawa peserta didik untuk belajar dengan lebih optimal. Dengan begitu, media bukan lagi sesuatu yang bisa menyeret mereka ke arah yang negatif.
Karena itu, pendidikan nilai yang diselipkan dalam pelajaran sangat berarti bagi siswa untuk menjadi pedoman bagi mereka. Siswa sudah mempunyai nilai yang ia dapatkan dalam keluarga dan lingkungan masyarakatnya. Mereka membawa nilai dalam diri mereka. Permasalahannya, ada nilai dalam masyarakat yang bertentangan dengan nilai yang dipelajarinya di sekolah. Misalnya, masyarakat mengenal nilai ‘budaya instan’, kalau ingin kaya bisa cepat dengan korupsi. Namun, di sisi lain ada nilai daya juang dan kejujuran yang diusahakan oleh sekolah untuk bisa berkembang dalam diri mereka.
Perbenturan nilai seperti ini akan sering terjadi. Tentu saja dalam hal ini media salah satu yang bisa menyampaikan nilai-nilai dunia yang selalu berbenturan dengan nilai-nilai kemanusiaan atai keilahian. Dalam hal ini dibutuhkan kejelian seorang pendidik untuk memanfaatkan media. Media yang tadinya banyak menawarkan nilai-nilai dunia, bisa dikendalikan untuk menyampaikan nilai kemanusissn atau keilahian. (disarikan dari berbagai sumber – Foto: news.unair.ac.id)
[…] Baca Juga: Remaja Di Belantara Media […]